Saturday, September 26, 2009

KETUPAT LEBARAN (1430)

KETUPAT LEBARAN (1430)

Sepertinya akan terjadi sesuatu yang luar biasa. Sepertinya Hari Raya Aidil Fitri tahun ini tidak akan mengikuti hari yang tertera di kalender. Sepertinya kita akan berhari raya lebih cepat satu hari. Menteri Agama sendiri yang memberi keterangan tentang kemungkinan itu. Bahwa boleh jadi 1 Syawal akan jatuh pada hari Ahad. Kami pengurus masjid bersiap-siap untuk menghadapi kemungkinan hari raya lebih awal, meskipun ini bukan yang pertama kali kami alami. Beberapa tahun yang lalu, ketika sebagian umat Islam sudah yakin akan berhari raya sesudah berpuasa dua puluh sembilan hari, kami juga menyiapkan pembagian zakat pada sore hari ke dua puluh sembilan bulan Ramadhan.


Sesudah shalat zhuhur kami bergotong royong memasukkan uang ke dalam amplop yang nanti akan dibagikan kepada para mustahiq. Yaitu mereka yang berhak menerima pembagian zakat. Sambil berbincang-bincang santai.


'Saya yakin telah mendapatkan malam lailatul qadar tahun ini,’ kata pak Marwan, salah satu di antara kami.


’Kok bisa?’ tanya pak Kus pendek.


’Tadi menjelang sahur saya diterpa kantuk bersangatan, setelah bertadarus sejak sehabis tarawih tadi malam. Akhirnya saya tertidur sebentar dan bermimpi. Ada cahaya sangat terang menunjam masuk ke dalam tubuh saya. Saya terbangun, badan saya berkeringat.’


’Dari mana datangnya cahaya itu? Maksudnya, apakah cahaya itu datang dari arah langit?’ tanya pak Sulaiman.


’Saya tidak tahu. Saya hanya melihat tiba-tiba seberkas cahaya datang ke arah saya,’ jawab pak Marwan.


’Lalu?’ tanya pak Kus dengan mata tak berkedip.


’Saya yakin itu isyarat bahwa saya telah mendapatkan malam lailatul qadar,’ jawab pak Marwan pula.


’Mungkinkah itu, pak?’ tanya pak Kus kepada pak Hasbullah.


Pak Hasbullah hanya tersenyum. Beliau tetap asyik meneruskan pekerjaan memasukkan uang ke dalam amplop. Mata jamaah yang lain bergantian mengamati pak Marwan dan pak Hasbullah.


’Tolonglah jelaskan lagi tentang lailatul qadar itu pak Hasbullah. Mungkinkah yang dialami pak Marwan itu betul-betul merupakan isyarat?’ pinta pak Kus.


’Baiklah,’ kata pak Hasbullah setelah menarik nafas.


’Sebelumnya saya ingin bertanya. Apakah pak Marwan pernah mendengar cerita orang lain yang mendapatkan malam lailatul qadar pula?’ tanya pak Hasbullah.


’Pernah, pak. Kakak ipar saya. Dia juga bermimpi didatangi cahaya di malam-malam terakhir bulan Ramadhan sekitar lima tahun yang lalu. Setelah itu dia jatuh sakit. Demam panas selama beberapa hari. Sesudah sembuh, dia merasa bahwa dia mempunyai kemampuan untuk mengobati orang sakit. Dia benar-benar menjadi dukun sesudah itu. Banyak orang datang berobat kepadanya. Dan banyak pula dari orang yang datang berobat itu sembuh dari penyakitnya. Saudara-saudaranya, termasuk istri saya, yakin bahwa dia mendapatkan malam lailatul qadar.’


’Sepertinya pak Marwan sangat terpengaruh oleh cerita itu dan sangat berkeinginan untuk mendapat pengalaman yang sama,’ kata pak Hasbullah.


’Sejujurnya, benar demikian itu, pak. Saya bertanya kepada kakak ipar saya amalam apa yang diperbuatnya waktu itu. Dia mengatakan agar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan lebih rajin berdiam di mesjid, banyak berzikir dan banyak mengaji al Quran. Sayapun mencoba mengikuti sarannya dan berharap agar saya mendapatkan malam lailatul qadar. Sampai saya bermimpi tadi pagi itu, pak,’ pak Marwan menjelaskan.


’Apakah pak Marwan berharap untuk menjadi dukun pula?’ tanya pak Hasbullah tersenyum.


Pak Marwan hanya tersenyum tapi tidak menjawab.


’Begini. Sebenarnya ayat Allah tentang lailatul qadar itu sangat tegas dan jelas dan mudah difahami. Cobalah simak! ’Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al Quran) pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Jibril dengan seizin Rabb nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu sejahtera sampai terbit fajar.’


Ayat al Quran pertama kali turun bertepatan dengan malam kemulian atau yang sering kita sebut sebagai lailatul qadar karena bahasa aslinya di dalam al Quran memang seperti itu. Malam kemuliaan itu dianugerahkan Allah untuk umat nabi Muhammad SAW, dan dihadirkan Allah setiap tahun di dalam bulan yang sama yakni bulan Ramadhan. Rasulullah SAW mengingatkan kita umatnya untuk beribadah secara bersungguh-sungguh pada malam-malam terakhir bulan Ramadhan agar memperoleh bahagian dalam malam kemuliaan itu. Keistimewaan beribadah pada malam itu, seperti yang dijelaskan pada salah satu ayat tadi, adalah lebih utama dari ibadah selama seribu bulan. Artinya lagi, bila seseorang melaksanakan shalat maghrib dengan sebaik-baiknya pada malam itu, nilainya setara dengan seribu bulan shalat maghrib. Begitu pula dengan shalat isya. Begitu pula dengan shalat tarawih. Begitu pula dengan shalat subuh di penghujung malam. Begitu pula dengan amalan-amalan lain yang dilakukannya pada malam hari itu. Tentu saja semua amal ibadah itu harus dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena ingin mendapatkan ridha Allah, dilakukan dengan khusyuk. Dilakukan dengan sebaik-baiknya. Amalan yang mana saja, termasuk shalat tarawih dan mentadarus al Quran.’


Yang mendengar terdiam semua. Termasuk pak Kus dan pak Marwan.


’Tapi, pak. Bagaimana dengan keterangan Nabi SAW bahwa kita dianjurkan untuk mencarinya pada sepuluh malam terakhir? Karena harus mencari, tentu tidak semua orang mendapatkannya,’ pak Sulaiman bertanya.


’Benar sekali. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim disebutkan; Dari Ibnu Umar r.a., katanya beberapa orang sahabat Nabi SAW bermimpi melihat malam qadar dalam tidur mereka pada tujuh hari yang terakhir bulan Ramadhan. Maka bersabda Rasulullah SAW; ’Aku juga bermimpi seperti mimpimu itu, melihat malam qadar jatuh bertepatan pada tujuh yang terakhir bulan Ramadhan. Maka siapa yang mencarinya, carilah di tujuh yang akhir itu.’


Pada hadits yang lain Rasulullah SAW menyuruh cari pada malam-malam yang ganjil pada sepuluh malam terakhir. Nabi SAW dan para sahabat beliau bahkan melakukan i’tikaf, yakni berdiam di masjid pada sepuluh malam terakhir dalam ikhtiar untuk mendapatkannya.


Timbul pertanyaan kemudian, siapa yang mendapatkannya? Adakah tanda-tanda bagi orang yang mendapatkan malam qadar itu? Jawabannya jadi sulit. Karena tidak ada tanda-tanda itu. Kakak ipar pak Marwan yang menjadi dukun tidak bisa dibuktikan sebagai tanda bahwa beliau mendapatkan malam qadar. Keutamaan dari malam qadar, malam kemuliaan itu, bukanlah untuk dilihat hasilnya di dunia ini, karena itu merupakan pahala dari Allah yang insya Allah baru akan diterima nanti di akhirat. Siapa yang mendapatkannya? Kalau kita simak kembali ayat ketiga surat tentang lailatul qadar tadi, semua yang beramal pada malam itu insya Allah akan mendapatkan keutamaannya. Tentu bersesuaian pula dengan ibadah yang dilakukannya. Yang beramal sedikit akan mendapatkan keutamaan seribu bulan untuk amal yang sedikit itu. Yang beramal banyak pada malam hari itu akan mendapatkan setara dengan seribu bulan untuk setiap amalannya,’ pak Hasbullah menerangkan secara rinci.


’Bagaimana pula dengan tanda-tanda alam yang terjadi pada saat datangnya malam qadar itu, pak?’ tanya pak Kus.


’Tanda-tanda alam yang mana? Dalam salah satu hadits yang lain disebutkan bahwa pada suatu malam qadar, terjadi hujan pada malam itu. Dijelaskan pula bahwa sesudah shalat subuh terlihat tanah basah menempel di kening dan hidung Rasulullah SAW. Namun hujan pada malam hari itu bukanlah dikarenakan malam qadar. Malam qadar adalah malam istimewa yang ditetapkan Allah untuk orang-orang yang beriman pengikut Rasulullah SAW. Sementara hujan yang turun adalah rahmat Allah untuk semua makhluk Nya. Malam itu sejahtera sampai terbitnya fajar, seperti kita simak pada ayat terakhir surat al Qadar itu. Sejahtera karena malaikat turun menebarkan rahmat atas perintah Allah untuk hamba-hamba Nya yang beramal shaleh.’


’Maksud saya, ada keterangan yang mengatakan bahwa pada saat turunnya lailatul qadar itu, pohon-pohon sujud ke tanah, air membeku, ombak di laut berhenti menghempas, dan banyak lagi tanda-tanda yang lainnya,’ pak Kus menambahkan.


’Wah.... Kalau itu saya tidak tahu. Maksudnya selama semalam itu pohon-pohon pada sujud, rebah ke tanah? Belum pernah saya melihatnya. Dan sepertinya agak mustahil cerita itu. Atau adakah bapak-bapak yang pernah melihatnya?’ pak Hasbullah balik bertanya.


’Katanya lagi, itu hanya terlihat oleh orang yang mendapatkan lailatul qadar itu saja.’


’Begini!. Cerita seperti itu menurut hemat saya banyak kelirunya. Malam qadar itu adalah sepanjang malam, bukan sesaat dalam semalam. Tidak ada keterangan bahwa yang dihitung hanya sedetik atau beberapa saat di malam itu. Karena sepanjang malam, makanya saya bertanya, seandainya cerita bahwa pohon-pohon rebah bersujud pada waktu datangnya malam qadar, apakah pohon itu bersujud sepanjang malam? Kalau benar demikian harusnya tentu banyak orang dapat menyaksikannya. Waktu kita berangkat ke masjid dari rumah kita, tentulah kita dapat menyaksikan pohon-pohon bertiarap. Ternyata tidak demikian. Paling tidak saya tidak pernah menyaksikannya.’


’Jadi menurut bapak keterangan tentang tanda-tanda alam seperti yang saya sebutkan tadi itu, pohon bersujud, air membeku, semua itu tidak benar?’


’Saya tidak pernah mendapat atau mendengar keterangan yang membenarkan cerita seperti itu. Memang di tengah masyarakat banyak terdapat cerita-cerita yang entah dari mana asal-usulnya. Cerita tentang ibu-ibu yang bangun tengah malam mau mempersiapkan makan sahur. Didapatinya air yang akan direbus untuk membuat teh ternyata beku. Lalu ibu itu bercerita bahwa dia telah mendapatkan malam qadar. Atau bapak-bapak yang pergi berwudhuk di tengah malam. Kopiahnya digantungkannya pada sebuah cabang pohon dekat tempat berwudhuk. Sesudah selesai berwudhuk, ketika akan mengambil kopiahnya, ternyata pohon itu bangkit dari sujud dan kopiah yang diletakkan di cabang pohon itu tiba-tiba sudah terletak di tempat yang tinggi. Atau cerita orang yang berjumpa dengan nabi Khaidir di tengah malam qadar itu. Entah bagaimana dia tahu bahwa orang itu nabi Khaidir. Jadi banyak sekali ragamnya. Dan biasanya lagi, orang-orang yang kononnya mendapat malam qadar ini berubah menjadi oarng yang memiliki kemampuan supra natural. Misalnya jadi mampu mengobati orang sakit atau menjadi dukun dan sebagainya. Tidak ada keterangan yang saya ketahui tentang ciri-ciri malam qadar seperti cerita-cerita menakjubkan itu.’


’Lalu? Bagaimana dengan mimpi, pak. Seperti mimpi pak Marwan didatangi seberkas cahaya itu?’


’Wallahu a’lam. Pada hadits yang kita sebutkan tadi, para shabat Rasulullah SAW dan bahkan beliau sendiri bermimpi tentang keberadaan malam qadar pada tujuh malam terakhir. Bukan memberi isyarat bahwa yang bermimpi itu secara khusus mendapatkan malam qadar untuk mereka saja.’


’Kalau begitu, mungkinkah arti mimpi pak Marwan itu bahwa tadi malam adalah malam qadar, pak?’ tanya pak Hamid.


’Wallahu a’lam. Allah saja Yang Maha Tahu. Meskipun seandainya malam qadar itu tadi malam, cocok saja dengan keterangan lain bahwa keberadaannya di malam-malam ganjil. Tadi malam adalah malam ke dua puluh sembilan.’


’Dan ibadah setiap kita tadi malam nilainya lebih baik dari seribu bulan. Begitu pak?’ tanya pak Marwan.


’Insya Allah demikian,’ jawab pak Hasbullah.


Kami sudah selesai mempersiapkan amplop zakat yang nanti akan dibagikan sesudah shalat ashar.


Jatibening, awal Syawal 1430H.



*****