Wednesday, February 27, 2008

SEMINGGU DI RANAH BAKO (bag.21)

21. Teluk Bungus

Teluk Bungus terletak sekitar 20 kilometer di sebelah selatan kota Padang. Untuk mencapainya harus melalui jalan ke Teluk Bayur dan terus ke arah selatan melalui jalan berliku di perbukitan di tepi pantai. Sepanjang jalan di punggung bukit ini terlihat pemandangan yang indah dan memukau. Terutama pemandangan ke arah lautan Hindia yang luas terbentang, dengan warna biru berkilau. Teluk Bungus merupakan sebuah teluk yang cukup luas, bahkan lebih luas dari pelabuhan Teluk Bayur, dan menjadi objek wisata yang sangat populer di kota Padang. Dikelilingi oleh perbukitan, bibir pantai Teluk Bungus terlihat agak sempit di bagian utara dan selatan. Jalan masuk ke pantai di teluk ini terletak di bagian tengah teluk, menurun dari bukit ke arah pantai yang lebih lebar di bagian ini.

Orang datang ke sini untuk berenang dan menyelam, melihat keindahan dasar laut dengan segenap faunanya. Ada juga yang datang untuk memancing. Di sisi sebelah utara ada perkampungan nelayan, dan orang juga dapat melihat perahu nelayan yang beriring-iring dari sini menuju ke tengah laut untuk mencari ikan. Di bagian tengah yang lebih luas dan landai banyak terdapat bungalow dan villa, tempat orang dari kota Padang datang menginap di akhir pekan. Suasana di Teluk Bungus lebih tenang dibandingkan dengan suasana kota Padang yang sibuk dan ramai.

Dinas pariwisata pemerintah daerah menjaga benar keindahan dasar laut di teluk ini karena pemandangannya sangat menyenangkan bagi para pelancong. Penggunaan speed boat dan perahu bermotor dilarang agar tidak mencemari laut. Disini pelancong bisa juga berlayar dengan menggunakan perahu layar tanpa mesin. Atau mereka dapat menyelam ke dasar laut di bagian pinggir yang hanya sekitar dua atau tiga meter dalamnya. Bagian dasar laut ini ditumbuhi terumbu karang berwarna warni dan banyak ikan berukuran kecil sampai sedang bermain di sela-sela karang.

Jam delapan kurang, Pohan dan Aswin sudah sampai di Teluk Bungus. Tapi sebelumnya mereka masih sempat melihat orang menarik pukat tidak jauh dari Hotel Pangeran. Orang menarik pukat itu terlihat secara kebetulan oleh Aswin, di pantai sebelah utara bangunan hotel, ketika dia memandang dari jendela hotel. Tadi, jam enam pagi mereka sudah sarapan. Dan sesudah itu langsung check out dari hotel. Sebelum menuju ke arah Teluk Bayur untuk pergi ke Teluk Bungus, mereka singgah ke tepi pantai di sebelah utara hotel, ke tempat para nelayan sedang menarik pukat beramai-ramai. Pemandangan orang menarik pukat yang dilakukan tidak jauh dari hotel ini termasuk sebuah atraksi untuk ditonton pelancong yang menginap di hotel. Sebelumnya, kegiatan ‘mahelo pukek’ ini sudah semakin langka. Mungkin karena secara materi hasilnya semakin kurang meyakinkan. Pukat yang di tarik beramai-ramai oleh sekumpulan sekitar lima belas orang, sebelumnya menjelang subuh dihantarkan dengan perahu ke tengah laut, sekitar dua sampai tiga kilometer dari pantai. Begitu matahari terbit, mulailah para nelayan itu bergotong royong menarik atau ‘mahelo pukek’ di pantai yang berpasir. Menarik pukat dalam formasi berbaris ke belakang, berjalan mundur dengan tangan menghela tali pukat, bahkan ada yang dengan melilitkan tali itu ke pinggangnya. Setiap kali yang paling belakang cukup jauh dari tepi air dia berpindah kembali ke depan, menarik sejak dari batas hempasan ombak. Begitu bergantian berulang-ulang.

Banyak pelancong yang menyaksikan pagi ini. Bahkan ada yang ikut membantu menarik pukat. Dua orang turis Jepang, ikut berbaris, menghela seirama dengan para nelayan. Mungkin sebagai pembuktian betapa cintanya orang Jepang terhadap usaha mencari ikan. Gerakan itu terus berlalu, berjalan mundur ke belakang, menghela dalam tarikan nafas, meski ada juga yang bersenandung dalam gumaman lagu ’Helo pukek iyo rang helokan’.

Kira-kira sejam sejak tarikan pertama, semakin dekat pukat itu ke pantai. Bahkan sudah terlihat beriak-riak di dalam laut yang bukan riaknya gelombang. Ketika ikan di dalam pukat berusaha menggelepar dalam pukat yang semakin menyempit saja. Lalu satu, dua, tiga, empat lima, enam............. Seseorang memberi komando, karena perut pukat sudak muncul di pasir yang masih dihempas oleh ombak. Menggelembung penuh berisi ikan. Pukat itu sampai sudah di pantai, ditarik ketempat yang lapang dimana kemudian ikan-ikan itu diambil dan dipindahkan ke keranjang-keranjang yang sudah disediakan. Macam-macam ikan yang tertangkap. Tenggiri, cakalang, kakap, dan entah apa saja lagi. Bermacam-macam pula warnanya. Semua menggelepar-gelepar. Dan tertangkap pula seekor kura-kura di dalam pukat. Yang tadi memberi komando, yang mungkin memang pemimpin nelayan itu menyuruh lepaskan penyu itu kembali ke laut. Karena memang ada himbauan pemerintah daerah untuk melindungi penyu.

Kedua orang Jepang yang ikut menghela pukat nampak sangat excited. Dia ikut menimang-nimang ikan tenggiri sebelum memasukkannya ke keranjang. Si pemimpin berceloteh.

’Hajan inyo ko mah yuang. Agieh lah inyo gak duo ikue, nak dimakan nyo matah-matah lauek tu...’

Teman-teman nelayan tertawa mendengar.

Aswin juga sangat terkagum-kagum melihat hasil tangkapan dengan cara tradisional yang sederhana itu. Terkagum-kagum melihat ikan segar dan besar-besar menggelepar. Ada ikan kakap yang sekitar sepuluh kilo beratnya. Tangkapan yang sangat bagus. Dan ikan-ikan yang besar-besar itu tanpa dilelang sudah dipesan oleh hotel. Untuk jadi santapan tamu hotel nantinya. Ikan segar yang baru keluar dari laut yang kaya raya, di hadapan kota Padang.

Setelah menyaksikan pemindahan ikan ke keranjang itu barulah Aswin dan Pohan berangkat meninggalkan pantai. Keluar ke arah jalan raya Ir. H. Juanda kembali. Berbelok ke kanan. Mereka menuju ke arah Teluk Bayur. Melalui jalan yang sedikit macet di tengah kota. Mereka sempatkan juga melihat-lihat sambil terus melaju, bagian-bagian kota Padang. Berjalan di jalan raya di tepi pantai. Melalui Muaro, jembatan Siti Nurbaya, Kampung Cina dengan bangunan antik tempo doeloe di Pondok.

Lalu terus ke arah pelabuhan Teluk Bayur. Terus lagi ke arah selatan melalui jalan berbukit dan berliku. Kadang-kadang mendaki, lalu berbelok, menurun dan berbelok patah mengelilingi bukit. Kadang-kadang merapat ke pantai lalu agak menjauh. Di sepanjang jalan terlihat pohon-pohon cukup tinggi berbaur dengan pohon kelapa di lereng perbukitan ini. Setelah melalui semua itu akhirnya mereka sampai di Teluk Bungus.

’Waaw, ini bagus sekali,’ komentar Aswin waktu mereka turun menuju pantai Teluk Bungus, memandang teluk luas yang hanya beriak kecil saja di pagi ini, terbentang di hadapan.

’Inilah Teluk Bungus,’ kata Pohan.

’Indah. Sangat indah,’ kata Aswin.

Pantai Teluk Bungus sudah ramai pagi-pagi begini. Para pelancong ramai-ramai berenang dan menyelam. Dan ada juga yang masih berjalan-jalan di sepanjang pantai tapi sudah berpakaian untuk berenang. Laut biru dan tenang memang sangat mengundang untuk diterjuni dan dijelajahi.

’Kita bisa menyewa alat untuk menyelam di sini,’ kata Pohan waktu mereka keluar dari mobil.

’Pakaian dan tabung udara untuk menyelam maksudnya?’

’Mungkin itu juga ada. Tapi bukan itu yang aku maksud. Sekedar alat snorkling. Untuk melindungi mata. Kita tidak usah sampai masuk jauh ke tengah laut. Di pinggir-pinggir sini saja cukup indah dasar lautnya,’ kata Pohan.

Dan itulah yang mereka lakukan. Menyewa alat snorkling, berikut sepatu pendayung, dan menyelam di sekitar pinggir laut yang relatif tenang airnya. Indah sekali pemandangan di bawah sana, dengan terumbu karang dan ikan-ikan yang seolah-olah seperti bisa ditangkap dengan tangan. Kedua anak muda itu sangat pandai berenang dan menyelam. Mereka seperti melayang dalam air. Mengejar ikan-ikan yang tentu saja jauh lebih gesit. Bergerak ke mana-mana. Bermacam-macam jenis dan warna ikan di bawah sana. Ada ikan-ikan kecil berwarna hijau kekuningan yang ratusan atau bahkan mungkin ribuan jumlahnya berenang berkelompok. Seperti ada komandan pemimpinnya, dan yang lain, yang jumlahnya sangat banyak itu mengiring di belakang, berenang melingkar-lingkar. Dan ada pula cumi-cumi yang berenang seperti payung yang mengembang menguncup lucu sekali. Di dasar laut, di sela-sela karang, ada sejenis ikan yang bersembunyi, mengintip mangsanya, ikan kecil lainnya dan dengan kesigapan luar biasa menangkap mangsa itu.

Mereka lihat ikan pari berenang. Ada tiga ekor berenang terpisah. Ikan yang mirip tempayan besar, dengan buntut panjang. Aswin memberi isyarat agar menjauh dari ikan pari itu. Pohan maklum dengan isyarat itu, bahwa ikan pari sangat berbahaya dengan pecut ekornya yang berbisa. Tapi kalau tidak diganggu, mudah-mudahan ikan itu juga tidak akan menyerang balik.

Semua pemandangan itu indah dan menakjubkan. Tidak bosan-bosan untuk mengamatinya. Turis-turis Jepang atau mungkin juga orang Korea datang dengan perlengkapan yang lebih lengkap dengan kamera, mengabadikan pemandangan dasar laut ini. Mereka menyelam ke tempat yang lebih dalam.

Dengan peralatan sederhana yang mereka sewa, Pohan dan Aswin tidak bisa pergi ke tempat yang dalam. Kadang-kadang mereka naik dulu ke permukaan sebentar lalu kembali lagi berenang dan menyelam. Menikmati panorama bawah air yang sangat elok. Tapi akhirnya mereka kecapekan juga. Sesudah sekitar satu setengah jam bermain dalam air akhirnya mereka berhenti dan keluar dari laut. Aswin yang lebih dulu mengajak keluar.

’Perjalanan kita masih akan berlanjut. Sebaiknya kita tidak terlalu lama di sini. Nanti kamu terlalu capek menyetir,’ katanya.

’OK. Kalau begitu kita keluar sekarang saja,’ kata Pohan setuju.

Mereka mengembalikan peralatan yang mereka sewa. Lalu mandi di kamar mandi di tempat penitipan barang. Dan bersiap-siap untuk berangkat. Di dalam laut masih banyak orang yang berenang dan menyelam. Ada juga yang baru saja sampai.

’Benar-benar indah,’ Aswin berkomentar. ’Kalau waktuku banyak ingin aku menginap di tempat yang cantik ini.’

’Sayang kamu terburu-buru. Atau kamu segera saja kembali lagi. Masih banyak sebenarnya objek wisata yang perlu dikunjungi di negeri ini,’ Pohan mengomentari.

’Aku akan kembali. I shall return, for sure,’ jawab Aswin.

‘Dan jangan hanya untuk seminggu,’ tambah Pohan.

‘You know what? Aku akan berpromosi kepada teman-temanku di sana tentang Minangkabau Country. Akan aku perlihatkan foto-foto yang aku ambil selama kunjungan ini. Satu hari nanti aku akan datang dengan rombongan pelancong ke sini. Kamu bersiap-siap saja untuk jadi pemandu kami. I promise, I shall return.’

‘No problem. Aku akan selalu siap. Insya Allah.’

‘Ya. Insya Allah.’

*****

No comments: