Tuesday, October 28, 2008

SANG AMANAH (37)

(37)

Pagi ini ada acara khusus di SMU 369. Kemarin semua murid-murid, guru-guru, pegawai Tata Usaha, petugas keamanan, sudah diberitahu bahwa pagi ini, semua tanpa kecuali diminta berkumpul di lapangan upacara. Pagi ini akan ada pengarahan dari kepala sekolah mengenai tata tertib sekolah. Jam tujuh semua sudah berkumpul. Murid-murid berbaris dalam kelompok kelas masing-masing. Sementara guru-guru dan pegawai yang bukan guru berjajar menghadap ke lapangan. Acara ini bukan upacara bendera. Pak Umar mengambil tempat di podium dan segera memulai wejangannya.

‘Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Rekan-rekan guru dan anak-anak sekalian.

Karena sejak kemarin saya sudah resmi menjadi kepala sekolah di SMU ini, maka kemarin…. hari pertama saya sebagai kepala sekolah, saya melakukan pemeriksaan di sekolah kita ini. Dan saya telah menemukan banyak hal-hal luar biasa yang cukup mencengangkan saya. Langsung ke pokok masalah, saya menemukan bahwa sekolah kita yang sangat anggun terlihat dari luar ternyata di dalamnya menyimpan penyakit-penyakit yang perlu kita obati. Saya sudah memeriksa semua kamar kecil, baik di lantai dasar maupun di lantai atas. Kamar kecil di lantai atas semua kotor dan bau. Dinding dan pintu kamar kecil itu penuh dengan coretan-coretan. Bahkan ada tulisan dengan kata-kata yang tidak senonoh. Ini menunjukkan ketidak perdulian murid-murid terhadap pentingnya arti kebersihan. Di bagian belakang gedung sekolah yang bersebelahan dengan pagar, saya menemukan banyak sekali sampah-sampah plastik, kertas, bungkus coklat, bungkus biskuit, kotak rokok, yang kelihatannya justru dibuang dari jendela kelas. Saya mengunjungi gudang, perpustakaan, kantin, pekarangan mesjid sekolah di sebelah selatan, dimana saya menemukan banyak hal-hal yang mengejutkan saya. Di antara yang cukup mengejutkan adalah banyaknya pecandu rokok di antara kalian dan mereka sepertinya menganggap seolah-olah merokok tidak dilarang di sekolah ini. Saya bahkan menemukan juga bahwa persediaan rokok dalam jumlah banyak terdapat di kantin. Saya temukan gudang yang kunci gemboknya dirusak, dan kelihatannya ada yang memanfaatkan gudang itu untuk keperluan yang patut dicurigai. Oleh karena itu saya perlu menjelaskan beberapa hal.

Pertama-tama yang menyangkut kebersihan. Kebersihan sekolah ini adalah tanggung jawab kita semua tanpa kecuali. Oleh karenanya kita harus menjaga kebersihan sekolah ini dengan sebaik-baiknya. Pagi ini, sesudah acara penjelasan ini kita semua akan bergotong royong membersihkan tempat-tempat yang saya katakan kotor tadi. Kita akan membersihkan kamar kecil di lantai atas, membersihkan pekarangan di dekat pagar tembok. Saya sudah memintakan pak Mursyid dan pak Hardjono untuk mengatur siapa yang membersihkan bagian mana. Saya katakan kita, karena saya sendiri akan ikut serta. Coretan-coretan spidol akan kita cat pada waktu yang akan datang. Dan mulai hari ini…saya minta dengan sangat…. dengan hormat…. tidak ada lagi corat-coret seperti itu.

Yang kedua menyangkut masalah rokok. Sekolah ini mulai hari ini saya nyatakan bebas asap rokok. Tidak ada seorangpun yang diizinkan merokok di dalam pekarangan maupun di dalam kelas, di ruangan guru, di kantin, di perpustakaan, di gudang sekolah. Larangan ini berlaku bagi semua. Jadi mohon maaf, termasuk guru-guru, pegawai TU, petugas keamanan, saya minta dengan segala hormat untuk tidak lagi merokok di lingkungan sekolah mulai saat ini. Di luar pagar sekolah silahkan merokok. Kepada murid-murid yang masih kedapatan merokok akan dikenakan sangsi.

Sebelum menjelaskan sangsi-sangsinya, saya minta agar mulai hari ini setiap murid menyiapkan sebuah buku tulis yang akan digunakan sebagai buku catatan kepribadian murid. Buku catatan itu boleh buku tulis bekas asal masih ada lembaran yang masih belum digunakan. Setiap guru piket yang mendapatkan murid-murid mana saja melakukan pelanggaran terhadap peraturan sekolah diminta menegor dan mencatat pelanggaran itu di dalam buku catatan tersebut. Pada saat yang sama guru piket mencatatnya pula di buku catatan petugas piket.

Sangsi bagi murid-murid yang masih kedapatan merokok di sekolah pertama kali sejak sekarang adalah disuruh pulang untuk hari itu dan pelanggarannya dicatat di buku catatan kepribadian. Apabila yang bersangkutan kedapatan merokok yang kedua kalinya, maka dia akan dilarang masuk sekolah selama seminggu dengan memberi tahukan orang tuanya dan pelanggarannya dicatat di buku yang sama. Apabila sesudah dua kali kedapatan, masih melakukan pelanggaran yang ketiga kalinya, murid tersebut boleh memilih antara dikeluarkan dari sekolah ini, pindah ke sekolah lain atau tidak boleh bersekolah selama satu tahun. Hal ini bukan sangsi yang dibuat mengada-ada melainkan sesuatu yang sangat bersungguh-sungguh dengan tujuan agar semua murid dapat mematuhinya. Kepada guru-guru maupun karyawan non guru yang melakukan pelanggaran terhadap larangan merokok akan dikenakan tindakan administrasi.

Perbuatan mencorat-coret untuk mengotori apapun di sekolah, apakah itu meja belajar, pintu kamar kecil, tembok sekolah, kendaraan orang lain, kantin sekolah juga akan dikenakan sangsi. Sangsinya adalah, bagi yang melakukan pelanggaran mencorat-coret dengan menggunakan spidol yang tidak bisa dicuci, untuk pertama kalinya, diharuskan membersihkan kembali coret-coretannya tersebut dan perbuatannya dicatat di buku catatan kepribadian sebagai pelanggaran pertama. Mengulangi kesalahan yang sama kedua kalinya, di samping di suruh membersihkan kembali akan dikenakan pelarangan masuk sekolah selama dua hari. Melakukannya lagi yang ketiga kalinya, akan dilarang masuk sekolah selama dua minggu. Kalau setelah itu masih melakukan lagi kesalahan yang sama berarti yang bersangkutan tidak betah lagi bersekolah di sini, jadi kita persilahkan saja meninggalkan sekolah.

Pemeriksaan dan pengawasan seperti yang saya lakukan kemarin, insya Allah akan tetap saya lakukan dengan teratur selama saya masih bertugas di sekolah ini. Segenap guru-guru akan terlibat dalam pengawasan terhadap tegaknya peraturan tadi. Mungkin akan timbul pertanyaan kenapa mesti ada sangsi yang sangat berat itu. Sangsi ini diperlukan untuk tegaknya peraturan. Tanpa sangsi maka peraturan tidak akan ada gunanya. Dan sangsi yang saya sebutkan dibuat secara bertahap agar dapat dipatuhi dengan segala perhitungan yang normal. Kalau kalian berani mencoba-coba berarti kalian berani mengambil resiko dan resikonya sudah diberitahukan sejelas-jelasnya. Ini bukanlah peraturan yang diputuskan secara mendadak melainkan peraturan yang sebenarnya sudah ada tapi selama ini belum diterapkan bersungguh-sungguh.

Ringkasnya saya mengajak semua fihak di sekolah ini untuk berubah. Berubah dari sikap egois dan mementingkan diri sendiri menjadi sikap bertoleransi. Merokok mencerminkan sikap egois, yang mementingkan kepuasan diri sendiri dan mengabaikan gangguan yang ditimbulkannya kepada orang lain. Berubah dari sikap vandalis kepada sikap cinta kebersihan dan kerapihan. Berubah dari sikap sembrono dan tidak santun kepada sikap sopan dan berakhlak yang baik. Untuk diingat bahwa kita berada di lingkungan sekolah, tempat menuntut ilmu dan tempat belajar menjadi manusia yang tahu dengan tata krama, dengan sopan santun.

Akhirnya saya sudahi pesan-pesan ini dengan harapan agar kiranya dapat diindahkan dengan sebaik-baiknya. Sesudah ini seperti yang saya katakan tadi, kita akan begotong royong selama lima belas menit, membersihkan pekarangan terutama yang di samping gedung sekolah dan kamar-kamar kecil.

Terima kasih, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.’

Murid-murid kemudian membubarkan diri dan mengikuti petunjuk yang sudah disusun oleh pak Mursyid dan pak Hardjono. Pak Umar ikut mengemasi dan mengumpulkan sampah di pekarangan samping, memasukkannya ke keranjang sampah. Semua guru-guru, karyawan Tata Usaha dan semua murid ikut bekerja mengikuti contoh yang diberikan langsung oleh bapak kepala sekolah.


*****

Pak Situmorang mendatangi pak Umar sesudah selesai kerja gotong royong. Dia mau protes atas peraturan yang baru saja diumumkan oleh kepala sekolah mengenai kebijaksanaan baru tentang larangan merokok. Kedua orang guru itu terlibat dalam perdebatan yang cukup keras.

‘Boleh saya minta waktu sebentar pak,’ pak Situmorang memulai pembicaraan.

‘Tentu, pak Situmorang. Mungkin lebih baik kita berbicara di ruangan saya saja,’ jawab pak Umar.

Pak Situmorang mengikuti pak Umar ke ruangannya.

‘Maaf nih pak. Terus terang saja, saya mau protes. Saya tidak setuju dengan kebijaksanaan ‘tidak boleh merokok’ yang bapak canangkan termasuk untuk guru-guru dan pegawai sekolah. Saya rasa itu melanggar hak azazi kami para perokok. Kalau bapak melarang murid-murid itu bisa dimengerti. Tapi, kami yang sudah guru-guru ini kenapa pulak mesti dilarang-larang. Itu sajanya pak. Jadi sekali lagi saya tidak setuju dengan larangan itu.’

‘Saya mengerti keluhan pak Situmorang. Tapi apakah menurut pak Situmorang wajar kalau kita larang murid melakukan suatu hal karena hal tersebut tidak baik tapi dibiarkan kalau dilakukan oleh guru?’

‘Ya, kenapa tidak? Mereka belum pantas untuk merokok, belum bisa mendapatkan uang untuk membeli rokok. Jadi wajar kalau dilarang. Sedangkan kami, kami membeli rokok dengan uang kami sendiri, kenapa mesti dilarang?’

‘Kalau soal mencari uang tentu berbeda. Tapi mereka mendapat uang jajan dari uang tua mereka. Mungkin ada yang dapat uang jajan lebih besar dari gaji kita. Jadi itu bukan ukuran. Ini peraturan untuk mendidik. Dan dimana-mana di dunia ini ada yang namanya peraturan. Begitu juga di sekolah ini kita perlu menegakkan peraturan.’

‘Tapi ya…. peraturan yang adillah pak! Saya ini sudah sejak mahasiswa…. sudah sepuluh tahun lebih merokok, belum pernah ada orang yang melarang-larang saya. Baru sekarang ini, karena bapak jadi kepala sekolah di sini, saya dilarang orang. Padahal saya sudah empat tahun mengajar di sini tidak ada masalahnya selama ini. Kenapa pulak sekarang mesti berubah?’

‘Pak Situmorang! Saya tidak melarang anda merokok. Saya hanya menetapkan di lingkungan sekolah ini tidak boleh merokok. Kalau anda mau merokok kan bisa dilakukan diluar sekolah?’

‘Ah, itu bertele-tele namanya itu, pak. Tidak melarang…. hanya tidak boleh. Macam mana pulaknya itu?’

‘Apakah anda tidak bisa menerima, bahwa di tempat-tempat tertentu ada peraturan yang berlaku dan memang harus dipatuhi?’

‘Di sini sejak lama tidak ada peraturan itu pak. Kenapa pulak sekarang mesti diada-adakan?’

‘Karena kita ingin menegakkan disiplin di sini. Dulu mungkin tidak ada disiplin. Atau mungkin tidak diperdulikan orang. Saya ingin merubah itu. Kita harus bisa belajar berdisiplin.’

‘Kenapa peraturan merokok yang bapak buat? Kenapa tidak peraturan yang lain? Tidak boleh terlambat kek, tidak boleh membolos kek, tidak boleh berpacaran kek. Kenapa mesti tidak boleh merokok?’

‘Pak Situmorang biasa ke gereja kalau hari Minggu kan? Apa di gereja dibolehkan merokok?’

‘Di gereja itu sejak saya kecil sudah dilarang. Kalau di sini sejak saya jadi guru tidak ada yang melarang. Baru bapak ini yang melarang. Ini yang tidak adil namanya.’

‘Sekarang…. kalau seandainya bapak-bapak yang lain termasuk pegawai Tata Usaha tidak lagi merokok di lingkungan sekolah, apakah pak Situmorang akan tetap merokok sendirian?’

‘Iyah… kenapa bapak larang orang-orang itu? Kan tidak adanya hak bapak melarang-larang mereka.’

‘Bukan…. maksud saya, seandainya semua orang sudah mau berhenti?’

‘Mereka bukannya berhenti secara sukarela. Mereka berhenti kan karena bapak larang. Karena bapak menggunakan kekuasaan tadi itu.’

‘Ya…katakan karena mereka terpaksa menerima peraturan…lalu mereka tidak merokok di sekolah, apakah pak Situmorang akan tetap merokok?’

‘Kalau dilarang saya juga akan terpaksa berhenti. Tapi itu tidak fair namanya. Kenapa pulak orang dewasa dilarang-larang merokok. Kan mengada-ada namanya peraturan macam begitu.’

‘Begini saja pak Situmorang. Saya sudah menetapkan demikian peraturannya. Saya tidak mau merubahnya.’

‘Ya sudahlah. Tapi saya ingatkan, bapak membuat sebuah peraturan yang sangat tidak populer. Sangat diktator. Mungkin memang begitu kebiasaan bapak, saya tidak tahu. Dengan sangat terpaksa saya patuhi larangan itu. Baiklah pak, itu sajanya.’

‘Baik. Terima kasih kalau begitu.’

Pak Situmorang meninggalkan ruangan kepala sekolah dengan perasaan masih dongkol. Di ruangan guru ada pak Sutisna dan pak Sofyan yang rupanya mendengarkan pembicaraan di dalam kantor kepala sekolah tadi karena pintunya tidak ditutup.

‘Jadi bagaimana pak Situmorang?’ tanya pak Sutisna.

‘Apanya yang bagaimana? Parah kali boss baru ini. Macam-macam saja peraturan dibuatnya. Lebih galak pulak dia lagi dari bapakku. Dulu waktu masih kecil bapakkunya yang macam itu. Main larang, main serba tidak boleh. Sekarang kan sudah bukan anak-anak laginya kita ini?’ pak Situmorang masih meneruskan uneg-unegnya.

‘Tapi berani nggak? Kalau cuman ngomel-ngomel mah semua juga bisa?’

‘Maksudnya apa pulak ini pak Tisna ini? Mau memprovokasi?’

‘Ee….ini mah lain provokasi. Kalau pak Situmorang berani terus merokok, siapa tahu masih banyak yang ikutan. Kalau pak Situmorang berani, saya juga beranilah….sooklah. Berani nggak?’

‘Ah…bukan urusan berani nggak beraninya ini. Urusan konduite kita yang bisa dibikinnya hancur nantik. Begini-begini saya kan bermimpi juga kepingin jadi kepala sekolah.’

‘Kalau gitu mah jangan ngadumel wae atuh. Sudah sajah nggak usah banyak omong lagi. Saya kirain teh berani ngalawan peraturan. Teu nyahona paur oge.’

‘Ah..sudahlah pak Tisna. Janganlah memancing-mancing juga lagi.’

‘Kenapa mesti pusing benar sih? Kan yang dilarang cuma di sekolah. Di luar masih bisa merokok. Apa pula yang diributkan?’ pak Sofyan mencoba menengahi.

‘Kalau pak Sofyan tentulah iya. Merokok cuman sekedar kepas-kepus saja. Tak merokokpun tak apa. Nah awak ini mana mungkin? Ah sudahlah…. Janganlah bicara rokok jugak lagi…menambah pusing kepala sajanya…..’


*****

No comments: