Friday, December 21, 2007

IMAN NIKMAT YANG PALING INDAH

IMAN NIKMAT YANG PALING INDAH

(1) Kenapa Iman?

Alhamdulillaah, wa syukurillaah, wa laa haulaa walaa quwwataa illaa billaah. Betapa indahnya nikmat iman. Iman kepada Allah azza wa jalla. Allah yang menciptakan langit dan segala isinya, yang menciptakan bumi beserta segala isinya pula. Karena hanya dengan beriman kepada Allah itu saja orang-orang yang beriman dimungkinkan untuk mengimani pula apa-apa yang diperintahkan Allah untuk mengimaninya. Orang-orang yang beriman itu mengimani keberadaan akhirat, tempat setiap manusia nanti akan mempertanggungjawabkan di pengadilan Allah Subhanahu Wa Ta'ala setiap amal perbuatan mereka selama mereka berpetualang di muka bumi Allah ini. Mereka beriman dengan akhirat itu dan yakin seyakin-yakinnya bahwa mereka tidak mungkin menghindar daripadanya. Disana mereka akan mendapat ganjaran yang seadil-adilnya dari Allah Yang Maha Adil.

Betapa indahnya nikmat iman. Betapa indahnya mengimani ke Maha Kuasaan Allah, mengimani keberadaan para malaikat yang tunduk patuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala saja. Ada di antara para malaikat itu yang ditugaskan untuk mengawasi gerak-gerik setiap manusia. Mencatat setiap tingkah laku, perbuatan, baik maupun buruknya. Betapa indahnya mengimani kebenaran kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah untuk menjadi 'hudan', petunjuk, bagi manusia (yang mau). Begitu pula keimanan kepada utusan-utusan Allah yang diutus Nya dengan haq (kebenaran).


Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak memberikan nikmat iman itu kepada setiap manusia. Fa alhamahaa fujuuraha wa taqwaahaa. (Maka Dia mengilhamkan (menunjukkan kepada jiwa itu) kefasikan dan ketakwaan). Barangsiapa yang ditunjukiNya tiada siapapun akan dapat menyesatkan (orang itu), dan barangsiapa dibiarkanNya sesat tiada siapapun akan dapat menunjukinya. Bahkan Allah ingatkan kepada nabi Muhammad SAW sebagimana firmanNya di dalam al Quran surah al Baqarah ayat 272; 'Bukanlah kewajibanmu memaksakan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah lah yang menunjuki siapa saja yang dikehendakiNya.'

Betapa indahnya nikmat iman dan sungguh sangat pantas dan bahkan wajib kita syukuri. Karena tidak kepada semua umat manusia diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala iman itu. Karena tidak dapat kita (orang-orang yang beriman) membayangkan, betapa akan celakanya kita kalau kita justru dibiarkan Allah berada dalam kefasikan. Senantiasa berada dalam keragu-raguan. Senantiasa merasa kian senteng kemari bedo. Terlunta-lunta dalam kesesatan dan bahkan tidak tahu bahwa sedang tersesat. Betapa akan celakanya kita, tanpa iman, lalu hanyut dalam alur fikiran kita yang padahal akal kita itu sangat cetek dan dangkal. Bagaimana mungkin kita sanggup memikirkan ilmu kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang maha luas dengan otak kita yang secuil dan serba terbatas itu.

Betapa indahnya iman. Seyogianyalah kita senantiasa memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar kiranya Dia memelihara hati kita untuk selalu berada dalam keimanan. Agar kiranya Dia tidak membiarkan kita tersesat setelah kita beriman. Rabbanaa laa tuziqquluubana ba'da itz hadaitanaa wa hablanaa milladunka rahmah. Innaka antal wahhaab.

(2) Nikmat Iman

Betapa indah dan nikmatnya iman. Coba bayangkan kalau kita berada pada posisi yang dibiarkan saja tersesat oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dibiarkan saja terjerumus kedalam kefasikan olehNya. Bukankah banyak kita lihat orang yang kok ya tidak beriman. Yang kok ya kafir. Yang kok ya durhaka kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dan Allah biarkan. Apakah itu seorang putera Nuh a.s. yang meskipun ayahnya seorang nabi Allah. Apakah itu istri Luth a.s. yang meskipun suaminya nabi Allah. Kurang apa dakwah kepada mereka? Lihatlah Samiriy yang baru saja selamat dari kejaran tentara Firaun. Yang baru saja melihat mu'jizat nabi Musa membelah laut Merah untuk menyeberanginya dengan selamat. Lalu serta merta kembali mendurhaka. Menciptakan patung sapi untuk disembah. Kalau memang sudah bakat dari sananya untuk ingkar, Allah biarkan orang-orang seperti itu ingkar. Allah biarkan orang-orang seperti itu mabuk dengan kekafiran dalam kefasikannya.

Ini jadi i'tibar kepada kita bahwa iman itu harus 'dimodali' oleh setiap mereka yang ingin terkategori beriman. Dan lalu iman itu harus senantiasa dipupuk dan dipelihara. Harus dimintakan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala bantuan kekuatan agar kita mampu mempertahankan keimanan itu. Diantara propaganda bodoh orang Nashara mengatakan bahwa orang Islam itu bahkan tidak yakin dengan agamanya karena setiap saat minta petunjuk ke arah jalan yang lurus. Kata mereka, berarti orang-orang Islam itu tidak kunjung dapat juga arah yang lurus itu dan selalu saja nyinyir meminta. Mereka tidak tahu betapa hebatnya usaha dan tipu daya syetan untuk senantiasa membelokkan arah keimanan setiap manusia-manusia yang beriman. Maka sabda nabi ada orang yang pagi beriman sorenya kafir. Sore beriman paginya berubah menjadi kafir. Jadi jangan terlalu cepat pede, terlalu cepat takabur, terlalu cepat mengklaim bahwa 'saya adalah orang beriman dan iman saya sudah teruji'. Belum tentu.

Oleh karena itu, ingatlah! 'Hai orang-orang yang beriman! Mantapkanlah iman kepada Allah, kepada RasulNya, kitab (al Quran) dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya dan hari akhirat, maka sesungguhnya telah jauh sekali sesatnya.' (Al Quran 4:136).

Dan tidak bisa kita menjamin bahwa merek suatu kaum adalah jaminan keimanannya. Tidak bisa kita mengatakan bahwa setiap Arab pasti orang yang beriman. Setiap orang Minang pasti orang yang beriman. Setiap anggota famili kita pasti orang yang beriman. Belum tentu. Kita wajib berusaha keras untuk menjaga keteguhan iman kita sendiri-sendiri, menjaga keteguhan iman anggota keluarga kita, kemudian anak kemenakan kita, kemudian orang sekampung kita. Dengan saling mengingatkan. Dengan saling mendoakan. Setelah itu terpulang kepada Allah. Kalau ada anak kemenakan kita yang 'mantiko langek', yang mencari-cari pembenaran untuk keingkarannya, yang berani berkafir-kafir ria, yang berani memperolok-olokkan ayat-ayat Allah, agama Allah, maka kita harus coba mengingatkan. Tapi hasil dari usaha kita itu tergantung kepada Allah jua. Kalau Allah sudah tetapkan 'dia' atau 'mereka' sebagai golongan yang akan dimasukkan Allah kedalam nerakaNya, maka kita tidak akan dapat menolong mereka. Mudah-mudahan Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa menunjuki kita ke jalan yang lurus. Ke jalan orang-orang yang (telah) diberiNya nikmat. Bukan ke jalan orang-orang yang dimurkaiNya. Dan bukan ke jalan orang-orang yang sesat. Amiin.


(3) Iman Yang Lurus

Dengan keimanan yang lurus, masalah hidup ini insya Allah bisa disederhanakan. Waktu sakit kita beriman, waktu susah kita beriman, Waktu dapat musibah kita beriman, waktu dapat cobaan kita beriman. Begitu juga waktu kita diberi kemudahan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, kita tetap beriman. Nah apa untungnya? Bagaiman urusan bisa jadi sederhana? Kalau hanya dengan beriman saja?

Orang yang beriman cepat dan mudah membaca fenomena kehidupan. Ketika sakit, pertama dia berikhtiar mencari kesembuhan, sesudah itu dia bersabar menanggungkan rasa sakit tadi, kemudian diserahkan urusannya kepada Allah, dia berdoa kepada Allah, memohon kepada Allah. Tidak ada keluh kesah, tidak ada syak wasangka, tidak ada mencari-cari kambing hitam untuk diumpat dan disalah-salahkan. Bukankah dengan demikian urusannya jadi sederhana? Kalau dia mengumpat, kalau dia menyesal-nyesali, kalau dia berkeluh kesah, bukankah semua itu tidak akan membantu penyembuhan sakit tadi?

Begitu juga waktu dia ditimpa kesusahan, mendapatkan musibah atau mendapat cobaan dan ujian dalam bentuk apa saja. Coba kita bandingkan orang yang beriman, yang bertawakkal kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yang bersabar dengan ujian atau musibah itu di satu sisi terhadap orang yang berkeluh kesah di sisi lain. Ada seorang anggota keluarga harus pergi dalam perjalanan penting di tengah hujan lebat. Urusan itu sedemikian penting sehingga dia tetap berangkat juga. Salah satu anggota keluarganya melarangnya pergi, tapi karena penting itu tadi dia berangkat juga. Terjadi musibah, dia mengalami kecelakaan. Pada saat musibah itu terjadi sudah berlaku takdir Allah kepadanya. Anggota keluarga yang beriman menerima musibah itu dengan sabar. Anggota keluarga yang kurang imannya atau tidak beriman, mengeluarkan penyesalannya. "Lah den tagah ang pai, awaang pai juo, tumah iko nan tajadi, indak tau ang muluik den masin." (Sudah aku larang kamu pergi, namun kamu pergi juga. Lihatlah sekarang ini yang terjadi. Kamu tidak tahu betapa omonganku selalu bermakna.) Lalu apa faedahnya kepada musibah yang sudah berlaku? Tidak ada.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa akan menguji hamba-hambaNya. Dengan musibah, dengan kesusahan, dengan kekurangan atau bahkan dengan harta yang berlebih, dengan kekayaan. Nanti akan terlihat siapa di antara mereka yang beriman kepada ketetapan Allah, yang bersyukur dengan nikmat Allah atau bahkan sebaliknya yang ingkar dan kufur terhadap nikmat-nikmat itu.

Allah ingatkan kita dengan akan terjadinya ujian-ujian itu. 'Dan sesungguhnya Kami akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan beri kabar gembiralah orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata; 'kami datang dari Allah dan kami kembali kepadaNya.' Mereka (yang seperti ini) yang memperoleh berkah dan rahmat dari Rabb mereka dan mereka inilah yang mendapat petunjuk.' (Al Quran 2:155-157).

Betapa indahnya nikmat iman. Dengan keimanan kita pandai bersyukur, kita pandai menyikapi apapun yang terjadi ke atas diri kita. Dengan keimanan kita segera sadar bahwa kita ini makhluk Allah yang lemah, kecil, yang tidak berdaya apa-apa kalau bukan dengan pertolongan Allah. Kalau kita kaya, kita tidak berubah jadi takabur dan sombong merasa bahwa kekayaan itu hasil jerih payah kita semata. Kalau kita pintar kita sadar bahwa kepintaran itu adalah pemberian Allah jua, sehingga tidak menjadikan kita sombong untuk menantang ilmu atau kekuasaan Allah.

Nikmat iman seperti itu hanya mungkin dirasakan kalau di dalam hati kita ada bibit keimanan. Karena banyak saja orang yang sombong, yang takabur, yang merasa hebat lalu berani menyangkal kekuasaan Allah. Ada orang yang seperti itu. Kita memohon kepada Allah, mudah-mudahan kita terhindar dari kesombongan seperti ini.

(4) Berbahagialah Orang Yang Beriman

Dengan keimanan kita percaya dan yakin seyakin-yakinnya tentang keberadaan hari akhirat. Dengan keimanan kita berharap bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan memberikan kepada kita pertolonganNya pada hari berbangkit itu nanti. Dengan keimanan kita berharap kita akan dihindarkan Allah dari siksaanNya pada waktu itu nanti. Kita beriman, percaya, yakin dengan keberadaan surga dan neraka Allah. Kita takut untuk dimasukkanNya ke dalam nerakaNya yang bernyala-nyala itu. Yang di dalamnya ada siksa yang pedih. Perlu kita bayangkan bentuk siksaan itu agar timbul di hati kita keyakinan yang lebih lagi dan ketakutan yang lebih lagi. Agar kita berusaha dengan sepenuh hati menghindar daripadanya.

- Dan golongan kiri. Siapakah golongan kiri itu?
- (Mereka ) dalam angin yang amat panas dan air yang mendidih
- Dalam naungan asap yang hitam
- Yang tidak dingin tidak melegakan
- Sesungguhnya mereka sebelum ini bermewah-mewah
- Dan mereka terus menerus melakukan dosa-dosa besar
- Dan mereka mengatakan ; "Apakah kami, apabila telah mati dan telah menjadi tulang belulang akan dibangkitkan kembali? Dan bapak-bapak kami yang terdahulu?"
- Katakanlah, "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang kemudian
- Benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dimaklumi
- Kemudian kamu, hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan
- Akan memakan buah pohon zaqqum
- Dan kamu memenuhi perutmu dengan buah zaqqum itu
- Kemudian kamu meminum air yang sangat panas
- Maka kamu minum seperti minumnya unta yang sangat kehausan
- Demikianlah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan."
Al Quran 56: 41-56

Hanya dengan mata iman kita dapat membayangkan kepedihan dan kesengsaraan yang digambarkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang akan dirasakan lepada mereka-mereka yang durhaka kepada Allah. Mereka yang tidak beriman mungkin akan menertawakannya sebagai dongengan kosong. Tapi mereka yang beriman yakin seyakin-yakinnya akan janji Allah, dengan ancaman Allah itu dan akan berusaha menghindar daripadanya. Orang-orang kafir, orang-orang yang tidak percaya, yang sekarang santai-santai saja, yang cuek-cuek saja, boleh kita bayangkan betapa nestapanya mereka itu nanti berhadapan dengan kenyataan yang pasti akan terjadi itu.

Betapa nikmatnya iman. Karena hanya dengan iman kita mungkin berusaha menghindar dari azab Allah. Karena hanya dengan iman kita senantiasa memohon kepada Allah agar Allah mengampuni dosa-dosa kita. Agar Allah senantiasa membimbing kita ke jalan yang diridhaiNya. Agar kelak kita terhindar dari siksaanNya yang sangat dahsyat.

Hanya dengan iman kita mepercayai dengan seyakin-yakinnya bahwa siksaan itu akan dirasakan dalam waktu yang sangat lama bahkan kekal selamanya. Padahal perjalanan waktu di akhirat itu, menurut keterangan Allah, sehari disana semisal seribu tahun kehidupan di dunia. Artinya seandainya seseorang disiksa selama satu hari saja, masya Allah, itu sama dengan derita seribu tahun waktu dunia ini. Pernahkah kita merasakan pedihnya sakit? Entah ketika kaki kita terantuk? Berapa lama kemudian sakit itu dengan kekuasaan Allah hilang dan tidak terasa lagi. Tapi disana. Sakit itu akan dirasakan terus menerus tiada hentinya. Dalam waktu yang lama sekali. Qad aflahal mu'minuun.

(5) Sinar Keimanan

Di Majalah Hidayatullah edisi bulan September 2004 ada artikel berjudul 'Penjara Bukan Akhir Segalanya' menceritakan betapa ulama-ulama ternama yang pernah dipenjarakan berkarya lebih gemilang dalam penjara. Ada nama Sayyid Quthb yang menulis tafsir Fii Zhilalil Quran, Ibnu Taimiyah yang mengungkapkan, "Bila mereka mengusirku, itulah rihlahku. Bila mereka memenjarakanku, itulah khalwatku. Dan bila mereka membunuhku, itulah jalan syahadahku". Ada Ibnu Al-Haitsam seorang ilmuwan Mesir abad kesepuluh yang pernah dipenjarakan penguasa Mesir dan menemukan teori-teori optik selama di penjara. Dalam negeri kita ada Buya Hamka yang menulis Tafsir Al Azhar selama berada dalam tahanan Soekarno, Muhammad Natsir yang menulis Kapita Selekta Dakwah selama menjadi tahanan politik Soekarno. Mudah untuk difahami, nilai imanlah yang menjadikan beliau-beliau itu berprestasi ketika kepada beliau ditimpakan musibah, ketika beliau mengalami pengekangan, pengucilan terhadap fisik beliau oleh fihak penguasa. Beliau-beliau ini justru semakin 'bersinar' ketika fisiknya dipasung. Inilah contoh pengaruh cahaya iman.

Dengan nilai keimanan orang tidak berkeluh kesah ketika ditimpa musibah biar betapa dahsyatnya musibah itu. Ikhtiar tetap diupayakan. Perlawanan bila perlu tetap dijalankan. Dan yang lebih utama doa kepada Allah Subhanahu Wa Ta' ala senantiasa dipanjatkan, kiranya Dia Yang Maha Pengasih senantiasa mencurahkan rahmat dan pertolonganNya.

Iman menjadikan orang-orang beriman tidak pernah patah hati, tidak pernah pesimis, tidak hanyut dibawa perasaan duka ataupun gembira berlebihan. Mereka senantiasa ingat dan sadar, ada Allah tempat memohon, tempat berlindung, tempat meminta pertolongan. Dan memang mereka senantiasa memerlukan pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Mereka berbeda dengan orang-orang yang membelakangi Allah. Yang kafir kepada Allah. Yang senantiasa melanggar perintah-perintah Allah. Orang-orang ini senantiasa melupakan Allah, dan Allah menjadikan mereka lupa diri. Menjadikan mereka fasik. Menjadikan mereka semakin bodoh tapi semakin tidak tahu kebodohan diri mereka.

Maka Allah mengingatkan kepada orang-orang yang beriman agar jangan sampai melupakan Allah lalu Allah menjadikan mereka lupa diri seperti firman Allah di dalam al Quran;
’Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada dirinya sendiri. Mereka (yang seperti) itu adalah orang-orang yang fasik.’ (Al Quran 59:20).

Dan ganjaran bagi orang yang beriman tidaklah akan sama dengan ganjaran terhadap orang-orang yang ingkar. Orang-orang yang beriman kepada Allah, yang mendapatkan keridhaan Allah, Allah janjikan terhadap mereka surga Allah. Sementara orang-orang yang kafir, yang senantiasa mendurhakai Allah mereka akan dimasukkan kedalam neraka jahannam. Dan tidaklah sama diantara kedua golongan itu, seperti firman Allah dalam lanjutan ayat di atas. Tidaklah sama penghuni neraka dengan penghuni surga. Penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.

Mudah-mudahan Allah menambah keimanan kita dan memelihara kita untuk senantiasa dalam keadaan beriman kepadaNya. Amiin.

(6) Hati Yang Berkarat

Kenapa manusia ingkar kepada Allah? Kenapa manusia ingkar kepada nabi Muhammad? Yang ingkar kepada Allah, contohnya seperti bani Israel dijaman nabi Musa, dikarenakan akal mereka yang pendek. Mereka meminta kepada nabi Musa agar kepada mereka diperlihatkan wujud Allah, barulah mereka mau percaya kepadaNya. "Ya Musa, kami tidak akan percaya denganmu sebelum kami lihat Allah dengan jelas." (Al Quran 2:55)

Ini bukan karena ketakaburan saja, tapi lebih dikarenakan kebodohan yang bersangatan. Allah adalah Yang Maha Agung. Yang, 'lam yakullahuu kufuwan ahad'. Tidak barangsuatu apapun yang setara denganNya. Kalau masih bisa kalian lihat, masih bisa kalian ukur besarnya, kalian bandingkan wujudnya dengan yang kalian bayangkan, niscaya itu bukanlah Allah Yang Maha Tunggal, Yang Maha Perkasa. Niscaya tuhan seperti itu adalah benda, adalah ciptaan, entah ciptaan kalian sendiri, entah ciptaan angan-angan kalian. Allah Yang Maha Agung tidak dapat kalian rekayasa bentukNya, tidak dapat kalian rekayasa kekuatanNya, tidak dapat kalian rekayasa kekayaanNya. Karena semua sifat-sifat ke Maha Perkasaan, ke Maha Kuasaan, ke Maha Sucian Allah tidak akan tercapai oleh akal kalian untuk membayangkannya, tidak akan terjangkau oleh panca indera kalian untuk mendeteksinya.

Kalian akan dapat merasakan kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dari alam raya yang diciptakanNya ini, kalau kalian mau beriman. Perhatikanlah langit dengan segala isinya. Perhatikanlah bumi dengan segala isinya pula. Atau perhatikanlah apa-apa yang kalian makan. 'Falyanzhuril insaanu ilaa tha'aamihi. Annaa shabab nal maa a shabbaa. Tsumma syaqaqnal ardhaa syaqqaa. Fa anbatnaa fiihaa habbaa.' (Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami telah mencurahkan air hujan. Kemudian Kami renggangkan bumi dengan cukup. Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di muka bumi itu.) (al Quran 80: 24-27). Cobalah bantah kalau sanggup!

Makanan yang kalian makan, rezeki yang kalian peroleh, kehidupan yang kalian nikmati, darimana kalian dapat? Dari hasil jerih payah kalian saja, tanpa pertolongan Allah? Sehebat itukah kalian? Kalaulah iya sehebat itu kalian, sanggupkah kalian hidup tanpa masalah di muka bumi Allah ini? Tidak pernahkah kalian merasakan sakit? Merasakan sulit? Atau merasakan perubahan menjadi tua, menjadi lemah sampai akhirnya tidak berdaya? Cobalah jawab!
Kenapa pula ada manusia mengingkari kerasulan Muhammad SAW? Kenapa mereka dustakan kenabiannya? Kenapa mereka cari-cari kelemahannya sesuai dengan kebutuhan hawa nafsu mereka?

Yang mendustakan nabi Muhammad SAW mula-mula adalah orang-orang Quraisy, kaum famili beliau sendiri. Mereka mengingkari ajaran tauhid yang dibawa nabi. Mereka mengingkari ajaran yang mengatakan bahwa manusia itu semua sama di hadapan Allah Sang Maha Pencipta. Yang membedakan mereka hanyalah nilai taqwa mereka masing-masing kepada Allah. Ini adalah sesuatu yang baru bagi tatanan kehidupan kaum Quraisy dan mereka tidak siap menerimanya. Mereka percaya dengan Allah, tapi pada saat bersamaan mereka juga mempercayai Latta dan Uzza. Dan mereka tidak dapat membayangkan bahwa kedudukan mereka sebagai bangsawan Quraisy disetarakan dengan kedudukan budak belian. Buat mereka ini jelas-jelas tidak masuk akal dan tidak boleh diterima. Jadi harus diperangi. Muhammad dan ajarannya harus dilawan, dan itulah yang mereka lakukan.

Golongan berikutnya yang mendustakan kerasulan Muhammad SAW adalah kaum Yahudi. Padahal ketika itu mereka sedang menunggu kedatangan nabi akhir zaman. Mereka mengenali ciri-ciri nabi akhir zaman itu dari kitab suci mereka. Dan mereka berharap bahwa nabi itu akan hadir dari kalangan mereka, kalangan bani Israel. Mereka kecewa ketika mengetahui bahwa nabi itu terlahir dari kalangan Arab. Timbul rasa iri, timbul dengki, timbul nafsu benci. Lalu mereka menolaknya, tidak mengakuinya, mendustakannya dan ikut memeranginya. Karena hawa nafsu mereka.

Lalu golongan Nashrani. Yang ketika itu berkuasa di Imperium Romawi. Sebuah kerajaan besar yang membentang sangat luas dari Eropah sampai ke Asia Barat. Raja-raja mereka adalah penganut agama Nashrani (Kristen). Berbeda dengan Najasi, raja yang juga beragama Nashrani dari kerajaan Habasyah yang menerima kerasulan Muhammad SAW, Heraqlius yang sebenarnya sempat menunjukkan minat dan ketertarikan hatinya terhadap pesan Islam, akhirnya mengalah kepada bujukan pembesar-pembesar dan pemuka-pemuka agama Nashrani untuk tidak menerima tawaran dari nabi orang Arab, golongan yang selama ini dipandang dengan sebelah mata itu. Akhirnya kesombongan juga yang membatasi mereka dari menerima kebenaran agama Islam. Meski akhirnya sejarah menunjukkan bahwa rakyat di daerah kekuasaan Romawi Timur itu sedikit demi sedikit beralih memeluk agama Islam, pemuka-pemuka agama Kristen tetap menganggap ajakan dan dakwah nabi Muhammad SAW tidak pantas diikuti dan mereka berusaha menebar fitnah untuk memusuhi agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.

Meskipun kaum musyrikin Quraisy, kaum Yahudi di tanah Arab, dan kerajaan Romawi Timur yang beragama Nashrani dalam waktu singkat dapat dikalahkan oleh kekuatan Islam, namun faham syirik, agama Yahudi yang membenci kerasulan Muhammad SAW serta agama Nashrani yang menebar fitnah tentang Islam tetap berkelanjutan sampai sekarang ini.


(7) Kenapa Ingkar?

Kenapa manusia ingkar kepada kitabullah (al Quran)? Kenapa pula manusia ingkar kepada hari pembalasan? Bagi orang-orang yang beriman, begitu membuka lembaran pertama al Quran, membaca ayat-ayat awal surah al Baqarah, mudah bagi mereka untuk langsung percaya, langsung yakin, bahwa ini adalah wahyu Allah. 'Kitab ini, tidak ada keragu-raguan padanya, menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.' Isi al Quran itu adalah himbauan untuk mengabdi kepada Allah Yang Maha Satu, untuk mematuhi perintah-perintahNya, menjauhi larangan-laranganNya. Isi al Quran berisi bimbingan, petunjuk, peringatan dalam mengharungi kehidupan di bumi Allah ini, serta mempersiapkan diri untuk menghadapi hari pertanggungajawaban di pengadilan Allah kelak. Di dalamnya juga ada peringatan dan resiko, serta ancaman bagi mereka-mereka yang durhaka kepada Allah. Kesemuanya, baik petunjuk maupun ancaman itu bersifat tegas dan nyata. Karena dianya adalah 'hudan linnaasi wabayyinaati minal hudaa wal furqaan'. (Menjadi petunjuk bagi manusia, dengan penjelasan petunjuk-petunjuk itu dan menjadi pemisah (antara yang hak dan yang bathil)).

Dan al Quran mengajarkan apa-apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan manusia untuk mendekatkan diri mereka mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dan mengajarkan apa yang menjadi kewajiban kepada mereka, apa-apa yang menjadi larangan kepada mereka.
Bagi orang-orang yang tidak beriman, atau bagi orang-orang yang mendurhakai ketetapan dan peraturan Allah, justru hal-hal itu yang menjadikan mereka semakin ingkar. Mereka mendurhakai baik sebagian maupun secara keseluruhan peraturan-peraturan atau ketetapan-ketetapan Allah tersebut. Waktu dibacakan kepada mereka isi dan kandungan al Quran, mereka menolaknya atau bahkan memperolok-olokkannya. Mereka mengatakan bahwa ayat-ayat itu hanyalah dongengan orang-orang dahulu kala. Atau mereka mengatakan bahwa kondisi penerapan ketentuan seperti yang ada di dalam al Quran itu sudah kuno dan tidak perlu lagi diterapkan. Sudah tidak sesuai lagi dengan jaman sekarang. Melanggar HAM dan sebagainya.

Sikap seperti itu sudah disinyalir Allah. Memang begitu orang-orang yang tidak beriman. Memang begitu orang-orang yang mendustakan (agama) Allah. Dari dahulu kala sampai sekarang bahkan sampai hari kiamat nanti. Itu yang dikatakan umat nabi Nuh. Itu yang dikatakan Firaun. Itu yang dikatakan orang-orang kafir Quraisy. Itu juga yang dikatakan orang-orang kafir sekarang. Simaklah firman Allah dalam surah al Baqarah ayat 26; "Allah tidak malu memberikan perumpamaan seperti nyamuk dan yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman mengetahui bahwa kebenaran (seperti) itu dari Rabb mereka. Adapun orang-orang kafir berkata,"Apa pulakah maksud Allah dengan perumpamaan seperti itu?" Banyak orang-orang yang dibiarkan sesat oleh Allah dengan perumpamaan seperti itu, dan banyak pula yang ditunjukiNya. Dan yang sesat karenanya adalah orang-orang yang fasik.

Banyak orang yang seperti itu. Yang jika kita bicarakan peraturan-peraturan Allah, keterangan-keterangan agama Allah, mereka cenderung menolak, mengingkarinya atau bahkan mengolok-oloknya. Ini kuno. Ini sudah tidak jamannya lagi. Ini terlalu kejam tidak mengenal HAM. "Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata, "Itu adalah dongeng orang-orang dahulu." (Al Quran 83: 13)

Dan mereka tidak percaya dengan hari kiamat. Tidak percaya bahwa mereka akan dihidupkan lagi dan dikumpulkan di pengadilan Allah. Mereka kesulitan membayangkan bahwa setelah mereka mati, dikuburkan, tubuh mereka hancur dimakan ulat lalu mereka akan dihidupkan lagi. Menurut mereka ini tidak ilmiah. Tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Mana ada orang yang sudah mati lalu hidup lagi, kata mereka. Begitu kata mereka dahulu di jaman nabi Nuh, begitu juga di jaman nabi-nabi sesudahnya yang selalu mereka olok-olokkan. Begitu juga kata mereka sekarang. Padahal mereka juga tidak mampu membuktikan keilmiahan mereka. Cobalah buktikan dengan ilmiah saja tanpa campur tangan Allah bagaimana caranya mereka dulu hidup di dalam rahim ibu mereka sampai mereka terlahir ke dunia. Bagaimana caranya mereka berubah dari terkapar tak berdaya ketika baru lahir, lalu pandai merangkak, lalu pandai berdiri dan bertumbuh besar, lalu menjadi tua, lalu kemudian mati. Siapa yang merubah keadaan mereka itu? Siapa yang menjadikan apa-apa yang mereka makan?

Kalau saja mereka mau berfikir jernih, pastilah sangat mudah bagi mereka memahami betapa mudahnya bagi Allah untuk membangkitkan mereka kembali nanti di hari akhirat, seperti mudahnya bagi Allah menciptakan mereka kali yang pertama. Kalau saja mereka mau berfikir, betapa kehadiran mereka di dunia ini bukanlah hanya untuk sekedar melampiaskan nafsu mereka saja, bahwa mereka akan mempertanggungjawabkan setiap apa yang mereka perbuat itu nanti di hadapan Allah, barangkali mereka masih punya harapan untuk menjadi hamba Allah yang beriman.

Betapa nikmatnya iman, yang mengajarkan kepada kita kemampuan membedakan yang hak dan yang bathil. Yang mengajarkan kepada kita tentang kehidupan sesudah kematian serta pengadilan Allah yang pasti akan kita jalani nanti di hari kiamat.
Mudah-mudahan Allah senantiasa memelihara kita dalam keadaan beriman kepadaNya. Amiin.

(8) Mengasah Iman

Bagaimana mengasah iman kepada malaikat-malaikat Allah? Makhluk Allah yang mulia yang ada di antaranya yang ditugasi Allah untuk mengurus manusia? Ada yang bertugas mengantarkan rezeki untuk manusia. Ada yang mengawasi dan mencatat setiap tindak tanduk manusia yang paling sederhana sekalipun. Yang ikut berzikir di majelis orang-orang yang beriman. Ada yang diutus Allah untuk membawa wahyu kepada para nabi Allah. Ada yang diutus Allah untuk menghukum umat yang sudah keterlaluan durhakanya kepada Allah semisal umat nabi Luth a.s. Ada yang ditugaskan Allah untuk menolong peperangan orang-orang yang beriman dalam menghadapi kekuatan orang-orang kafir. Jumlah para malaikat itu hanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala saja yang tahu.

Bagaimana mengimani para malaikat itu yang tidak terlihat wujudnya kepada manusia biasa?
Bagi orang yang beriman kepada Allah, dan mereka beriman lepada rasul-rasul yang membawa wahyu Allah (kitabullah), untuk mengimani malaikat tidaklah sulit. Waktu mereka diperintahkan untuk mengimani para malaikat itu, merekapun beriman kepadanya, biarpun mereka tidak melihatnya. Mata hati mereka dapat merasakan kehadiran para malaikat itu. Mereka percaya bahwa perbuatan-perbuatan mereka semuanya diawasi malaikat Raqib dan 'Atid yang setiap saat mengawal mereka dan menuliskan segala amalan mereka. Mereka malu untuk berbuat kemungkaran, karena malaikat-malaikat itu pasti menyaksikan dan mencatatnya.

Kebalikannya, bagi orang-orang yang nilai keimanannya rendah atau bahkan tidak beriman samasekali, mereka tidak merasakan kehadiran malaikat disisi mereka. Mereka merasa asing dengan keberadaannya. Atau bahkan mereka tidak mempercayai adanya malaikat-malaikat itu. Oleh karena itu, tidak ada sesuatu apapun yang menghalangi mereka untuk berbuat dosa dan kejahatan. Untuk merusak dimuka bumi Allah. Untuk berlaku zhalim, untuk berbohong, untuk memfitnah, untuk menyakiti makhluk-makhluk Allah dengan semena-mena. Sebagian dari manusia malahan lebih percaya kepada makhluk ghaib lain yaitu jin. Ada yang menjalin hubungan dengan jin-jin itu. Ada yang terlanjur memujanya, mengabdi kepadanya untuk memuaskan hawa nafsu keduniaan mereka. Dan orang-orang yang seperti itu adalah mereka yang syirik, yang memperserikatkan Allah.

Allah berfirman dalam surah Jin, surah 72 ayat 4 -10;

· Dan sesungguhnya orang yang bodoh di antara kami mengatakan perkataan yang melampaui batas terhadap Allah.

· Dan sesungguhnya kami mengira bahwa manusia dan jin itu tidak akan mengucapkan perkataan yang bohong terhadap Allah

· Dan sesungguhnya beberapa orang pria di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa orang pria dari jin, maka mereka menjadikan jin bertambah sombong

· Dan sesungguhnya mereka menyangka sebagaimana kamu menyangka bahwa Allah tidak akan mengutus seorang juapun.

· Dan sesungguhnya kami telah mencoba mencari rahasia ruang angkasa, maka kami dapati disana penuh dengan penjaga-penjaga yang kuat dan panah-panah api

· Dan sesungguhnya kami dapat menduduki beberapa tempat di ruang angkasa itu untuk mendengar (tentang al Quran, tetapi tidak berhasil). Maka siapa yang hendak mendengar sekarang, tentu ia akan menjumpai panah api yang mengintai.

· Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui, apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang-orang yang ada di muka bumi, ataukah Rabb mereka menghendaki kebaikan.

Jin adalah makhluk ciptaan Allah yang tidak dapat dilihat oleh umumnya manusia. Sebagaimana manusia, jin diciptakan Allah untuk mengabdi kepadaNya. "Dan tidaklah Aku jadikan jin dan manusia itu kecuali untuk mengabdi kepadaKu," firman Allah. Karena wujudnya yang tidak terlihat dengan nyata kepada manusia, namun keberadaannya bisa terindikasi oleh bukti-bukti kehadirannya, banyaklah manusia yang terkecoh. Ada manusia yang minta pertolongan kepadanya, minta perlindungan kepadanya, selanjutnya bahkan menjadi pemuja serta penyembahnya lalu diperalat oleh jin untuk disesatkan. Dengan keimananlah orang-orang yang beriman mampu membedakan antara makhluk-makhluk Allah yang ghaib itu, para malaikat dan para jin. Mereka meyakini keberadaan makhluk-makhluk Allah tersebut. Mereka mampu menempatkan keimanan mereka terhadap makhluk Allah itu pada posisinya masing-masing dalam kerangka iman mereka kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Keimanan mereka kepada keberadaan makhluk Allah yang ghaib itu tidak menjadikan mereka mempersekutukannya dengan Allah Yang Maha Tunggal.



(9) Rukun Iman

Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang (rukun) iman yaitu beriman kepada Allah, dan kepada malaikat-malaikatNya, dan kepada kitab-kitabNya, dan kepada rasul-rasulNya, dan kepada hari akhirat, dan kepada qadar yang baik maupun yang buruk.
Kita mengenalnya dengan enam rukun iman di dalam agama Islam.
Apakah yang dimaksud dengan qadar, yang baik maupun yang buruk? Qadar, atau kita tulis saja takdir, adalah ketentuan-ketentuan Allah yang sudah berlaku. Yang sudah terjadi dan tidak dapat dirubah lagi. Seorang Munir yang meninggal di atas pesawat dalam perjalanan ke negeri Belanda adalah takdir Allah. Bom yang meledak di Kuningan kemarin itu adalah takdir. Begitu juga kerusakan di negeri Iraq yang saat ini menderita karena dihancurkan oleh penjajah Amerika adalah takdir. Bercokolnya Suharto selama 32 tahun memerintah negara kita ini adalah takdir. Sebaliknya, terhindarnya banyak orang dari kebinasaan ketika bom meledak seperti di Kuningan itu juga merupakan takdir. Ada orang yang selamat dari musibah besar yang melanda adalah takdir. Begitupun, terbebasnya Indonesia dari penjajahan Belanda menjadi sebuah negeri yang berdaulat juga merupakan takdir ketetapan Allah.

Bila takdir yang berlaku itu berupa kerugian, atau kerusakan, atau kemalangan kita biasa menyebutnya musibah. Itulah yang termasuk kedalam golongan qadar atau takdir yang buruk. Kalau kejadiannya berupa kebaikan, terhindar dari mala petaka, keberhasilan usaha, kita menyebutnya nikmat atau keberuntungan dan itulah yang disebut sebagai takdir yang baik. Manusia boleh berikhtiar untuk memperoleh suatu hasil, berusaha untuk meraih keberuntungan. Begitu pula manusia boleh berikhtiar untuk terhindar dari kemalangan, terhindar dari kerugian, terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Akan tetapi adakalanya ikhtiar, usaha, kerja keras itu tidak membawa hasil seperti yang diharapkan, karena Allah menetapkan 'takdir' yang lain sekehendakNya. Orang-orang yang beriman menyikapi takdir yang terjadi itu secara proporsional. Dikala mendapat keberuntungan dia bersyukur karena sadar bahwa keberuntungannya itu adalah takdir dan anugerah Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dia syukuri nikmat atau keberuntungan itu dan dia sadari bahwa tanpa pertolongan Allah tidak mungkin dia mendapatkannya. Sebaliknya, dikala mendapat ujian berupa musibah, kehilangan sesuatu yang disayanginya, dicobai dengan penyakit, atau dicobai dengan kecelakaan dan sebagainya, dia segera berserah diri kepada Allah. Dia kembalikan segala urusan itu kepada Allah. Tidak ada umpatan, tidak ada penyesalan, tidak ada ratapan serta hujatan kepada Allah seolah-olah Allah telah berlaku tidak adil kepadanya. Yang ada hanya pasrah dan kesabaran. 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun,' itulah yang keluar dari lubuk sanubarinya.

Bukankah lebih beruntung orang-orang yang mampu menyikapi segala sesuatu yang dia terima itu dengan senantiasa bersandar kepada Allah? Bersyukur kepada Allah ketika mendapat kebajikan, dan bertawakkal kepada Allah waktu dicobai dengan musibah? Berbeda dengan orang-orang yang tidak beriman. Ketika memperoleh keberuntungan, muncul sombong dan takaburnya. Merasa bahwa dia hebat. Dengan kehebatannyalah dia memperoleh keberhasilan itu. Kebalikannya ketika dia gagal, ketika mendapat musibah, kalang kabut dia mencari kambing hitam. Dia mengumpat kesana kemari, panjang pendek. Dia sesali kenapa tadi mesti begini, tidak begitu saja. Kenapa tadi dikerjakan dengan cara itu, tidak dengan cara ini. Padahal, ketika takdir itu sudah berlaku, tidak ada yang dapat merubahnya lagi. Tidak dapat kita merubah keadaan dan kerusakan yang terjadi di Kuningan seperti sebelum bom meledak.

Apakah terjadinya musibah, kerusakan, kehancuran di muka bumi Allah itu seizin Allah juga? Apakah Allah membiarkan saja hambanya berbuat kerusakan di muka bumi? Benar, terjadinya kerusakan, kehancuran, malapetaka yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia itu terjadi dengan seizin Allah jua. Sepengetahuan Allah jua, melalui sunatullah. Kalau dibakar dengan api, terbakar. Kalau hutan dihancurkan, lalu tidak ada lagi yang menahan air, maka akibatnya mudah terjadi banjir. Semua itu dengan ketentuan Allah. 'Maa ashaaba min mushiibatin illaa bi itznillaah' ( Setiap musibah yang menimpa seseorang adalah dengan izin Allah (sesuai dengan sunnahNya) (al Quran 64:11)).

Bagi orang yang beriman, ini mengajarnya untuk mawas diri, untuk berhati-hati, untuk berikhtiar agar terhindar dari malapetaka. Namun, seandainya petaka itu datang juga, dia bersabar dan berlindung kepada Allah semata.

(10) Kalau Allah Berkehendak

Saya mengenal seorang orang tua yang sering datang mengunjungi anak dan menantunya di kompleks tempat saya tinggal. Beliau sendiri tinggal di Pekan Baru. Kami biasanya bertemu di mesjid pada waktu-waktu shalat berjamaah. Beliau selalu berbahasa Minang dengan saya, dengan logat Minang dari Pekan Baru, namun asli sekali keminangannya.

Pada suatu kesempatan saya bertanya, "Di maa bana kampuang apak?" (Dimana kampung bapak sebenarnya).


Beliau menjawab, "ambo lahia di Bengkalis." (Saya lahir di Bengkalis).


"Kalau kampuang asa? Mukasuik ambo urang tuo apak dima kampuang baliau?'' (Kalau kampung asal bapak dimana. Maksud saya orang tua bapak berasal darimana?)

Dengan tersenyum orang tua itu menjawab

"Urang gaek ambo nan padusi urang Bangkalih, apak ambo barasa dari Tarutuang." (Ibu saya orang Bengkalis dan bapak saya berasal dari Tarutung).

"Ooo sarupo itu." (Oo begitu rupanya), jawab saya agak kagum. Berarti beliau pandai berbahasa Minang ini dari pergaulan dengan orang Minang di Pekan Baru sana.

Masih saya sambung pertanyaan tadi.
"Kalau dari Tarutuang, orang tuo nan laki-laki, tantu pakai marga tu?" (Tentu ayah bapak mempunyai marga layaknya orang dari Tarutung?)


"O iyo," (O, ya) jawab beliau dan menyebutkan marganya.

Saya mengangguk-angguk faham. Tapi mungkin dengan muka penuh tanda tanya. Orang tua itu akhirnya bercerita.

"Ayah saya itu waktu masih kanak-kanak dibawa pamannya merantau ke Bengkalis. Disana beliau tinggal di lingkungan orang-orang Minang dan orang Melayu. Karena pergaulan dengan orang-orang Melayu itu beliaupun ikut menjadi Melayu. Ikut mengaji, ikut ke mesjid, ikut sembahyang. Padahal pamannya itu beragama Kristen, tapi mungkin karena masih di awal-awal orang Batak memeluk agama Kristen, jadi tidaklah fanatik benar. Sampailah ayah saya itu menginjak dewasa, akhirnya menikah dengan ibu saya yang orang asli disana. Kamipun (saya bersaudara) lahir dan dibesarkan disana. Selama berpuluh tahun ayah saya tidak pernah pulang ke kampungnya. Sampai ketika saya sudah berumur delapan tahunan, beliau mengajak kami sekeluarga pulang ke Tarutung melihat negeri asal beliau itu. Berangkatlah kami, dan di pasar Tarutung, dengan bertanya-tanya, masih ada kusir bendi yang ingat dengan orang tua beliau dan mengantarkan kami ke kampung asal beliau itu. Pertemuan dengan keluarga beliau itu tentu saja sangat membahagiakan beliau. Tapi bagi kami, ibu dan saya beserta saudara-saudara saya, tinggal disana tiga empat hari bagaikan bertahun-tahun rasanya. Kenapa demikian? Karena masyarakat disana berbeda sekali dengan kami. Kandiak basalemak di bawah rumah. Kalau mandakek kandiak tu ka awak abih tagagau awak katakuik-an. Salamo ampia saminggu kami disinan, babalian pinggan cawan baru katampaik kami makan. (Babi berseliweran di bawah kolong rumah. Kalau babi itu mendekat, kami menjerit ketakutan. Selama hampir seminggu kami disana, sengaja dibelikan piring cawan baru untuk tempat kami makan). Walaupun orang-orang kampung itu juga mengerti, kami orang-orang Islam, dek awak indak sabaun jo urang, di kampuang urang tantu indak manyanangkan." (karena kita berbeda tentu tidak menyenangkan tinggal di kampung orang).

*****

Bapak tua kawan saya berdiskusi itu menikmati iman Islamnya. Betapa akan menyedihkannya, kata beliau, seandainya ayah kami bukan orang Muslim. Dan perasaan seperti itu muncul setelah menemukan kenyataan bahwa akar beliau adalah dari kalangan orang-orang bukan Islam, terlebih-lebih setelah mengunjungi dan melihat bagaimana tata cara kehidupan mereka yang sangat berbeda dengan tata cara kita orang-orang yang beragama Islam. Siapakah yang menggerakkan hati ayah dari bapak tua itu untuk ikut ke negeri orang-orang yang beragama Islam? Siapakah yang menggerakkan hati beliau untuk ikut-ikutan (pada mulanya) menjadi Islam? Allah Subhanahu Wa Ta'ala lah yang telah menggerakkan semua itu menjadi kenyataan. "Man yahdillah falaa mudhillalah wa man yudhlilhu falaa haadiyalah" (Barangsiapa yang ditunjuki Allah niscaya tiada siapapun dapat menyesatkannya, dan barangsiapa (dibiarkanNya) sesat tidak siapapun dapat menunjukinya.)

Dan kebalikannya, ada orang yang terlahir dilingkungan Islam, terbiasa mendengarkan 'hal-hal' agama Islam, terbiasa mendengar ayat-ayat al Quran maupun hadits-hadits nabi. Tapi cenderung saja hatinya kepada kemungkaran, kepada kekafiran, kepada pembangkangan terhadap ketentuan-ketentuan agama Islam. Cenderung saja hatinya kepada tidak mempercayai (kekuasaan) Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Bahkan berani dia mendeklarasikan dirinya sebagai seorang yang tidak percaya kepada Tuhan, atheis dan sebagainya. Ketika di hatinya timbul bibit-bibit seperti itu, Allah biarkan dia hanyut dalam kefasikannya, dalam kesesatannya. Dan tidak seorangpun yang akan dapat menunjukinya kalau bukan timbul dari dirinya sendiri keinginan untuk bertaubat kepada Allah. Untuk memperbaiki dirinya di hadapan kekuasaan Allah.

Iman adalah yang seindah-indahnya nikmat. Berbahagialah orang-orang yang beriman. Mudah-mudahan Allah senantiasa melembutkan hati kita untuk tetap berada dalam keimanan. Amiin.

Wassalamu'alaikum wr.wb.

Lembang Alam

No comments: