Tuesday, December 9, 2008

SANG AMANAH (88)

(88)


Sore itu ternyata Edwin datang latihan. Dia datang sendiri, tanpa dijemput Amir. Malahan Amir yang tidak datang. Latihan yang dimulai jam setengah lima itu berlangsung seru karena anak-anak berlatih dengan bersemangat. Edwin dilibatkan dalam latihan dan dimasukkan kedalam tim B. Tidak ada anak-anak yang protes. Pada awal-awalnya beberapa anak agak ragu-ragu bermain bersama Edwin. Tapi itu tidak berlangsung lama karena Edwin memang masih sangat lincah. Permainannya hidup. Dia mengoper bola dengan akurat, menerima operan dengan mantap dan mendrible bola dengan lincah. Tembakannya menyamai kemampuan Herman yang selama ini selalu jadi andalan tembakan ‘tiga angka’.

Iwan senang sekali dengan kehadiran dan keikutsertaan Edwin dalam timnya. Teman-temannya satu tim demikian juga. Pokoknya kehadiran Edwin seperti tambahan darah segar dalam tim mereka. Meskipun tim mereka sebenarnya sudah cukup mantap selama ini. Rasa-rasanya sudah langsung bisa dipastikan bahwa Edwin akan ikut memperkuat tim B dalam kompetisi nanti. Itu pula yang dipikirkan oleh pak Hardjono. Anak itu memang sangat mengagumkan.

Seperti biasa sehabis latihan pak Hardjono terlibat dalam obrolan santai dengan anak-anak peserta latihan. Pak Hardjono ingin tahu bagaimana pendapat mereka tentang dilibatkannya Edwin.

‘Saya ingin tahu sejujurnya. Bagaimana pendapat kalian tentang keikutsertaan Edwin?’ tanya pak Hardjono.

‘Bagus pak. Sangat bagus. Dia kan mainnya bagus banget,’ kata Herman.

‘Bagaimana pendapat yang lain? Terutama anggota tim B?’

‘Kayaknya OK-OK aja pak,’ jawab Dimas.

‘Baik. Begini. Kita masih akan terus latihan. Masih dua minggu lagi sebelum pertandingan kompetisi. Sementara itu saya minta Edwin untuk mengikuti latihan yang masih tersisa ini. Bagaimana Edwin? Kamu sanggup?’

‘Sanggup pak,’ jawab Edwin.

Latihan sore itu berakhir. Sesudah shalat maghrib berjamaah di mesjid sekolah anak-anak itu bubar. Sebelum pulang Anto masih sempat bertanya kepada Iwan waktu keduanya berjalan ke tempat parkir mobil.

‘Kok lo nggak protes lagi Edwin diajak ikut main?’ tanya Anto.

‘Emang kenapa?’ jawab Iwan balik bertanya dengan nada sedikit cari gara-gara.

‘Sialan. Kan lo dulu kenceng banget nggak suka sama tuh anak?’

‘Kalau sekarang gue suka emangnya kenapa?’

‘Oh begitu. Jadi lo senang dia ikutan? Jadi lo yang minta ke pak Hardjono agar dia ikutan?’

‘Kok nadanya sekarang lo yang sirik?’

‘Ya nggak lah. Kalau lo berubah jadi orang baik, gue ikutan senang dong. Gitu aja. OK man?’ Anto pamit sambil menaiki mobilnya.



*****

20. Grup Pencinta Alam


Kompetisi bola basket telah berakhir. Setelah selama lima minggu pertandingan demi pertandingan itu berlangsung, setiap hari Sabtu sore dan Minggu pagi. Dan setiap pertandingan itu selalu ramai dikunjungi para penonton. Hampir semua murid masing-masing sekolah berusaha untuk hadir pada saat tim dari sekolah mereka bertanding. Bola basket menjadi begitu populer dan jadi bahan omongan dimana-mana di kalangan murid-murid SMU. Syukurlah semua berjalan tertib dan lancar selama masa kompetisi itu. Tidak ada berantem-beranteman. Tidak ada tawuran. Panitia telah berusaha maksimal untuk menjaga ketertiban dan keamanan kompetisi tersebut.

SMU 369 kembali meraih juara tiga setelah mengalahkan tim SMU 444 Pondok Kopi dalam memperebutkan tempat ketiga. Sebelumnya, tim B itu dikalahkan tim A SMU 475 Rawamangun di semifinal. Tim A SMU 369 bahkan gugur di babak perdelapan final, juga dikalahkan tim yang sama dari SMU 475. Tim SMU 475 itu akhirnya menjadi juara kompetisi tahun ini setelah mengalahkan SMU 212 Cililitan di final. Pak Hardjono harus mengakui bahwa dia sedikit keliru menempatkan Edwin tidak satu tim dengan Herman. Seandainya kedua anak itu berada dalam satu tim, kekuatan mereka pasti akan jauh lebih baik, karena mereka berdua memang merupakan bintang dan ‘play maker’ di timnya masing-masing. Tapi hal itu tentu saja tidak perlu dimasalahkan lagi. Karena seperti di setiap pertandingan, harus ada yang kalah dan yang menang.

Murid-murid SMU 369, meskipun agak kecewa, masih dapat menerima prestasi tim sekolah mereka mempertahankan posisi juara tiga. Kekalahan ‘dua setengah bola’ dari tim A SMU 475 di semifinal memang sangat menyesakkan dada, apalagi sepanjang pertandingan kedua tim selalu saling berkejar-kejaran dan beberapa kali SMU 369 pernah memimpin dalam mengumpulkan angka. Namun, sekali lagi itulah pertandingan.

Edwin menjadi bintang selama berlangsungnya kompetisi basket kemarin. Dan hal itu sangat beralasan karena di setiap penampilan dia bermain habis-habisan. Mungkin sebagai ungkapan gembira, mungkin sebagai pembuktian kecintaannya kepada SMU 369. Mungkin juga karena mendapatkan kembali keasyikan bermain basket yang cukup lama terhenti. Atau karena apa sajalah. Pokoknya cukup untuk merehabilitasi namanya yang pernah tercemar waktu dia dikeluarkan dari sekolah.

Tapi Edwin tidak suka dijadikan idola. Dipuja-puja karena dia seorang pemain handal dan permainannya bagus. Dia tidak suka dikagumi berlebih-lebihan oleh teman-teman. Dia sangat menyadari bahwa dia bukan siapa-siapa dalam arti yang sesungguh-sungguhnya. Itulah sebabnya dia tidak pernah merasa bangga. Kalau ada yang ingin ‘dekat’ dengannya, biasanya teman-teman wanita, Edwin berusaha untuk biasa-biasa saja. Tidak untuk terkesan sombong dan juga tidak untuk terkesan kesenangan, atau ke ‘ge-er’ an istilah anak-anak, karena didekati teman-teman cewek itu. Pokoknya ‘keep cool’ saja.

Namun masih ada sisi baiknya sesudah jadi bintang bola basket SMU 369. Edwin semakin mantap dan tenang untuk belajar. Rasa percaya dirinya makin bertambah. Dia semakin yakin bahwa dia sekarang adalah bahagian dari sekolah ini. Teman-teman pada baik, guru-guru pada baik. Memang indah sekali rasanya kembali bersekolah.

Tentu saja diperlukan kerja ekstra keras untuk menguasai kembali pelajaran-pelajaran yang sudah lama ditinggalkan. Biarpun dulu Edwin termasuk murid yang cukup pintar di kelasnya, tapi sesudah ‘libur panjang’ selama sepuluh setengah bulan, tanpa usaha maksimal nyaris mustahil baginya untuk berhasil mengikuti pelajaran.

Sebentar lagi ada ujian tengah semester. Edwin khawatir membayangkan ujian tersebut, karena boleh dikatakan persiapannya hampir tidak ada. Dan dia terpaksa pontang panting bekerja keras. Beruntung sekali teman-temannya banyak membantu. Anto mempelopori membuatkan foto kopi catatan-catatan maupun latihan-latihan soal-soal. Hal itu tentu saja sangat besar artinya bagi Edwin.


*****


Dan sekarang semua murid-murid kembali pada kegiatan normal di sekolah. Mereka harus bersiap-siap menghadapi ujian tengah semester sementara anak-anak kelas tiga menunggu saat ujian akhir negara, yang sebentar lagi akan berlangsung. Hanya ada satu orang yang masih punya kesibukan tambahan sesudah berakhirnya masa kompetisi itu. Anak itu adalah Hardi.

Selama berlangsung kompetisi kemarin, Hardi, anak kelas dua A, kebagian tugas menjadi juru foto. Pak Hardjono menugasinya untuk mengabadikan momen-momen indah di tengah gegap gempitanya kompetisi. Hardi memang sangat hobi serta terampil menggunakan kamera foto. Dua rol filem masing-masing berisi 36 jepretan telah dihabiskan. Pengambilan foto selama kompetisi itu agak dihemat-hemat karena biayanya dimintakan dari sekolah. Hari ini semua foto-foto itu harusnya sudah jadi dicetak. Hardi mengajak Arif untuk pergi mengambil hasilnya ke Foto Studio di jalan Otto Iskandar Dinata, di Cawang, sepulang dari sekolah siang ini.

Ternyata hasil fotonya bagus-bagus. Jepretan Hardi memang profesional, meski dia sendiri masih tidak terlalu puas. Ada-ada saja yang kurang menurut pengamatannya. Hardi sibuk mengamat-amati dan menyortir foto-foto tersebut. Si mbak pegawai Foto Studio itu menyerahkan dua buah album plastik sebagai hadiah serta dua buah kupon undian yang harus diisi untuk ikut undian berhadiah mobil mewah. Hardi yang masih saja sibuk dengan foto-foto itu meminta Arif mengisi kupon berhadiah itu. Arif hanya tertawa karena dia tidak yakin undian-undian itu bersungguh-sungguh di samping dia juga tidak menyukai undian seperti itu. Rasanya kok ya mudah sekali orang mendapatkan hadiah benda-benda super mahal.

‘Jangan aku yang mengisi Har. Ntar kalau menang aku nggak sanggup dikasih mobil mewah,’ ujar Arif berseloroh.

‘Siapa bilang kamu yang mau menang? Lagian hadiahnya juga belum tentu ada beneran kok. Isi aja buat ngeramein!’ komentar Hardi setengah cuek.

‘Mendingan nggak usah diisi aja ya?’ usul Arif.

‘Hadiahnya beneran lho. Kalau nggak percaya, hadiah itu bisa dilihat di kantor produser film dan percetakan foto merek ini di jalan Melawai di Blok M. Ini ada foto-foto dari hadiah-hadiah yang sudah dipajang di sana. Pemenang undian untuk hadiah pertama akan mendapat sebuah sedan BMW. Enam pemenang kedua akan mendapat hadiah Toyota Kijang,’ mbak petugas Foto Studio itu mengingatkan.

‘Kalau begitu kenapa nggak mbak saja yang mengisi? Kalau nanti dapat hadiah ajak-ajak kami naik mobil mewahnya. He..he..he..,’ kata Arif bercanda.

‘Saya tidak boleh ikutan. Begitu peraturannya. Semua karyawan Foto Studio ini tidak boleh ikutan,’ jawab si mbak itu.

‘Saya justru takut kalau menang undiannya, mbak. Saya tidak sanggup punya mobil mewah. Saya belum bisa nyetir. He..he..he..’ ujar Arif sambil tertawa.

‘Isi aja Rif! Isi aja atas nama sekolah!’ usul Hardi kembali, yang sekarang sibuk memasuk-masukkan foto-foto itu kedalam album plastik.

Arif mengisi kupon itu asal-asalan. Dia memasukkan nama lengkap pak Umar dan mengisi keterangan identitas dengan ‘Kepala Sekolah SMU 369 Jakarta’ di kupon itu, sebelum memasukkannya ke kotak yang disediakan. Potongan kupon itu dimasukkannya kedalam album di belakang foto, kebetulan yang ada dirinya. Setelah itu mereka berdua meninggalkan Foto Studio, langsung pulang. Hardi terlebih dahulu mengantarkan Arif ke rumahnya, di Pondok Bambu.

Sampai di rumah Hardi menempelkan foto-foto itu di kertas karton manila untuk dipajang di papan pengumuman OSIS besok. Setiap foto itu diberi nomor untuk memudahkan bagi yang berminat memesannya.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Hardi menempel karton manila berisi foto-foto itu di papan pengumuman OSIS. Beberapa orang murid-murid yang berada dekat papan pengumuman langsung ramai-ramai melihatnya. Hardi tidak lupa menyediakan lembaran khusus untuk diisi oleh yang ingin memesan foto-foto tersebut.

Sementara itu mata Hardi menangkap sebuah pengumuman lain tentang rencana mendaki gunung Salak pada saat libur kenaikan kelas nanti yang akan dipimpin oleh pak Mursyid. Pengumuman itu berasal dari Grup Pencinta Alam SMU 369.

Hardi adalah anggota Grup Pencinta Alam tersebut. Grup ini sudah lama ada di SMU 369 namun selama ini belum terlalu banyak kiprahnya. Selama tahun ajaran ini, kelompok ini sudah melakukan tiga kali kegiatan yakni melakukan perjananan lintas alam, menyusuri sungai di sekitar Kebun Raya Bogor, melalui daerah perbukitan dan hutan-hutan di sekitar Kebun Bunga di Puncak dan yang terakhir menyusuri pantai di sekitar Anyer. Kegiatan itu dilakukan pada saat libur sekolah. Untuk masa liburan panjang sesudah ujian kenaikan kelas nanti, pak Mursyid merencanakan perjalanan di sekitar gunung Salak dan berkemah di kaki gunung tersebut. Yang berminat untuk ikut serta harus mendaftarkan diri di kantor Tata Usaha mulai dari sekarang.


*****

No comments: