Sunday, January 3, 2010

DERAI-DERAI CINTA (41)

41. DI UJUNG MASA KULIAH

Waktu terus berjalan. Pertengahan tahun 1986. Banyak yang berubah. Perubahan-perubahan yang terencana. Seperti uni Lani yang sudah menikah pada bulan Maret 1986 dengan seorang insinyur mesin. Abang Sofyan namanya. Mereka sudah saling kenal sejak abang Sofyan masih kuliah di ITB. Abang Sofyan adalah urang awak juga, berasal dari Padang Panjang. Dia bekerja di sebuah perusahaan otomotif di Jakarta. Uni Lani sudah menyelesaikan kuliahnya dan menjadi seorang psikolog. Sejak menikah dia ikut dengan suaminya pindah ke Jakarta.

*

Pasangan abang Lutfi dan teteh Yani sudah punya momongan seorang perempuan. Bayi itu lahir sebulan sesudah pesta pernikahan uni Lani. Keluarga muda yang berbahagia ini masih tetap tinggal di Sekeloa, untuk menemani Lala, atas permintaan mak dang Taufik. Sekurang-kurangnya sampai pertengahan tahun 1987 karena pada saat itu mak dang Taufik akan pensiun dan beliau berencana untuk tinggal di Bandung. Mak dang Taufik ingin mengajar di ITB sebagai dosen luar biasa.

Lala dan Yuni sudah menghadapi semester ke lima. Yuni masih tetap tinggal bersama di Sekeloa. Kedua anak gadis itu seperti tidak bisa dipisahkan. Sepertinya Yuni sudah semakin akrab dengan Rizal. Meskipun Rizal mengakui bahwa mereka tidak berpacaran, mungkin karena Rizal malu kepada Imran, tapi yang pasti Rizal semakin sering berkunjung ke Bandung. Sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan. Kalau datang ke Bandung kadang-kadang dia menginap di tempat Imran, kadang-kadang di Sekeloa. Rizal berharap bisa menyelesaikan kuliahnya di tahun itu.

Sementara itu Lala menyibukkan dirinya dengan kuliah. Prestasi kuliahnya bagus. Lala tidak mau berpacaran karena terpengaruh dengan cara berfikir Imran. Berpacaran itu banyak ruginya terutama dilihat dari sudut pandang agama. Lala rajin mempelajari agama. Dia ikut pengajian remaja khusus untuk anak-anak perempuan di masjid Salman yang diadakan setiap hari Minggu pagi.

*

Syahrul sudah menyelesaikan kuliahnya bulan Mai tahun 1986. Dia diterima menjadi dosen di ITB. Menjadi dosen memang merupakan cita-cita Syahrul. Dia ingin seperti ayahnya, menjadi seorang guru. Rencananya dia akan melanjutkan kuliah ke strata dua di Australia. Tapi kapan realisasinya masih belum diketahui. Sementara itu dia tetap tinggal bersama-sama Imran di Taman Sari.

Diam-diam rupanya Syahrul tertarik kepada Ratih. Pernah dengan sangat hati-hati dia mencoba mengajuk hati Ratih, menyampaikan bahwa dia ingin menjadikan Ratih pasangan hidupnya. Ratih tidak menerima tapi tidak pula menolak. Jawaban Ratih waktu itu, dia ingin berkonsentrasi untuk menyelesaikan kuliahnya dulu.

Seperti pengakuannya kepada Syahrul, Ratih menyibukkan dirinya dengan kuliah. Selain Syahrul yang terang-terangan menyampaikan hasratnya ingin menyunting dirinya, selalu saja ada teman pria yang berusaha mendekati Ratih untuk jadi teman istimewa. Tidak ada seorangpun yang ditanggapinya. Dia hanya mau berteman biasa tetapi tidak mau dijadikan pacar. Sementara hubungan persahabatannya dengan Imran berjalan seperti di awal perkenalan mereka dulu. Tidak ada perubahan. Sekali-sekali mereka berdiskusi, berbincang-bincang tentang masalah apa saja. Tapi tidak pernah lebih dari sekedar obrolan biasa. Ratih semakin mengagumi Imran yang begitu keras memegang prinsip.

*

Kaki Imran yang patah akibat kecelakaan sudah kembali normal. Hampir tiga bulan lamanya kaki itu dipasangi gips dan selama itu pula dia harus menggunakan tongkat penyangga. Waktu itu Imran tinggal di Sekeloa selama satu bulan. Setelah itu dia kembali ke tempat tinggalnya di Taman Sari. Pengiriman kain ke Bukit Tinggi berjalan seperti biasa. Sempat terganggu sebentar ketika Imran baru mengalami kecelakaan.

***

Di akhir semester ke delapan Imran sudah menyelesaikan semua mata kuliah. Sekarang dia harus menyiapkan tugas akhir untuk mendapat gelar kesarjanaannya. Dia harus mengerjakan perpetaan geologi, mengumpulkan data-data di lapangan dan sesudah itu membuat laporan ilmiah untuk diuji oleh staf dosen di bagian geologi.

Di akhir bulan September Imran berangkat mengerjakan tugas perpetaan lapangan untuk keperluan thesisnya. Tugas itu dilakukannya berdua dengan Hidayat teman seangkatannya. Tempatnya di daerah Sukabumi selatan. Di sebuah daerah pegunungan seluas lebih kurang 150 kilometer persegi. Daerah itu terletak pada sebuah kecamatan. Lokasi itu memanjang dari arah barat ke timur. Imran mengerjakan bagian barat dan bagian timur dikerjakan oleh Hidayat.

Pada minggu pertama kedua anak muda itu tinggal di kampung yang sama, menumpang di rumah seorang penduduk yang ditunjuk oleh pak lurah setempat. Di minggu pertama itu mereka bekerja bersama-sama di bagian tengah daerah perpetaan. Nama kampung itu Bojongsari. Sebuah kampung yang cukup besar yang dilintasi sebuah kali besar yang mengalir dari arah timur ke barat. Kebanyakan penduduk kampung ini adalah petani. Orang-orang kampung itu sangat ramah.

Pekerjaan perpetaan lapangan artinya mengumpulkan data-data geologi yang diamati pada lapisan-lapisan batuan. Untuk mendapatkan data-data itu mereka menyusuri sungai-sungai kecil, karena tebing-tebing sungai adalah tempat yang ideal untuk mengamati lapisan-lapisan batuan itu. Banyak hal yang diamati pada lapisan tipis batu-batuan di tebing sungai itu. Batuan yang kadang-kadang terlihat seperti garis-garis halus bagaikan dilukis. Kadang-kadang terlihat seperti bergelombang halus. Ada juga batuan yang padat dan sangat keras. Banyak sekali ragamnya. Semua yang diamati itu dicatat, digambar berupa sketsa dan difotokan. Diukur dengan menggunakan kompas untuk mengetahui posisi lapisan yang satu terhadap lapisan yang lain. Kadang-kadang diambil contoh batuannya.

Pada minggu kedua, sesudah melakukan perpetaan bersama di daerah perbatasan, kedua anak muda itu berpisah. Imran berpindah dari satu kampung ke kampung lain. Di setiap kampung dia dibantu oleh seorang pembantu, seorang penduduk kampung yang mengenal sungai-sungai di daerah itu. Pembantu ini jadi penunjuk jalan sekaligus menolong membawakan contoh-contoh batuan yang diambilnya, yang nanti akan dianalisa lebih lanjut di laboratorium di sekolah. Mereka bekerja dari pagi, sekitar jam delapan sampai jam lima sore. Imran bekerja dengan tekun. Mengukur ketebalan batuan, mengukur kemiringannya, mengamati contoh-contoh batuan. Kadang-kadang dengan menggunakan kaca pembesar berukuran kecil yang selalu tergantung di lehernya, diamatinya potongan-potongan kecil batuan. Ada kalanya dia mengambil sedikit bongkah batuan untuk dibawa, memotokannya, mencatat dengan teliti di buku catatannya, serta meletakkan tanda-tanda di lembaran peta yang dibawanya. Lembaran peta itu diberinya warna-warna tertentu. Sang pembantu mengamati pekerjaan Imran dengan penuh heran bercampur kagum. Bagi orang kampung batu-batuan itu tidak banyak maknanya. Paling-paling mereka mengenal batu kali yang biasa digunakan untuk pondasi bangunan.

Begitulah caranya Imran bekerja itu hari demi hari. Pindah dari satu ke tempat lain. Menyusuri sungai, mendaki bukit-bukit dan ada kalanya harus melintasi semak belukar. Dia mengerjakan pekerjaan itu dengan penuh semangat dan selalu berhati-hati. Syukurlah bahwa tidak ada rintangan yang berarti selama menyelesaikan pekerjaan lapangan itu. Kecuali pernah terkendala beberapa kali karena hari hujan.

Imran menyukai susana di daerah itu yang sangat mirip dengan suasana di kampungnya di kaki gunung Marapi di Sumatera Barat. Sungai dan sawah-sawah, petani membajak sawah, kolam ikan, burung-burung yang berkicauan di pagi hari, suara azan di setiap awal waktu shalat. Semua itu hampir tidak ada bedanya. Dan penduduk desa-desanya yang ramah. Karena suasana yang menyenangkan itu tak terasa cepatnya waktu berlalu. Dalam waktu tepat dua bulan pekerjaan pemetaan itu berakhir sesuai dengan rencana. Kedua orang mahasiswa itu telah mengumpulkan semua data yang mereka perlukan. Sempat pula Imran dan Hidayat saling mengunjungi beberapa tempat di daerah masing-masing untuk mencocokkan data lapangan mereka yang saling terkait. Setelah yakin semuanya beres merekapun berpamitan dengan pak Camat untuk kembali ke Bandung.

***

Di Bandung semua contoh-contoh batuan itu dianalisa dan diamati dengan lebih teliti di laboratorium. Dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, didiskusikan dengan rekan-rekan mahasiswa lain, dibandingkan dengan data-data perpustakaan. Dan Imran mulai menulis laporannya bab demi bab. Sebuah rangkaian pekerjaan yang sangat menuntut kesungguh-sungguhan. Dilakukannya semua itu tanpa mengenal lelah. Dilewatkannya hari-harinya di laboratorium dan perpustakaan selama berbulan-bulan.

Semua ketekunan itu akhirnya membuahkan hasil. Bulan April 1987 Imran diuji di hadapan staf pengajar bagian geologi. Hasilnya, dia dinyatakan lulus dengan sangat memuaskan. Selesailah masa pendidikan Imran. Betapa bersyukurnya dia. Tidak sia-sia jerih payahnya selama ini. Jerih payah dan perjuangannya seorang diri, telah berhasil menyeberangkan dirinya melalui bagian penting dalam hidupnya. Dia sekarang seorang sarjana.

Imran akan segera melamar pekerjaan. Dia tertarik untuk bekerja di industri perminyakan. Seperti mak dang.

*****

No comments: