Saturday, October 11, 2008

SANG AMANAH (11)

(11)

Anto sedang dirubung teman-temannya di kantin. Mereka ramai sekali, tidak ketinggalan reporter-reporter gossip seperti Tina dan Ames. Dua yang terakhir ini sekalian berusaha menunjukkan perhatian mereka sebagai fans berat Anto. Dan Anto memang punya banyak sekali penggemar. Mereka menanyakan bagaimana keputusan akhir pak kepsek atas dirinya sehubungan dengan kasusnya tadi pagi. Anto bercerita datar, tidak melebih-lebihkan. Bagian akhir yang paling penting adalah bahwa pak kepsek yang baru itu memaafkannya. Tidak ada hukuman. Tidak ada skorsing. Dan dia tidak dikeluarkan dari SMU 369. Padahal tadi sempat beredar rumor bahwa ‘kemungkinan besar’ Anto akan dikeluarkan, karena kelakuannya menjahili motor calon kepsek itu dinilai sangat keterlaluan. Apalagi dia tertangkap basah. Apalagi pak calon kepsek itu pas kena musibah dan tidak dapat menggunakan Vespanya untuk mengurus anaknya di rumah sakit. Apalagi ini bukan pertama kalinya Anto membuat masalah di sekolah ini. Pokoknya, kata gossip yang sudah sempat beredar santer, ‘Anto is finished’. Dan itu sangat wajar.

Tapi ternyata bukan. Tapi ternyata dia bilang dia dimaafkan. Tidak ada hukuman apa-apa. Kok enak benar ya? Kok Anto seperti diberi angin untuk tetap jahil ya?

Tapi Anto tidak lupa menceritakan bahwa sesuai dengan keinginan pak kepsek lama dia dikenakan sangsi. Dia dapat peringatan pertama dan terakhir. Kalau dia membuat masalah lagi, walau sekecil apapun, begitu kata ‘jenderal’, maka tidak ada ampun lagi baginya. Artinya semenjak sekarang dia harus menjadi anak baik-baik di sekolah ini. Dia tidak boleh lagi jadi bergajulan. Dia tidak boleh lagi jahil kepada siapa-siapa. Artinya, jabatannya sebagai ‘penyelenggara dan penanggung jawab terjadinya duel’ juga harus dilepaskan. Dan dia bilang pada konferensi persnya itu agar ‘lo-lo semua tolong dong bantuin gue, biar gue berubah jadi anak baek-baek. Dan lo-lo yang menunggu kesempatan buat ngejahilin gue biar gue dikeluarkan dari sekolah ini, tolong dong jangan ngambil kesempatannya sekarang. Kan kasihan para fans gue, kalau entar gue mesti cabut dari SMU 369. Jadi tolong deh ya… lo-lo bantuin gue. Sumpah! Gue mau berubah nih. Gue mau jadi anak baek. Jadi anak baek sekali kalau perlu. Sekian dan terima kasih.’

Kok Anto ngetop banget ya? Sebenarnya hanya karena; dia memang gagah. Dia itu ganteng. Tampangnya bersahabat, murah senyum, bahkan seperti orang yang mau senyum terus. Dia pemain basket yang lincah. Kalau ada kegiatan ekstra kurikuler, acara yang ada ramai-ramainya, Anto pasti jadi bintang karena dia pemain gitar dan penyanyi solo. Suaranya mantap. Dan dia sangat pas membawakan lagu-lagu berirama ‘country’.

Tapi kok keterusan bandel? Ya siapa sih yang tidak bandel seumur anak SMU yang dalam masa pancaroba itu? Apalagi kalau digiring banyak fans untuk jadi bandel. Mulanya bandel lucu-lucuan akhirnya jadi bandel sungguhan. Ada penyebab lain sebenarnya kenapa Anto jadi bandel. Suasana di rumahnya. Anto sebenarnya dari keluarga berada. Ayahnya seorang pengusaha sukses. Dan Anto, tadinya anak manja meski dia tidak dididik untuk cengeng. Papinya mengajarnya berdisiplin, yang kata papi, agar bisa menghargai waktu dan benda-benda atau barang-barang. Dia dibelikan mobil karena dia berprestasi baik di sekolah, tapi mobil bukan untuk dipakai ugal-ugalan. Anto sebenarnya sangat memuja papi, sebagai figur untuk dijadikan contoh, karena kesuksesan dan kedisiplinan papi.

Tapi tiba-tiba terjadi malapetaka. Maminya jatuh sakit. Mami kena kanker payudara. Satu payudaranya dioperasi. Yang sangat menyedihkan, papi bukannya membantu merawat mami, atau paling tidak bersimpati kepada mami, malahan menjauhi mami. Proses itu berjalan cepat. Pada awalnya papi masih penuh perhatian pada mami. Sampai hari keputusan mami mau dioperasi. Papi tidak setuju mami dioperasi. Papi menginginkan agar mami mencoba pengobatan alternatif seperti yang dia dengar dari teman-temannya. Mami tidak percaya dan berkeras dengan keputusan untuk dioperasi. Papi sampai saat terakhir tetap tidak mau menanda tangani surat persetujuan operasi mami. Tapi mami nekad. Mami membuat kesalahan dengan meminta persetujuan kakek. Tentu saja kakek jadi serba salah. Tapi demi anaknya yang disayanginya, karena menurut kakek, keyakinan untuk sembuh dengan suatu cara pengobatan itu sudah merupakan sebagian dari obat, kakek lalu menyetujuinya. Kakek berusaha meyakinkan papi bahwa apa yang dia setujui itu untuk kebaikan mami. Dan ternyata penyakit mami memang tidak serta merta sembuh. Malahan kelihatannya bertambah parah. Sebelum dioperasi mami masih bisa leluasa bergerak di rumah meski sangat kelihatan bahwa dia tidak sehat. Tapi sekarang dia tidak sanggup lagi. Sehari-harinya mami terbaring lemah di tempat tidur.

Papi marah. Papi menunjukkan ketidak senangannya atas proses pengobatan mami. Papi bahkan protes keras pada kakek. Dan keluar pernyataan yang sangat tidak ditunggu-tunggu itu. ‘Karena bapak sudah mengambil alih tanggung jawab saya sebagai suami dalam hal pengobatan anak bapak, sekalian saja saya serahkan kembali anak bapak.’

Pernyataan itu jelas berat sekali. Pernyataan itu sama saja dengan papi menceraikan mami. Padahal mami dalam keadaan sakit berat seperti itu. Mami minta maaf sama papi. Papi bilang ada bagian yang dimaafkan papi tapi ada bagian yang tidak bisa dimaafkannya. Dan kemarahan papi tidak hanya sampai di sana. Papi seperti menghindar untuk pulang ke rumah. Papi menginap di tempat nenek, mamanya papi di Tebet. Anto pernah mengingatkan papi untuk memperhatikan mami. Tapi papi malahan tambah marah. Anto dimarah-marahi. Mami dimarah-marahi. Anto kecewa sama papi. Anto kasihan dan sayang sama mami. Anto mengerti papi tersinggung tapi masak harus sampai seserius ini. Anto pernah pergi mengadu kepada nenek di Tebet. Nenek mengerti. Nenek faham. Dan nenek sudah berusaha menasihati papi. Tapi papi orangnya memang keras. Lebih parah lagi papi bilang dia mau kawin lagi saja. Semua gempar. Semua berusaha menasihati papi. Semua oom-oom dan tante-tante saudara papi protes. Semua, kecuali mami. Mami bilang, mami tidak keberatan. Silahkan papi kalau mau kawin lagi. Mami mengerti dan ikhlas. Sehingga papi semakin nekad dan minta sama nenek di Tebet untuk mencarikan istri baru atau dia sendiri akan mencarinya.

Dalam suasana kacau seperti itu di rumah, Anto mencari pelarian di sekolah dengan menjadi bandel. Masih untung tingkat kebandelannya belum sampai melibatkan ‘narko’. Meski dia berubah jadi ugal-ugalan. Di rumah, di samping mami Anto tetap berusaha jadi anak manis. Dia sangat memperdulikan mami. Dia selalu berusaha menghibur mami. Dia selalu menolong mami sebisa-bisanya.


*****


Pak Umar mencari Anto ke kantin sesuai dengan saran anak kelas dua C yang baru saja ditanyainya. Anak ini, yang barusan mendengarkan konferensi persnya Anto jadi heran. Kok pak ‘new’ kepsek ini masih mencari Anto lagi? Diam-diam, Tono, anak itu, membututi pak Umar dari jauh. Pandangan pak Umar segera menemukan Anto yang sedang menikmati semangkok mie bakso. Anto jadi agak berdebar-debar, ada apa lagi nih, pikirnya. Dia berdiri, menghadap kepada pak Umar. Pak Umar memberi isyarat agar dia kembali duduk dan mengatakan.

‘Bisa kamu menemui bapak di ruangan guru sesudah selesai jajan?’

‘Bi… bisa pak. Saya ke sana sekarang.’

‘Tidak sekarang. Selesaikan makanmu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Saya tunggu kamu di sana, ya?!’

‘Ba..baik pak. Saya segera ke sana.’

Semua anak-anak di kantin mendengar itu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi Anto diminta datang ke ruang guru. Ada apa? Apa yang akan disampaikan pak Umar kepadanya? Masih belum selesai jugakah urusan tadi pagi? Bukankah tadi dia sudah dimaafkan? Atau…. oh..ya, mungkin surat perjanjian bahwa dia tidak akan bandel lagi itu. Surat peringatan itu harus ditandatanganinya. Ya..ya..ya.. itu yang paling mungkin. Dia harus menanda tangani surat pernyataan tidak akan nakal lagi itu. Kalau benar itu, dia akan tanda tangani. Biar harus rangkap sepuluh, atau rangkap 40, sebanyak jumlah guru SMU 369, dia akan tanda tangani. Dia ikhlas. Dia tidak akan protes. Dan dia akan menepati janjinya itu. Bahwa dia akan berubah menjadi anak yang baik, tidak akan membuat ulah lagi. Pokoknya apapun konsep surat peringatan itu, kalau dia disuruh menanda tangani dia akan tanda tangani. Titik. Titik. Titik.

Anto cepat-cepat menghabiskan mie baksonya. Waktu dia mau bayar, Herman mencegahnya.

‘Lo urus dulu tuh urusan lo. Ini biar gue yang bayar. Mudah-mudahan bukan yang aneh-aneh lagi.’

‘Gue rasa nggak. Gue rasa gue bakal disuruh menanda tangani surat pernyataan menyerah. Lo-lo doain gue aja.’

‘Wadduh. Udah urusan-urusan doa sekarang. Bener-bener udah insap temen kite.’

Anto berlari-lari kecil ke ruangan guru. Bel masuk kelas persis sedang berbunyi. Guru-guru yang mau mengajar pada keluar dari ruangan itu. Di dalam ruangan tinggal tiga orang guru. Salah satunya pak Umar yang duduk di pojok dekat lemari besar. Pak Umar melihat Anto langsung menyuruhnya masuk.

‘Kamu ambil satu kursi di sebelah sana itu dan pindahkan ke sini.’ Pak Umar memerintahkan Anto mengambil sebuah kursi dari jajaran meja guru di tengah ruangan.

‘Kamu duduk di sana!’

Anto duduk.

‘Baiklah, ada yang ingin bapak tanyakan kepadamu. Bagaimana keadaan ibumu sesungguhnya sekarang?’

‘Beliau sakit, pak. Beliau tidur di tempat tidur, di rumah.’

‘Ya, kamu sudah mengatakan itu tadi. Begini, bapak ingin mengunjungi ibumu, menengok beliau. Bagaimana pendapatmu?’

Anto terdiam. Dia mencoba melihat ke arah pak Umar. Badannya bergetar. Tapi dia tidak bisa bersuara. Dalam hatinya dia bergumam, masak sih orang tua ini tidak percaya mami gue sakit?

Pak Umar mengerti bahwa Anto curiga.

‘Begini, Adrianto. Ini tidak ada hubungannya dengan kasus kamu tadi pagi. Urusan tadi pagi sudah selesai. Ini urusan manusia dengan manusia. Kamu mengatakan ibumu sakit. Kamu mengatakan ibumu depresi. Oleh karena itu bapak ingin menengoknya. Bapak jamin bahwa tidak akan ada pembicaraan mengenai kejadian hari ini dengan ibumu. Bapak hanya mau mengunjungi orang sakit. Bagaimana pendapatmu?’

‘Si…silahkan pak. Silahkan bapak datang…’ jawab Anto terbata-bata.

‘Dan saya akan ke sana bersama-sama pak kepala sekolah, pak Suprapto. Bapak mengajaknya untuk melihat ibumu dan pak Suprapto bersedia. ‘

‘Baik, pak…. silahkan bapak datang. Tapi sebaiknya biar sesudah saya sampai di rumah pak. Biar saya jelaskan dulu ke ibu saya bahwa bapak akan datang melihat beliau. Biar beliau tidak kaget…’

‘Ya..ya.. itu ide yang baik.. Jam berapa biasanya kamu sampai di rumah?’

‘Dari sekolah saya langsung pulang, pak. Biasanya sekitar jam setengah tiga saya sudah sampai di rumah.’

‘Baik, kalau begitu…. kami datang sekitar jam tiga nanti… bisa?’

‘Bisa, pak.’

‘Oh, ya.. dimana alamat kamu?’

‘Di Kompleks Perumahan Bambu Kuning Permai di Pondok Bambu pak. Jalan Bambu Kuning II nomor 7, dekat mesjid Nurul Iman, pak.’

‘Baiklah. Sampai bertemu dirumahmu nanti. Sekarang kembalilah ke kelasmu.’

‘Ya, pak. … Terima kasih pak….. Permisi pak.’

Anto kembali ke kelasnya. Kok aneh benar ya, pak guru kepala sekolah yang baru ini? Apa memang dia sebegitu perdulinya terhadap orang lain? Atau apa karena dia ingin membuktikan bahwa mami sakit? Ah, dia sudah membantahnya. Dia bahkan berjanji tidak akan membicarakan masalah dirinya pagi ini dengan mami? Atau dia memang orang yang baik sekali? Belum ada seorangpun guru-guru ini yang datang ke rumahnya. Belum ada seorangpun guru-guru ini yang datang melihat mami. Ya, memang tidak ada yang tahu kalau mami sakit. Tadi dia bercerita bahwa mami sakit karena menghindari agar mami jangan dilibatkan dalam kasus kenakalannya di sekolah karena mami sedang sakit itu. Dia berkata sejujurnya. Dia tidak ingin kesehatan mami bertambah buruk.

No comments: