Friday, December 28, 2007

TAKLIM BUYA ABIDIN (2)

TAKLIM BUYA ABIDIN (2)

PATUH KEPADA ALLAH

Sudah datang lagi waktunya pengajian Buya Abidin di Mesjid Gurun. Jamaah sudah berkumpul sejak sebelum shalat isya. Bertambah banyak juga yang datang. Kalau biasanya jamaah bapak-bapak hanya sedikit lebih dari dua saf, kini bahkan sudah mencapai empat saf penuh. Begitu pula dengan jamaah ibu-ibu. Mudah-mudahan hal ini dikarenakan bertambahnya kesadaran masyarakat sesudah mendengar pengajian beliau. Bahkan anak-anak muda sekarang mulai pula tertarik mendengarkan ceramah Buya Abidin. Sedikit demi sedikit masyarakat kampung itu ikut merasakan kesejukan dari pengajian ini dan langsung mengamalkannya serta mengajarkan kepada orang-orang terdekat di sekitar mereka.

Kali ini pengajian itu membahas tentang kepatuhan kepada Allah dan perlunya ikhlas dalam menjalankan perintah-perintah Allah. Menurut keterangan Buya di dalam al Quran terdapat firman Allah yang berbunyi; ‘Wamaa umiruu illaa liya’budullaaha mukhlishiina lahuddiin’ Surat Al Bayyinah (98) ayat 5. Yang artinya, ‘Padahal mereka itu hanyalalah disuruh menyembah Allah serta ikhlas dalam menjalankan agama semata-mata karena Allah.’

Lawan dari patuh adalah ingkar, tidak patuh. Tidak patuh ini adalah dosa yang mula-mula sekali terjadi dan dilakukan oleh iblis. Dia tidak mau patuh ketika disuruh memberi hormat (sujud) kepada Adam, manusia pertama yang diciptakan Allah. Kenapa iblis menolak? Ternyata karena sombong dan tekebur. Karena merasa diri lebih. ‘Abaa wastakbara’ artinya, enggan serta merasa tekebur. Karena merasa dia lebih utama. Lebih senior dan lebih dulu dijadikan. Karena menurut dia asal usulnya lebih baik dibandingkan asal usul Adam si pendatang baru itu. Itulah sebabnya. Karena merasa hebat. Maka dia ingkar dan tidak patuh lalu durhaka kepada perintah Allah dan akhirnya diusir oleh Allah. Maka iblis terusir ke muka bumi menjadi musuh, menjadi tukang menipu daya terhadap anak cucu Adam. Menjadi provokator dan menjadi penyeru kepada pembangkangan terhadap Allah. Agar setiap anak cucu Adam terpeleset mengikuti tipu daya setan, agar mereka terpeleset untuk jadi tekebur, sombong bahkan pendurhaka.

Mendurhaka kepada siapa saja bahkan kepada Allah yang telah menjadikannya. Allah memerintahkan manusia agar menyembah Allah selama mereka hidup di muka bumi ini, agar berjalan di muka bumi dengan santun dan tidak sombong, tidak berbuat kerusakan atau kebinasaan. Allah telah mengutus para Rasul untuk menyampaikan pesan untuk bertauhid mengesakan Allah, untuk mengajarkan cara-cara beribadah menyembah Allah, untuk menjalani kehidupan di jalan yang lurus agar tidak tersesat dan salah jalan. Untuk mengingatkan peraturan-peraturan Allah tentang apa-apa saja yang boleh dikerjakan dan apa-apa saja yang tidak boleh dilakukan. Lawan dari seruan para Nabi dan rasul tadi adalah rayuan dan tipu daya setan. Setan yang senantiasa mematahkan apa-apa yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul itu dan menggantinya dengan hal yang berlawanan. Yang memoles agar semua yang disampaikan para Nabi itu agar terlihat bertentangan. Yang diperintah jadi terlihat seolah-olah buruk, berat dan menyusahkan sehingga akhirnya manusia yang tertipu tidak jadi mengerjakan yang diperintah. Begitu pula memoles apa-apa yang dilarang para Rasul itu menjadi seolah-olah terlihat indah dan bagus sehingga hati manusia yang lemah cenderung kepadanya. Padahal sesungguhnya kalau dituruti yang diperintahkan itu tidaklah berat sangat untuk mengerjakannya. Tidak ada perintah itu yang susah untuk dikerjakan melampaui kemampuan manusia untuk melakukannya. Allah banyak memberikan kemudahan-kemudahan untuk apa-apa yang Dia perintahkan ketika manusia yang diperintah berada dalam kesulitan untuk melaksanakannya. Ambil contoh perintah menegakkan shalat. Kalau tidak sanggup mengerjakan secara utuh dengan berdiri boleh juga dikerjakan dengan duduk. Tidak sanggup duduk boleh dalam keadaan berbaring. Yang terutama bahwa kita patuh untuk menerima perintah itu dan mengerjakannya dengan ikhlas semata-mata karena Allah.

Itulah lebih kurang inti ceramah Buya Abidin. Para jamaah terpaku mendengarnya. Ada yang manggut-manggut faham. Tibalah giliran untuk berdiskusi dengan tanya jawab. Bermacam-macam pertanyaan yang keluar. Mulai dari pertanyaan sungguh-sungguh sampai pertanyaan main-main atau asal-asalan. Malin Ameh termasuk yang kritis dan bermutu pertanyaannya sebagai berikut.

‘Saya awali bertanya Ustad. Kita disuruh Allah agar patuh kepada apa-apa yang diperintahkan Allah, dan menghentikan segala yang dilarang Allah serta ikhlas dalam beragama. Bagaimanakah tandanya ikhlas itu Ustad. Sebab mungkin saja ada orang yang semua perintah dikerjakannya, semua larangan dijauhinya namun entahlah kalau dia itu ikhlas karena Allah atau bukan. Tolong dijelaskan Ustad. Terima kasih.’

‘Dia beramal dan beribadah, Perintah Allah seperti shalat puasa dan sebagainya dia kerjakan. Larangan Allah dia tinggalkan. Tapi tidak tahu apakah dia itu ikhlas atau bukan. Begitukan pertanyaannya Malin? Agar kita ketahui, bahwa ketika kita beribadah, iblis dan setan tidaklah dia akan tingal diam. Semakin seseorang itu rajin beribadah, semakin giat pula iblis untuk menggelincirkannya. Maka, adakah orang yang sudah berusaha seperti itu tadi dlam kepatuhannya kepada Allah namun tergelincir juga? Jawabnya ada. Yakni orang-orang yang beribadah tapi tidak ikhlas. Tanda ketidak ikhlasannya, kadang-kadang bisa dilihat dari cara orang tersebut beribadah yang asal-asalan. Tidak dengan kesadaran. Tidak dengan pengertian dan tidak terlihat bahwa dia bersungguh-sungguh. Tidak terlihat keyakinannya bahwa dia sedang mengerjakan yang diperintahkan Allah karena dia mengerjakannya dengan setengah hati, sekedar pelepas hutang saja. Misalnya shalatnya asal-asalan, tidak ada tumakninahnya. Ketika dia puasa, puasa itu dihiasinya dengan keluh kesah dan omelan, karena rasa haus, karena udara panas dan sebagainya. Orang yang melakukan amalan dengan cara seperti ini dapat dipastikan bahwa dia tidak ikhlas. Seharusnya kalau akan dikerjakan juga amal itu hendaklah dikerjakan dengan baik. Dengan sungguh-sungguh dan penuh keberhati-hatian. Dengan keyakinan bahwa yang diharapkan adalah keridhaan Allah. Ada rasa takut dan cemas kalau-kalau yang dikerjakan itu tidak cukup baik untuk diterima Allah. Jadi tidak dikerjakan sesuka hati saja, sekedar pelepas hutang.

Lalu ada pula orang yang beramal karena mengharapkan pujian dari orang lain. Terlihat dia beramal juga, berbuat juga, beribadah juga tapi sangat kentara bahwa dia sangat mengharapkan nilai dari orang lain. Orang seperti ini jelas bukan termasuk kategori orang yang ikhlas karena Allah. Mereka ini adalah yang kena tipu daya setan. Segala sesuatu yang diperbuatnya tidak lebih dari sekedar ria. Sedekahnya ria, menolongnya ria, shalatnya ria. Yang dia harapkan hanyalah pujian dan penilaian baik dari orang lain. Ketika dilihat orang dia bisa berakting dengan sangat sungguh-sungguh. Shalatnya indah, ibadah lainnya bagus, sedekahnya banyak. Tapi ketika tidak ada orang yang akan memuji semua itu ditinggalkannya. Dia sangat berharap agar orang mengaguminya. Memujinya dan mengatakan bahwa dia seorang ahli ibadah. Seorang penyantun. Seorang yang sanagt taat. Dan dia sangat senang serta bangga dengan segala pujian gombal seperti itu. Terbusung dadanya, kembang kempis hidungnya ketika dipuji orang. Padahal yang seperti ini tidak disukai Allah. Karena amalan seperti ini bukan amalan karena Allah. Jadi disilah perlunya ikhlas tadi. Shalat ikhlas karena mematuhi perintah Allah. Beramal ikhlas karena Allah. Bersedekah ikhlas karena Allah. Berkata-kata, berbuat apa saja semata-mata hanya karena mengharapkan keridhaan Allah. Itu yang disebut ikhlas. Bagaimana? Apakah dapat Malin fahami?’

‘Ada Ustad. Insya Allah saya dapat memahaminya.’

‘Saya juga ada yang ingin ditanyakan Ustad. Menyimak kaji ustad tadi, sepertinya tidak akan sulit mengerjakan apa-apa yang diperintahkan agama. Banyak kemudahan dari Allah untuk beramal. Tapi dalam kenyataan tidak demikian. Seringkali sulit sekali untuk berbuat amala itu. Mungkin hal ini karena bujuk rayu setan dan iblis seperti yang Ustad uraikan. Pertanyaan saya, bagaimana caranya mengalahkan bujuk rayu iblis sementara dia itu tidak kelihatan. Itu saja pertanyaan saya Ustad,’ kata Sutan Mantari.

‘Wah, pertanyaan Sutan Mantari ini sulit. Bagaimana kita akan melawan setan sementara setan itu tidak kelihatan. Padahal musuh yang terlihat saja tidak sanggup kita melawannya? Jadi bagaimana caranya? Caranya dengan melatih diri kita untuk banyak-banyak dan terbiasa zikir mengingat Allah. Tidak bosan-bosannya kita berzikir dan berdoa memohon kepada Allah. Bukankah banyak sekali ucapan-ucapan zikir ketika kita melihat apa saja atau mengalami apa saja. Mengucapkan bismillah ketika mengawali pekerjaan. Mengucapkan alhamdulillah ketika mengakhiri pekerjaan. Membaca subhanallah ketika mengagumi kebesaran Allah. Membaca masya Allah ketika melihat suatu hal yang mencemaskan. Dan sebagainya. Latih lidah kita akrab dengan zikir seperti itu. Sering-sering kita meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah. Membaca ta’awutz, memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk dengan membaca a’uutzubillahiminasysyaithaanirrajiim Jangan bosan-bosan mamintak perlindungan Allah dari setiap bujuk rayu setan. Jadi disadari betul bahwa pekerjaan melawan setan itu memang berat. Bagaimana tidak akan dikatakan berat sebab kita tidak bisa melihatnya. Jadi caranya, mohon pertolongan dan perlindungan Allah. Hanya itu yang dapat kita lakukan dan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Sebab setan itu sangat tangguh. Dia bahkan bisa masuk ke dalam setiap sudut dan rongga dalam tubuh kita. Dia bisa masuk ke dalam hati. Masuk melalui mata, melalui mulut, melalui pendengaran, melalui hidung. Dapat menggunakan kaki kita. Dia dapat menggunakan tangan kita. Itulah lagi sebabnya kita harus dalam keadaan siaga setiap saat dan membentengi diri kita dengan pagar perlindungan Allah semata. Tanpa pertolongan Allah niscaya kita akan jadi bulan-bulanan dan sasaran empok setan-setan yang sangat lihai dan licik dalam menggoda kita umat manusia. Lalu disamping itu hendaklah kita saling ingat mengingatkan. Disinilah perlunya pengajian seperti ini. Tempat kita saling ingat mengingatkan tentang yang hak agar kita menegakkan yang hak. Tempat kita saling ingat mengingatkan tentang kebatilan, agar kita meninggalkan kebatilan tersebut. Dan hendaklah setiap kita membuka hati untuk mau menerima kebenaran dan peringatan. Ketika kita terkeliru, ada orang mengingatkan, latihlah diri agar mau menerima tegoran orang itu. Mungkin juga, ketika kita sedang hangat dibawah tipu daya setan tidak serta merta kita mau mendengarkannya, tapi paling tidak seandainya ada yang mengingatkan kita agar beristghfar memohon ampun kepada Allah, hendaknya anjuran itu didengarkan dan segeralah beristighfar. Dengan mendengar disebut orang nama Allah, disuruh orang agar minta ampun kepada Allah, hendaklah dilatih diri kita agar segera surut dan kembali kepada kebenaran Allah. Mengerjakan yang demikian itu akan lebih mudah kalau hati kita sudah biasa dilatih untuk mau menerima kebenaran. Bergetar dia ketika disebutkan orang nama Allah, tidak terus membara saja dengan nafsu. Bagaimana, apakah uraian ini menjawab pertanyaan Sutan Mantari?’ tanya Buya Abidin

Sutan Mantari mengangguk-angguk kecil.

‘Sudah terjawab Ustad,’ katanya.

*****

No comments: