Wednesday, November 5, 2008

SANG AMANAH (48)

(48)

‘Dan sementara itu terapi jus itu tetap ibu lanjutkan,’ kata ibu Fatimah pula.

‘Tentu, bu. Tentu akan saya teruskan. Sebenarnya hal ini yang ingin saya tanyakan. Berapa lama saya sebaiknya meneruskan diet seperti ini. Dan saya agak heran bahwa ternyata dengan hanya mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah saja tidak menjadikan tubuh saya lemah. Malahan sebaliknya,’ cerita mami menjelaskan.

‘Saya kemarin menanyakan kepada saudara saya yang pernah melakukan diet dan cara pengobatan yang sama. Dia melakukan diet ketat seperti yang ibu lakukan ini sekitar satu bulanan juga. Sesudah itu dia memeriksakan kesehatannya ke dokter yang sebelumnya merawatnya. Dokter itu sangat heran dan memastikan bahwa sudah tidak ada sisa penyakitnya lagi. Sejak itu pelan-pelan dia coba mengkonsumsi makanan dari produk hewani secara bertahap dan hati-hati sekali. Dia mulai dengan mencoba makan ikan sedikit-sedikit sambil terus memonitor sendiri keadaan tubuhnya. Ternyata alhamdulillah, dia tidak merasakan apa-apa yang mencurigakan. Sesudah itu dia coba lagi memakan daging ayam sambil memperhatikan reaksi tubuhnya. Begitu seterusnya. Baru sesudah menjalani waktu satu tahun dia semakin yakin bahwa dia tidak perlu lagi berpantang makanan apapun. Hanya, kebiasaan minum jus buah-buahan atau kadang-kadang juga jus wortel tetap dipertahankannya,’ kata pak Umar.

‘Saya mau juga mencoba seperti itu. Bagaimana kalau besok kita ke dokter Hasanuddin yang merawat saya dulu itu, mas?’ tanya mami kepada papi.

Papi setuju.

Suasana bincang-bincang mereka berjalan dengan santai, kadang-kadang diselingi cerita-cerita lucu. Pak Umar dan ibu Fatimah memang teman berbicara yang sangat baik. Obrolan mereka masih diteruskan tentang macam-macam penyakit dan cara-cara pengobatan tradisional yang sekarang biasa disebut sebagai pengobatan alternatif. Cara pengobatan alternatif itu banyak sekali macamnya dan masing-masing dengan kisah sukses yang berbeda-beda. Pengobatan alternatif yang memang sangat populer mulai dengan cara-cara yang dapat dimengerti dengan pikiran sederhana sampai pengobatan alternatif yang menggunakan media perantara yang dilakukan oleh para tabib-tabib dan dukun. Pak Umar menceritakan bahwa pengobatan dengan menggunakan bahan tumbuh-tumbuhan alami seperti yang sangat dianjurkan oleh Profesor Hembing banyak pula dipraktekkan orang. Contohnya adalah seperti yang dijalani oleh mami sekarang ini. Pengobatan dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan segar atau buah-buahan segar itu juga ada untuk bermacam-macam penyakit. Memiliki apotik hidup merupakan kecenderungan baru masyarakat. Cara pengobatan seperti ini lebih rendah resikonya karena dapat terhindar dari ancaman keracunan zat-zat kimia yang biasa terdapat dalam obat-obat moderen.


Akhirnya pembicaraan itu dialihkan kepada niat keluarga Suryanto untuk memberikan hadiah mobil Kijang untuk pak Umar. Suryanto yang memulai pembicaraan itu dengan mengingatkan istrinya.

‘Ning, katanya ada yang mau disampaikan ke pak Umar. Ya silahkan diberitahukan dong,’ katanya memulai.

Pak Umar tersenyum mendengarkan kata-kata Suryanto. Dia sama sekali tidak menduga apa yang mau disampaikan.

‘Begini, pak. Saya merasa sangat berterima kasih kepada pak Umar. Karena jasa pak Umarlah saya sampai sembuh. Karena pak Umar yang memberi tahukan cara pengobatan dan saya sangat yakin hal itu diikuti pula dengan doa yang tulus dari pak Umar. Sebulan yang lalu saya sedang dalam keadaan sangat depresi, putus asa, dan sepertinya hidup saya sudah tinggal menghitung hari. Saya sangat frustrasi waktu itu. Berkat bantuan pak Umar keadaan itu perlahan-lahan berubah. Tuhan Yang Maha Pengasih Yang Maha Penyayang telah memberikan kepada saya kesempatan untuk hidup kembali. Tentu saja saya sangat bersyukur kepada Tuhan. Di samping itu saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pak Umar……’ Ningsih berhenti sejenak.

‘Yang saya lakukan tidak lebih dari amalan sederhana. Saya hanya membagi pengalaman orang lain yang saya dengar untuk ibu coba. Namun apa yang ibu katakan benar sekali adanya, bahwa semua ini adalah kurnia Allah SWT. Hanya dengan kekuasaan Allah saja hal itu bisa terjadi. Mengenai obat, usaha yang ibu tempuh dan doa yang ibu panjatkan begitu juga doa pak Suryanto, doa Adrianto mungkin juga doa saya adalah rangkaian ikhtiar yang kita lakukan. Masalah penyembuhan penyakit sepenuhnya kekuasaan Allah. Saya sangat senang mendengarkan bahwa ibupun menyadari bahwa kesembuhan ibu adalah pemberian Allah. Sedangkan pertolongan saya, kalaupun ada, mudah-mudahan jadicatatan amal shalih saya di sisi Allah. Sayapun ikut bersyukur kepada Allah atas kesembuhan ibu ini,’ jawab pak Umar pula.

‘Jadi, maksud kami pak, saya sudah berunding dengan suami dan anak saya, kami ingin membagi kebahagiaan ini dengan bapak. Sekali lagi, saya sungguh seperti mendapatkan nyawa baru rasanya. Saya sangat berbahagia, begitu pula suami saya dan anak saya. Kamipun yakin bahwa Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa itu akan memberikan ganjaran yang berlipat ganda kepada bapak atas kebaikan bapak. Dan kami sudah berniat untuk memberikan sesuatu kepada bapak sebagai ungkapan terima kasih kami yang tulus. Saya berharap bapak akan sudi menerimanya. Biar suami saya yang menyerahkannya. Silahkan, mas!’ Ningsih menambahkan panjang lebar.

‘Apakah bapak bisa ikut saya, pak Umar?’ ajak Suryanto.

Pak Umar berpandang-pandangan dengan istrinya, penuh tanda tanya. Apa yang akan mereka hadiahkan? Kenapa mesti ikut? Ikut kemana? Sementara pak Suryanto melangkah ke arah pintu samping di rumahnya yang luas itu.

‘Bisa, pak? Ikut saya ke sebelah sini?’ ajak Suryanto lagi.

Pak Umar berdiri, diikuti istrinya. Bersama-sama dengan mami dan Adrianto mereka berempat mengikuti papi ke arah pintu samping itu. Pintu itu adalah jalan ke garasi mobil. Pak Umar tetap tidak mengerti kemana tujuan mereka, tapi dia mengikuti sambil hatinya tetap bertanya-tanya. Dari pintu itu pak Umar melihat empat buah buah mobil terparkir di garasi yang sangat luas itu. Papi mengambil sesuatu dari rak di dinding garasi. Kunci mobil Kijang Baru. Kunci berikut ‘remote control’. Papi menekan ‘remote’ itu dan mobil Kijang yang terletak paling dekat pintu tempat mereka berdiri, berbunyi dan lampu signalnya menyala. Papi menyerahkan kunci berikut ‘remote control’ mobil itu ke pak Umar.

‘Terimalah ini pak, sebagai ungkapan terima kasih kami yang tulus,’ kata papi.

Pak Umar terdiam. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Dia bahkan tidak menerima uluran tangan papi yang memberikan kunci mobil itu. Ibu Fatimah istri pak Umar juga terdiam, tidak tampak kegembiraan sedikitpun di wajah mereka berdua. Untuk beberapa saat semua terdiam. Mami memperhatikan wajah pak Umar dan ibu Fatimah bergantian. Begitu juga Anto. Setelah beberapa puluh detik yang agak mencekam itu akhirnya pak Umar membuka mulut, berbicara.

‘Saya sangat bersyukur diperkenalkan Allah dengan bapak Suryanto dan ibu. Bapak dan ibu adalah orang-orang yang sangat baik. Saya mengerti ketulusan hati bapak dan ibu berdua. Saya mengerti bahwa bapak dan ibu ingin berbagi kebahagian seperti yang sedang bapak dan ibu sekeluarga rasakan dengan saya. Namun saya harus berterus terang bahwa dengan apa yang bapak dan ibu lakukan, memberikan hadiah seperti ini kepada saya, saya tidak sanggup menerimanya. Akan saya jelaskan kenapa saya tidak sanggup.

Pertama-tama saya tidak sanggup memiliki sebuah mobil. Saya tidak sanggup menanggung biaya perawatan dan pemakaiannya. Ini adalah ungkapan sejujurnya dan apa adanya. Memiliki mobil berarti akan menjadikan saya harus mengeluarkan biaya tambahan padahal biaya itu tidak saya miliki.

Yang kedua, saya adalah guru dari anak bapak. Saya adalah kepala sekolah tempat anak bapak ikut belajar. Pemberian seperti ini akan menimbulkan fitnah, akan menimbulkan dugaan-dugaan yang tidak baik dari banyak orang yang pada gilirannya akan menjatuhkan kredibilitas saya sebagai seorang pendidik, lebih-lebih lagi sebagai seorang kepala sekolah.

Yang ketiga, saya juga akan rawan fitnah di lingkungan tempat saya tinggal. Orang akan bergunjing tentang saya, yang baru sebulan menjadi kepala sekolah sudah mampu memiliki mobil. Menjadikan orang berbuat dosa dengan gunjingan itu berarti saya juga ikut berdosa.

Yang keempat, anak-anak saya akan ikut menilai. Selama ini saya mengajarkan kepada mereka bahwa untuk mendapatkan hasil yang gemilang, hanya dimungkinkan dengan berusaha keras, ternyata saya langgar sendiri. Saya mendapatkan hadiah yang sangat berharga atau yang harganya mahal dengan sangat mudah. Dengan demikian mereka akan mempertanyakan kebenaran pernyataan saya selama ini dan sangat mungkin sesudah itu mereka akan kehilangan kepercayaan mereka kepada saya.

Jadi atas dasar pertimbangan semua itu, meskipun saya percaya bahwa bapak dan ibu ikhlas memberikan hadiah yang sangat berharga itu kepada saya, namun saya tidak sanggup menerimanya. Saya mohon maaf.’

Pak Umar mengucapkan itu semua dengan mantap. Tidak ada keragu-raguan sedikitpun. Suaranya datar tanpa emosi. Yang dikemukakannya adalah hal yang menurut dia benar dan wajar. Papi, mami dan Anto melongo mendengarnya. Mereka hampir-hampir tidak percaya dengan yang mereka dengar. Ternyata pak Umar menolak pemberian itu. Ternyata dia tidak sedikitpun tertarik dengan hadiah itu. Hadiah hasil diskusi mereka bertiga. Yang mereka berikan dengan tulus dan ikhlas sebagai ungkapan terima kasih dan syukur. Hadiah yang menurut mereka pantas diberikan kepada orang yang sudah menolong menyelamatkan nyawa mami dari penyakit berat dan keputus-asaan.

Lama mereka terdiam, tidak tahu apa yang harus diucapkan. Mami jelas kecewa. Dia ingin betul membalas jasa dan kalau boleh membahagiakan pak Umar. Dan menurut mami hadiah sebuah mobil itu bahkan masih belum cukup untuk membalas jasa pak Umar. Tapi ternyata pak Umar tidak merasa bahagia dengan pemberian itu. Dia bahkan merasa kalau pemberian itu akan memberatkannya. Orang ini benar-benar sangat polos. Sangat bersahaja. Dan tidak materialistis sedikitpun. Kenapa tidak terpikir olehnya misalnya, terima saja, terus nanti bila perlu dijual dan belikan mobil yang lebih murah? Dia tidak memikirkan sedikitpun kemungkinan itu. Dia justru melihat segala konsekwensi negatif yang akan ditemuinya jika pemberian mobil itu diterimanya.

Mami akhirnya kembali buka suara.

‘Pak! Hadiah ini benar-benar sudah kami niatkan untuk bapak. Dan saya…. saya akan sangat kecewa kalau bapak menolaknya,’ mami mencoba merayu.

‘Sekali lagi saya mengucapkan ribuan terima kasih ibu, atas perhatian ibu sekeluarga. Saya percaya pak Suryanto dan ibu ikhlas memberikan hadiah ini. Tapi dengan sangat menyesal saya tidak bisa menerimanya. Untuk itu saya mohon maaf yang sebesar-besarnya,’ kata pak Umar menambahkan.

‘Saya mengerti dengan semua alasan yang pak Umar kemukakan. Tapi izinkanlah saya mengulangi, bahwa kami sekeluarga memberikan hadiah ini benar-benar karena ingin membagi kebahagiaan dengan bapak sekeluarga. Harap bapak jangan menilai materinya tapi mohon dinilai ketulusan dan rasa syukur kami sekeluarga, atas kurnia dan pertolongan Allah Yang Maha Esa, yang memperkenalkan pak Umar kepada kami, yang kemudian menunjukkan obat yang ternyata sangat mujarab dan berhasil menyembuhkan istri saya,’ papi menambahkan.

‘Saya sangat menghargai dan bersyukur dapat menjalin hubungan silaturrahmi dengan keluarga bapak. Tapi izinkan pulalah saya memelihara hubungan silaturrahmi ini apa adanya saja. Sekali lagi saya mohon maaf, tanpa mengurangi rasa terima kasih saya kepada bapak sekeluarga atas ketulusannya, saya tidak mau menerima hadiah seperti ini. Saya harap bapak dan ibu dapat memahami apa yang saya maksudkan,’ kata pak Umar lagi.

Suasana berubah jadi agak kaku. Beberapa saat berlalu tanpa seorangpun mengeluarkan kata-kata. Ini memang langka. Pak Umar yang polos itu, bahkan yang terlalu polos itu tidak memperlihatkan tanda-tanda bahwa dia sekedar berbasa basi menolak pemberian hadiah itu. Dia sangat konsisten dengan apa yang dikatakannya. Dan istrinya. Tidak terlihat sedikitpun berusaha mempengaruhi pak Umar. Sedikitpun dia tidak mau ikut bersuara. Pasangan macam apa ini?

No comments: