Tuesday, October 7, 2008

SANG AMANAH (6)

(6)

Kedua anak itu pergi keluar, ke tempat parkir sepeda motor. Anto merasa agak plong sesudah dia memberi keterangan yang sebenarnya tentang apa yang terjadi. Dia sudah tidak gemetaran seperti tadi lagi sekarang. Dan dia akan pasrah dengan hukuman apapun yang akan dijatuhkan bapak-bapak guru itu. Dia mengaku salah.

‘Apes bener gue hari ini.. ‘ kata Anto waktu mereka keluar dari ruangan kepala sekolah.

‘Ya…. Dan gue yang lebih apes lagi. Gue ketiban pulung gara-gara lo.’

‘Jadi lo protes? Atau mau ikut menghukum gue? Biar puas?’

‘Nggak juga. Cuman gue pikir sudah waktunya kita berubah. Sudah waktunya kita nggak ugal-ugalan lagi.’

‘Aah. Sok alim lo. Mau insaf? Bagus itu berarti. Ini benar-benar karena kita lagi apes aja, tau?! Ngapain juga kita pake nyari-nyari pentil yang udah di buang itu. Coba kalau kita nggak ke sana, nggak bakalan kita ketangkap basah sama calon kepala sekolah itu.’

‘Kita sebenarnya kan nggak ketangkap basah. Bapak itu juga kagak tau kita lagi ngapain di sana. Cuman lo aja yang udah ketakutan.’

‘Gimana nggak ketakutan?! Berada di tempat parkir pas jam pelajaran jelas aja mengundang kecurigaan. Makanya gue pikir itu kesalahan kita. Ngapain juga kita kembali ke sana. Lo mau aja lagi ikut.’

’Lah, kan elo yang ngajak gue nyariin pentil itu. Kan elo yang keburu ngeper begitu tahu itu Vespa nya kepala sekolah yang baru.’

‘Ya itulah. Benar-benar ditelanjangin kita hari ini. Lain kali kayaknya harus lebih perhitungan kalau mau jahil.’

‘Oo..jadi lo belon kapok? Masih mau nantang lagi? Ada rencana baru yang lebih dahsyat lagi?’

‘Nggak juga sih. Sementara emang gue kapok kayak nya. Biar ‘cooling’ dulu lah.’

‘Terus?’

‘Terus nanti kita pikir-pikir lagi.’

‘Kalau begitu gini aja deh. Gue bukan sok nggak mau bertemen ama lo sih. Tapi gue pikir gue harus menentukan sikap. Karena kasus ban Vespa ini adalah hasil karya lo murni, biar gue pamit sekarang aja deh. Gue mau masuk kelas sekarang. Silahkan lo benahin hasil karya lo ini sendiri. Mulai hari ini gue nggak mau ikut-ikutan lagi urusan yang aneh-aneh kayak gini.’

‘Jadi lo mau ninggalin gue? Tega amat lo. Cuman segitu aja persahabatan?’

‘Ya. Cuman segitu aja. Tapi ini bukan persahabatan. Selama ini gue selalu ikut-ikutan lo. Gue selalu jadi pengikut lo. Buntutnya, lo semakin PD berbuat yang aneh-aneh. Jadi gue pikir mendingan gue istirahat dulu ‘ngefans’ ke lo.’

‘Wan, gue minta tolong deh. Lo bantuin gue ngurusin ban Vespa itu. Habis itu terserah lo. Kalau lo tega mau musuhin gue… ya terserah.’

‘Gue nggak ada niat buat ngemusuhin lo, tau nggak. Tapi gue juga nggak mau lo semakin gila karena selama ini gue selalu jadi pengagum lo. Akibatnya lo semakin pamer dengan keanehan-keanehan. Iya kan? OK, gue bantuin lo urusan kali ini.’

‘Kita harus nyari kunci ban Vespa dimana nih?’

‘Ngapain lo nyari kunci ban? Mau lo copot bannya? Bannya kan nggak apa-apa. Kita cari aja pentil baru ama pompa. Beres kan?’

‘Iya juga. Encer juga otak lo. Kalau gitu kita keluar aja sebentar ke tukang ban.’

‘Nggak, bukan kita. Lo aja yang pergi. Gue tungguin lo di sini. Pompa sebenarnya ada di mobil gue, tapi harus disambungin ke korek apinya mobil. Nanti Vespa ini kita dorong aja ke tempat parkir mobil.’

‘OK. Biar gue pergi sendiri deh. Tapi bagaimana kita mau mendorong ke parkiran mobil? Kan Vespa ini terkunci stangnya.’

‘Lo cari dulu tuh pentil! Soal pompa biar gue yang nyari. Ntar bisa kita pinjam ke pak Dadang, Tata Usaha itu. Gue pernah lihat dia mompa ban sepeda.’

‘Iya deh. Gue pergi sekarang.’

‘Ya sudah. Lo pergi sana.’

Anto bergegas pergi membeli pentil ke tukang ban dekat Kali Malang. Di pintu gerbang dia bilang ke petugas Satpam bahwa dia disuruh pak kepala sekolah. Petugas Satpam yang melihat Anto bersama pak Suprapto sebelumnya mengijinkannya keluar. Anto menanyakan ke tukang ban itu bagaimana cara menghilangkan bekas cat semprot. Tukang ban itu menyuruh coba menggunakan lap dengan bensin, meskipun katanya mungkin tidak akan bersih benar. Anto membeli satu liter bensin yang ditaruh di botol plastik bekas Aqua dan sepotong kain lap. Dia cepat-cepat kembali ke sekolah.

Iwan mendapatkan pompa ban sepeda yang dipinjamnya dari pak Dadang. Kedua anak itu memasangkan pentil baru dan memompa ban Vespa. Sebentar kemudian kedua ban Vespa itu sudah sempurna kembali. Anto mencoba melap bekas cat semprot dengan bensin dan kain lap. Meskipun tidak bersih benar tapi bekas cat itu sudah tidak terbaca lagi. Kedua anak itu tidak sadar bahwa sejak tadi mereka diawasi oleh pak Mursyid dari jauh. Waktu pekerjaan itu selesai pak Mursyid datang mendekat dan menyuruh mereka untuk segera pergi melapor kembali kepada pak Suprapto di ruangannya. Keduanya menuju ke kantor kepala sekolah.

‘Baik. Sekarang kalian boleh masuk kelas. Tapi nanti kalau pak Umar datang saya akan memanggil kalian kembali ke sini. Kamu ingat Anto, pak Umar yang akan memutuskan hukuman untuk kamu atas kelakuan tidak senonohmu hari ini. Kamu mengerti?’

‘Ya pak, saya mengerti.’

‘OK! Sekarang kalian pergi masuk kelas.’



*****

2. Hari Perkenalan (2)

Jam enam lebih tigapuluh lima menit Faisal dan Amir sudah sampai di depan sekolah mereka, SMP 501. Sekolah itu masih sepi. Seperti biasanya mereka termasuk yang paling awal datang di sekolah. Amir ingat bahwa dia harus membeli buku tulis baru. Dia memberi tahu Faisal bahwa dia akan membeli buku itu di kedai di seberang jalan. Faisal membiarkan Amir menyeberang sendiri dan segera memasuki pekarangan sekolah. Begitu turun dari angkot, Amir tergesa-gesa mau menyeberang dan tidak sempat melihat ke kiri dan kanan jalan. Tanpa disadarinya tiba-tiba saja sebuah sepeda motor datang dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi. Pengendara sepeda motor itu tidak menduga ada orang yang akan menyeberang dari belakang angkot yang sedang menurunkan penumpang itu. Meski dia berusaha menghindari tubrukan dengan membelokkan stang sepeda motornya, tidak urung dirinya dan bagian samping motor menghantam tubuh Amir. Amir terpelanting ke belakang dan terhempas ke sisi jalan membentur pinggiran trotoir. Pengendara sepeda motor juga terpelanting menindih tubuh Amir, sedang sepeda motor menghantam tubuh pengendaranya. Kepala Amir luka di dekat telinga kiri karena berbenturan dengan trotoir yang temboknya pecah. Darah mengalir banyak sekali. Faisal yang tengah berdiri di depan kelasnya mendengarkan bunyi rem sepeda motor diikuti hantaman keras dan bunyi benda berat jatuh, berlari ke arah sumber suara untuk mengetahui apa yang terjadi. Dia tidak menyangka bahwa yang ditabrak sepeda motor itu adalah adiknya Amir. Begitu melihat Amir terkapar berlumuran darah, Faisal meloncat sambil berteriak, ‘Ya Allaah….’ Faisal mengangkat tubuh Amir. Amir merintih kesakitan tapi untunglah dia masih bisa mengangkat badannya untuk berdiri. Dia merasa pusing karena benturan di kepalanya. Faisal menutupi kepala Amir yang berdarah itu dengan sapu tangan untuk menahan kucuran darah. Sementara orang-orang disekitar itu sudah berdatangan pula untuk menolong. Pemilik kedai di seberang jalan memberikan obat luka untuk diteteskan di luka itu. Melihat luka yang cukup besar, orang itu menyuruh agar Amir dibawa ke rumah sakit karena luka itu memerlukan jahitan. Sebuah angkot distop dan diminta mengantarkan korban tabrakan itu ke Rumah sakit Harmoni. Faisal yang menemani. Pengendara motor itu ikut pula mengantarkan setelah dia menitipkan sepeda motornya di SMP 501. Si pengendara sepeda motor itu minta maaf kepada Amir dan Faisal. Dia mengatakan bahwa dia akan mengurus pengobatan Amir. Sesampai di rumah sakit mereka langsung menuju ke tempat perawatan Gawat Darurat. Dokter jaga menjahit luka Amir dengan empat jahitan di kepalanya dan sesudah itu dia menyarankan agar Amir beristirahat sebentar di rumah sakit untuk diobservasi, khawatir kalau dia masih pusing.

Sementara Amir mendapatkan perawatan, Faisal teringat untuk memberi tahu ibunya. Dihubunginya ibunya dari telepon umum di rumah sakit itu. Ibu Fatimah sangat terkejut mendengar berita itu dan bergegas pergi menyusul ke rumah sakit. Didapatinya Amir sudah diperban kepalanya dan masih beristirahat di bangsal Gawat Darurat itu. Faisal menjelaskan secara ringkas bagaimana terjadinya kecelakaan itu. Pengendara motor yang menabrak Amir itu, yang bernama pak Sugiman sekali lagi minta maaf kepada ibu Fatimah atas kecelakaan itu dan mengulangi pernyataannya untuk membayar ongkos perawatan Amir. Ibu Fatimah menyadari bahwa kejadian itu semata-mata takdir dari Yang Maha Kuasa dan dia tidak menyalahkan siapa-siapa. Setelah dia mendapat penjelasan dari dokter jaga bahwa keadaan Amir tidak perlu dicemaskan dan dia boleh segera pulang kalau sudah tidak merasa pusing, ibu Fatimah merasa tenang dan bersyukur. Baru dia ingat untuk memberi tahu suaminya. Dia harus menanyakan nomor telepon SMU 369 terlebih dahulu ke Pelayanan Umum Telkom sebelum dapat menghubungi sekolah itu. Meskipun kondisi Amir sudah lebih baik dan dia tidak merasa pusing lagi, ibu menyuruh tunggu sampai ayah datang sebelum mereka bersama-sama pulang. Sementara itu Faisal minta izin untuk kembali ke sekolah.


*****

No comments: