(55)
Ibu Nur sangat cemas. Sudah menjelang maghrib, Arif belum juga pulang. Akhirnya dia tidak sabar lagi. Segera dia tutup warung dan mengajak Budi pergi ke rumah pak RT. Tadi ibu Nur mendengar dari seorang pembeli berita tentang tertembaknya seorang gembong pengedar narkoba di jalan Raden Inten. Malahan ada yang mengatakan yang tertembak itu adalah yang dulu pernah datang ke warungnya. Ibu Nur cemas kalau-kalau hal itu ada hubungannya dengan Arif yang belum juga pulang. Kemana mau disusulnya?
Pak ketua RT ikut cemas mendengar cerita ibu Nur. Dia mengajak ibu dan anak itu pergi melaporkan ke pak ketua RW. Tapi sementara itu berkumandang azan maghrib. Pak RT menawarkan untuk shalat di rumahnya saja sebelum pergi ke rumah pak RW. Sesudah shalat baru mereka bertiga ke sana.
Setelah mendapat laporan lengkap tentang Arif, yang biasanya tidak pernah pulang terlambat kecuali memberi tahu sebelumnya ditambah pula pengalaman Arif kemarin dipukuli preman pengedar narkoba itu, pak ketua RW memutuskan untuk melapor saja ke polsek Pondok Kelapa. Pak ketua RW akan menemani ibu Nur ke kantor polisi itu. Hanya saja terpaksa menunggu karena mobil pak ketua RW sedang dipakai anaknya keluar.
Menjelang shalat isya baru anak pak ketua RW itu datang. Akhirnya sesudah shalat isya baru mereka, pak ketua RW, pak ketua RT, ibu Nur dan Budi, berangkat ke kantor polisi Pondok Kelapa. Ibu Nur tidak kuasa menahan air mata kecemasannya. Betapa khawatirnya dia memikirkan anaknya Arif yang entah dimana keberadaannya saat itu. Budipun ikut tersenguk-senguk sedih. Suasana di mobil itu begitu mencekam. Pak ketua RW mengingatkan ibu dan anak itu untuk bersabar dan berdoa kepada Allah agar Arif dilindungiNya.
Dalam beberapa menit saja mereka sampai di kantor Polsek Pondok Kelapa. Pak ketua RW memarkirkan mobil di lapangan parkir yang luas di depan, di pinggir jalan raya Kali Malang. Berempat mereka memasuki kantor polisi itu, menemui petugas jaga. Mereka langsung melihat Arif ada di sana. Ibu Nur tidak kuasa menahan gejolak hatinya. Begitu dilihatnya Arif berada di kantor itu, dikejarnya lalu dipeluknya. Sersan Saragih tidak sempat bertanya siapa dan apa keperluan mereka yang datang itu. Dia langsung mengerti bahwa itu adalah orang tua anak sekolah yang disuruh tahan malam ini oleh komandannya tadi. Arif menceritakan secara ringkas kejadian yang menimpa mereka berdua sejak siang hari tadi. Arif memperkenalkan rombongan pak ketua RW kepada pak Umar. Pak ketua RW terheran-heran dengan kebijaksanaan polisi menahan guru dan anak yang jelas tidak bersalah dalam kasus penangkapan preman pengedar narkoba itu.
Dia berbicara dengan sersan Saragih meminta agar kedua orang itu dilepas dengan jaminan dari dirinya. Sersan Saragih tidak sedikitpun dapat diajak berunding tentang hal itu. Terjadi perdebatan panjang antara pak ketua RW dengan sersan Saragih. Namun sersan polisi itu setiap kali hanya mengatakan bahwa itu perintah komandannya dan dia tidak berani melangkahinya. Pak ketua RW akhirnya minta nomor telepon komandannya itu dan berusaha meneleponnya melalui HP. Tapi dia tidak bisa dihubungi. Telepon di rumahnya tidak ada yang mengangkat sementara HP nya juga dimatikan.
Ibu Nur meminta izin pergi membelikan makanan dengan ditemani Budi. Pak ketua RW melarang mereka pergi berdua dan menawarkan untuk menemani. Dia marah-marah kepada polisi yang menahan orang tapi tidak memperhatikan bahwa tahanannya belum makan sejak tadi siang. Sersan Saragih tidak bisa berkomentar apa-apa.
*****
Ibu Fatimah semakin cemas ketika azan maghrib pak Umar belum juga kunjung pulang. Dari tadi dia berusaha menenangkan anak-anak dengan mengatakan mungkin ayah pergi mengunjungi seseorang seperti yang pernah dilakukan ayah waktu mengunjungi ibu Ningsih. Ibu Fatimah bukannya tidak cemas. Sudah beberapa kali dicobanya menelpon ke sekolah sejak tadi sore, tapi tidak ada yang mengangkat. Belum pernah pak Umar terlambat pulang seperti sekarang ini. Fauziah yang paling tidak bisa menyembunyikan rasa cemasnya. Sejak jam empat sore berkali-kali dia menanyakan kenapa ayah belum juga pulang. Dan sekarang sesudah azan maghrib berkumandang karena ayah belum juga sampai di rumah Fauziah mulai meneteskan air mata. Ibu masih berusaha menenangkan dan menyuruhnya banyak-banyak zikir dan berdoa semoga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan ayah. Amir mengingatkan ibu untuk berusaha mencari informasi ke rumah sakit atau ke kantor polisi. Siapa tahu ayah dapat musibah di jalan, kata Amir. Mendengar usulan Amir itu, Fauziah tambah terisak-isak. Faisal membujuk adiknya untuk tidak panik.
Sore ini hanya Faisal yang pergi shalat maghrib ke mesjid. Ibu , Amir dan Fauziah shalat di rumah dengan Amir yang jadi imam. Sesudah shalat ibu menelepon ke rumah sakit Harmoni, menanyakan apakah ada orang yang bernama Umar jadi pasien di rumah sakit itu sejak sore tadi. Petugas rumah sakit mengatakan tidak ada. Ibu menanyakan apakah ada korban kecelakaan lalulintas masuk rumah sakit sore itu. Tidak ada juga. Dicoba lagi menelpon ke rumah sakit Keluarga Sejahtera Bekasi, sama juga. Tidak ada pasien bernama Umar. Lalu ke rumah sakit Islam Pondok Kopi. Ada pasien bernama Umar tapi sudah seminggu dirawat di sana. Ibu Fatimah semakin bingung.
Pintu depan diketok orang. Rupanya pak ketua RT yang datang, menagih uang iuran lingkungan. Pak ketua RT ikut prihatin mendengar pak Umar belum pulang dan tidak diketahui dimana keberadaannya. Beliau menganjurkan untuk menelpon kantor polisi Pondok Kelapa. Ibu Fatimah mencobanya dan menanyakan apakah ada korban kecelakaan yang dipantau polisi di daerah Kali Malang sejak siang sampai sore hari ini. Sersan Saragih yang menjawab telpon itu mengatakan tidak ada.
Pak ketua RT akhirnya menawarkan untuk menemani mencari ke rumah-rumah sakit terdekat. Ibu Fatimah, karena didesak Fauziah menerima tawaran itu. Pak ketua RT pulang dulu mengambil mobilnya. Dia mengajak istrinya ikut menemani. Beliau menawarkan agar semua ikut saja pergi mencari. Dan tawaran itupun diterima semua anak-anak yang sangat merasa cemas itu. Karena tadi ibu Fatimah sudah menelpon rumah sakit Harmoni, rumah sakit Islam Pondok Kopi dan rumah sakit Keluarga Sejahtera Bekasi, mereka mencoba mencari di klinik-klinik kecil sepanjang jalan raya Kali Malang. Hasilnya nihil. Karena penasaran, mereka datangi lagi rumah-rumah sakit yang sudah ditelpon tadi. Yang mereka cari tetap tidak ditemukan. Meskipun agak jauh, pak ketua RT mencoba menanyakan sampai ke rumah sakit Keluarga Sejahtera Jatinegara. Tidak ada juga. Fauziah tidak hanya sekedar sesengukan tapi sudah menangis terisak-isak. Ibu memeluknya dan menyuruhnya untuk sabar dan berdoa. Pak ketua RT menyarankan untuk melaporkan saja ke kantor polisi di Kali Malang dekat Lampiri. Mereka menuju ke sana. Petugas polisi menerima mereka dengan ramah. Petugas itu mencatat ciri-ciri pak Umar serta nomor polisi Vespanya yang disampaikan ibu Fatimah. Sebelum meninggalkan pos itu, polisi itu menyarankan untuk melaporkan juga hal itu ke kantor Polsek Pondok Kelapa. Mereka menuruti saran itu.
Sampai di kantor Polsek Pondok Kelapa itu Fauziah yang pertama sekali mengenali Vespa ayah. Vespa itu terparkir dalam keadaan baik. Semua jadi harap-harap cemas. Apakah ayah berada di sini? Kalau iya sedang apa ayah di sini? Mereka semua turun dari mobil kijang pak ketua RT dengan terburu-buru, menuju ke ruang piket polisi. Dari jauh Fauziah pula yang pertama sekali melihat ayah sedang duduk dengan seorang anak sekolah di ruangan dalam kantor yang lumayan besar itu. Fauziah berteriak sambil menangis memanggil dan berlari ke arah ayah. Ayah tentu saja kaget dan menyongsong Fauziah. Serentak, ibu Fatimah, Faisal dan Amir sujud syukur di lantai ruangan itu.
Pak Umar berterima kasih sekali kepada pak ketua RT yang membantu mencari dirinya. Dia menceritakan semua kejadian dari tadi siang. Bahkan dengan pengalaman Arif sejak kemarin. Semua mendengarkannya dengan haru. Seperti yang dicoba oleh rombongan orang tua Arif, pak ketua RT inipun mencoba meminta agar pak Umar dibebaskan. Pak Umar yang baru saja ngobrol dengan sersan Saragih, memberi tahu pak ketua RT bahwa dia dan Arif tidak keberatan menginap di kantor polisi malam ini. Dia mengerti posisi sersan Saragih yang tidak diberi wewenang oleh atasannya membebaskan mereka berdua. Mereka tadi sudah dibekali krem anti nyamuk oleh rombongan ibu Arif. Fauziah heran kok ayah mau nginap di kantor polisi itu. Dia mengatakan ingin menemani ayah seandainya ayah tidak pulang ke rumah malam ini. Ayah memberi tahu Fauziah agar tidak mengkhawatirkan dirinya. Anggap saja ayah lagi berkemah dengan pak polisi di kantornya ini, kata ayah menghibur Fauziah.
Hari sudah jam sepuluh malam. Pak Umar menyarankan agar semua kembali pulang. Tidak lupa dia mengulangi ucapan terima kasih kepada pak ketua RT dan istrinya yang berbaik hati menemani keluarganya mencari dirinya. Merekapun pulang meninggalkan pak Umar dan Arif.
*****
Sebelum kedatangan keluarganya dengan ditemani pak ketua RT, pak Umar sedang berbincang-bincang dengan sersan Saragih. Sersan polisi ini berubah jadi agak ramah. Dia jadi hormat kepada pak Umar setelah mengetahui bahwa pak Umar adalah kepala sekolah SMU 369. Berkali-kali dia minta maaf tidak bisa mengizinkan pak Umar pulang karena perintah atasannya. Atasannya sendiri tadi sore menjalani pemeriksaan di polres Jakarta Timur sehubungan dengan peristiwa tertembak matinya seorang penjahat pengedar narkoba kemarin siang. Sebagai komandan, tindakan anak buahnya itu menjadi tanggung jawabnya dan untuk itu dia diperiksa di kantor polres. Karena itulah dia tidak bisa kembali ke kantornya sore itu.
Obrolan pak Umar dengan sersan Saragih berkembang ke masalah-masalah lain seputar kejahatan dan penanggulangannya. Tentang beratnya tugas polisi untuk membasmi peredaran narkoba. Tentang jaringan pengedaran narkoba yang bagaikan gurita raksasa yang susah diberantas. Sersan Saragih menceritakan bahwa dia pernah hampir jadi korban pada suatu operasi penyergapan pengedar narkoba beberapa bulan yang lalu. Itulah resiko tugas polisi, katanya. Sementara kalau penjahatnya sampai mati seperti kejadian kemarin, polisi harus bisa membuktikan bahwa tindakan itu bukan kesalahan mereka. Pembuktian itu memerlukan pemeriksaan sangat teliti dilingkungan polisi sendiri. Keterangan yang diberikan harus jelas dan masuk akal. Kalau tidak, resikonya mereka akan mendapat hukuman disiplin dan bukan tidak mungkin akan berlanjut sampai ke pengadilan.
Sesudah rombongan keluarga pak Umar pulang mereka meneruskan lagi bincang-bincang mereka sampai larut malam.
*****
Subuh itu keluarga pak Umar tanpa pak Umar sendiri tetap pergi shalat subuh ke mesjid. Sesudah shalat, pak Abdus Salam menanyai Faisal kenapa pak Umar tidak hadir. Faisal mengatakan bahwa pak Umar berada di kantor polisi. Jamaah mesjid Al Muhajirin itu gempar mendengarnya. Faisal menjelaskan pengalaman pak Umar siang kemarin. Mendengar cerita Faisal, para jamaah itu memutuskan untuk pergi mengunjungi pak Umar ke kantor polsek Pondok Kelapa. Tiga orang yang punya mobil menyiapkan mobil mereka. Enam belas orang jamaah mesjid itu, masih pakai sarung dan baju koko ikut pergi ke kantor polisi. Di antaranya adalah pak Andi Hakim yang menantunya juga seorang perwira polisi.
Sersan Saragih kaget dengan kedatangan rombongan jamaah mesjid sebanyak itu pagi-pagi sekali begini. Pak Andi menanyakan siapa nama komandannya dan nomor telpon rumah komandan itu. Dia menghubunginya dengan HP. Dan ternyata tersambung. Pak Andi langsung memberondong lawan bicaranya dengan kata-kata yang keluar bak peluru mitraliur.
‘Hallo. Boleh saya bicara dengan inspektur Djono?…….. Ya…inspektur Djono, saya ini Andi Hakim, mertua assiten superintenden Andi Ahmad yang di polres Jakarta Timur. Begini, saya sedang berada di kantor sampeyan di Polsek Pondok Kelapa. Di sini ada seorang guru, seorang kepala sekolah SMA dan seorang muridnya dizalimi..ditahan sejak kemarin siang oleh anak buah sampeyan. Apa sampeyan bisa datang menyelesaikan urusan orang ini sekarang?.……. Ah?…Ya. Sekarang ini juga atau beritahukan anak buah sampeyan untuk membebaskannya……Apa hubungan saya dengannya?…. Dia itu imam mesjid kami….. Dia itu bukan penjahat….. Pokoknya sampeyan kami tunggu sekarang di sini, di kantor ini……Ya sekarang, guru ini belum pulang dari kemarin dan pagi ini dia harus mengajar….. kami tunggu segera,’ pak Andi lalu mematikan HPnya.
*****
Jam setengah enam lebih lima inspektur Djono sampai di kantor Polsek Pondok Kelapa. Kaget sekali dia melihat banyak orang berkopiah, pakai sarung dan berbaju koko berada di kantornya. Begitu melihat inspektur Djono datang pak Andi Hakim langsung menyongsongnya.
‘Saya yang tadi menelpon sampeyan, nama saya Andi Hakim,’ katanya memperkenalkan diri.
‘Oh bapak yang mertuanya pak Andi Ahmad? Maaf pak, ada apa yang terjadi di sini? Apakah ini semua rombongan bapak?’ tanya inspektur Djono.
‘Betul, ini semua rombongan saya. Kami jamaah mesjid Al Muhajirin di perumahan perumnas Jatiwangi. Imam mesjid kami tidak dibolehkan pulang dari sini padahal dia tidak bersalah. Maksudnya dia bukan tahanan, tapi tidak diperbolehkan pulang. Kami mau protes,’ kata pak Andi Hakim mulai saja sengit.
‘Tenang dulu, pak. Mungkin ini yang berhubungan dengan kasus penangkapan dua orang kemarin yang diduga anak buah Udin Pelor. Ini kasus narkoba sehingga kami perlu berhati-hati sekali. Memang saya yang menyuruh anak buah saya menahan dulu semua yang terlibat, baik yang tersangka maupun saksi-saksinya. Mana orangnya pak…. yang bapak maksud?’ tanya inspektur Djono pula.
Mereka berbicara masih di pelataran parkir. Keduanya lalu melangkah masuk ke ruangan kantor. Sersan Saragih memberi hormat kepada komandannya dan memperkenalkan pak Umar dan Arif, yang ditahan sejak siang kemarin. Inspektur Djono menyalami keduanya dan tidak lupa mohon maaf.
‘Maaf, pak saya kemarin berurusan di polres sampai sore sekali. Malamnya masih ada keperluan lain sehingga saya tidak bisa ke sini kemarin sore. Ini… adik ini kalau tidak salah yang dulu pernah melapor ke sini waktu diancam sama si Udin Pelor, kan?’ tanya inspektur Djono.
‘Betul pak, ‘ jawab Arif.
‘Jadi bagaimana ceritanya? Apa yang terjadi kemarin? Ringkas saja. Harusnya ada dalam laporan anak buah saya, tapi tolong bapak ceritakan secara ringkas saja,’ ucap inspektur Djono.
Pak Umar menceritakan kejadian kemarin siang itu secara ringkas.
‘Baiklah pak, saya masih memerlukan keterangan bapak, tapi biar nanti saja. Mungkin nanti saya yang datang ke sekolah bapak, kalau bapak tidak keberatan. Sekarang bapak dan adik ini boleh pulang. Sekali lagi saya mohon maaf karena menahan bapak berdua semalam di sini,’ katanya.
Pak Umar mengucapkan terima kasih. Rombongan itu pulang dengan perasaan lega. Pak Umar tadinya masih mau mengantarkan Arif pulang ke rumahnya terlebih dahulu. Tapi pak Rajudin mencegahnya dan beliau mau mengantarkan Arif dengan mobil. Pak Abdus Salam menemani pak Umar naik Vespa.
*****
No comments:
Post a Comment