Saturday, March 22, 2008

Oleh-oleh Dari Perjalanan Haji 1424H (20)

20. Pemotongan Hadyu


Hari Selasa tanggal 12 Zulhijjah pagi. Pak W memberi tahu dan mengajak saya untuk pergi menyaksikan pemotongan hadyu hari ini. Rencananya kami akan pergi sekitar jam sepuluhan ke tempat pemotongan yang katanya agak jauh dari Mina. Yang diajak ikut dibatasi hanya ketua-ketua regu saja mengingat tempat yang tentunya terbatas di mobil kecil yang akan disewa untuk pergi kesana. Ajakan itu tentu saja saya terima dengan senang hati. Tapi ternyata setelah ditunggu-tunggu sampai menjelang zuhur, kami belum jadi juga pergi. Siangnya saya diberitahu bahwa karena kendala teknis, rencana itu ditunda sampai besok. Akhirnya hari itu saya hanya menyibukkan diri dengan mentadarus al Quran saja sampai waktu melontar sesudah ashar.

Keesokan harinya baru kami pergi dengan menggunakan minibus sekelas L-300 yang dapat memuat sepuluh orang di luar sopir. Tempat itu ternyata memang lumayan jauh, melalui bagian luar kota Makkah. Kami berkenderaan sekitar lima belas menit di jalan yang lancar dari Mina, untuk sampai kesana. Rupanya tempat itu seperti pasar ternak yang ada rumah potongnya. Yang mula-mula menarik perhatian saya adalah keberadaan orang-orang berpakaian merah yang rupanya adalah petugas (di upah) resmi untuk memotong hewan. Mereka datang menyongsong kami untuk menanyakan apakah kami akan menggunakan jasa mereka. Sedikit demi sedikit saya baru mengerti bahwa pihak penyelenggara rupanya baru akan mencari kambing untuk hadyu itu, jadi bukan sudah ada kambingnya siap untuk dipotong dan kami datang untuk menyaksikan pemotongannya.

Di tempat itu banyak sekali kambing dan domba yang rata-rata berukuran besar (lebih besar dari kambing-kambing di Indonesia) dan gemuk-gemuk. Kata yang bercerita kambing-kambing itu adalah ternak tempatan sementara domba-domba itu diimport. Saya melihat kambing yang berbeda dengan kambing di negeri kita karena mempunyai buntut besar dan panjang sampai mencecah tanah. Ternak itu bergerombol-gerombol tanpa diikat. Ada orang yang datang membeli lalu menarik dan mengangkatnya ke mobil untuk dibawa pulang. Menariknya cukup dengan menarik satu kakinya (yang depan atau yang belakang) dan kambing itu menurut saja tanpa banyak cingcong.

Pak S dari penyelenggara sibuk sekali mencari kambing yang akan dibeli. Dia berkeliling-keliling di pasar kambing itu sambil tidak berhenti-henti menelpon melalui HP. Baru pula saya tahu bahwa target mereka adalah membeli kambing berukuran sedang atau kecil seharga 250 rial. Namanya juga bisnis, karena memang dalam perjanjian dengan anggota jamaah tidak dirinci kambing sebesar apa yang akan dikorbankan sebagai hadyu, maka pihak penyelenggara mencari yang sekedar memenuhi sarat dengan biaya agak ditekan. Kambing-kambing besar yang saya lihat banyak disana itu harganya berkisar antara 400 sampai 500 rial. Kalau melihat ukuran kambingnya harga sedemikian menurut perkiraan saya tidaklah terlalu mahal.

Setelah menunggu agak lama akhirnya pak S mendapatkan kambing yang berharga 250 rial. Kami mengiringkan mobil yang mengangkut kambing-kambing itu ke rumah potong. Waktu turun dari mobil saya sempat melihat kambing-kambing itu yang ternyata bayi kambing yang masih menyusu. Ada rasa kecewa dalam hati saya melihat ‘akibat’ penekanan harga ini yang akhirnya hanya mendapatkan anak-anak kambing yang terlalu kecil itu.

Dan ternyata kambing-kambing kecil itu ditolak. Saya melihat seorang yang mengatakan ‘haram..haram’ sambil mengibaskan tangan seolah-olah menyuruh agar mobil yang membawa kambing itu segera dibawa keluar. Pak W bercerita bahwa yang ‘mengusir’ itu adalah ulama yang ditempatkan di rumah potong ini untuk menilai sah atau tidaknya setiap kambing yang akan dikorbankan. Subhanallah, ternyata apa yang baru terbersit di hati saya terjawab. Jadi bagaimanapun pihak penyelenggara akan berbisnis, alhamdulillah ada yang menyaring disini supaya kambing yang dikorbankan itu tidak sia-sia dan asal-asalan. Pak S terpaksa terpontang panting lagi mencari kambing. Katanya kemarin untuk rombongan besar mereka membeli kambing seharga 250 rial sebanyak dua ratus ekor lebih dan sekarang stok kambing berukuran mini itu mungkin sudah habis.

Sementara pak S sibuk mencari kambing, kami melihat-lihat pelaksanaan pemotongan di dalam rumah potong itu. Tempat itu adalah bangsal besar yang disiapkan secara khusus. Ada tempat menggantung kambing yang baru dipotong untuk dikuliti. Ada saluran air tempat menghanyutkan darah dan kambing-kambing itu di potong dekat saluran air ini. Yang menakjubkan saya cara memotong yang sangat mudah dan tidak ribet sama sekali. Hanya dua orang saja yang bekerja untuk menyembelih kambing itu, seorang jagal dan pembantunya. Kambing itu di rebahkan dengan posisi keempat kakinya ke atas sebelum disembelih. Begitu mudah dan kambing itu tidak meronta sedikitpun. Lalu si jagal menggesekkan pisaunya di leher kambing itu, dua kali gesekan. Selesai. Kambing yang sudah disembelih itu meronta-ronta sedikit sebelum meregang nyawanya. Proses pengulitan dan pemotong-motongan barulah dikerjakan oleh orang-orang berseragam merah. Dengan cara seperti itu berpuluh-puluh kambing dipotong dalam tempo yang sangat cepat. Siapa yang mengambil dan memakan kambing-kambing hadyu itu? Ternyata kambing-kambing itu bisa pula ‘dibeli’ oleh orang yang mau dengan harga murah. Yang menjual adalah mereka yang mengerjakan pemotongan disana. Yang membeli bisa siapa saja. Tapi ternyata yang membeli itupun tidak banyak. Bahagian terbesar dari kambing-kambing yang sudah dipotong itu diambil oleh siapa saja. Katanya, banyak orang-orang Afrika mengambil untuk dibawa pulang ke kampung mereka. Menurut ustad Sy, salah satu pembimbing, yang penting tidak dibiarkan terbuang-buang mubazir.

Pak S akhirnya give up. Dia tidak mendapatkan kambing seharga 250 rial. Kami terpaksa pulang tanpa menyaksikan kambing hadyu rombongan kami dipotong. Menurut ustad Sy lagi, itu tidak jadi masalah, karena hari pemotongan hadyu tidak dibatasi selama kita masih berada ditanah haram. Jadi besok-besokpun bisa. Pak S yakin besok harga kambing itu pasti akan lebih murah. Atau paling tidak kambing seharga 250 rial akan ada lagi. Kami kembali ke Mina setelah hanya menonton pemotongan kambing tapi bukan kambing kami.



*****

No comments: