Sunday, May 17, 2009

DERAI-DERAI CINTA (30)

30. LALA SAKIT

Masa kuliah dengan segala kesibukannya sudah kembali berjalan. Setiap hari adalah hari-hari yang sibuk. Sibuk dengan kuliah, dengan praktikum, dengan tugas-tugas seperti biasa. Imran punya tambahan kesibukan baru. Menjadi asisten dosen untuk membantu dan mengawas di ruang praktikum. Dengan kesibukan rutin pula di rumah. Seperti biasa, sibuk mengurus urusan dapur. Urusan perut. Sejak berada di Bandung Imran sudah sangat terlatih dengan kesibukan yang satu ini. Meski kalah lincah dibandingkan Imran, Syahrul juga terbiasa untuk bekerja sama. Kedua anak muda itu tidak canggung untuk pergi berbelanja ke pasar. Menenteng bungkusan plastik berisi belanjaan bahan makanan. Biasanya mereka bergantian pergi berbelanja. Semua dikerjakan dengan santai.

Siang ini Imran ada praktikum dari jam dua sampai jam empat sore. Sebelum praktikum dimulai, Tahir datang membawa berita.

‘Ada pesan dari anak mamak kau,’ katanya.

‘Pesan apa?’ tanya Imran.

‘Adik sepupu kau sakit dan masuk rumah sakit. Ini ada surat untuk kau dari kakaknya yang teman kakakku.’

Imran membuka amplop surat dari uni Lani. Isinya memberi tahu bahwa Lala sakit dan mulai siang ini diopname di RS Hasan Sadikin. Tidak dijelaskan sakit apa. Tapi badannya panas, begitu kata uni Lani.

‘Terima kasih, Hir...... Kapan kakak sepupuku itu bertemu denganmu?’

‘Persis aku mau berangkat kesini. Dia datang ke rumah,’ jawab Tahir.

‘Mungkin dia kecapekan barangkali,’ Imran bergumam.

‘Mungkin juga. Dia anak bungsu ya? Anak bungsu kan biasa agak cengeng.’

‘Iyalah. Terima kasih sekali lagi. Nanti pulang praktikum aku pergi melihatnya,’ kata Imran.


***

Seperti yang direncanakannya sepulang praktikum Imran pergi mengunjungi Lala di rumah sakit. Ada uni Lani disana menungguinya. Lala sedang tertidur. Dia diinfus.

‘Sakit apa dia?’ tanya Imran ke uni Lani setengah berbisik.

‘Kata dokter mungkin gejala tiphus. Sekarang panasnya naik lagi nih. Kemarin sampai mengigau,’ jawab uni Lani.

‘Sejak kapan ?’

‘Dari kemarin mengeluh sakit perut. Sampai muntah-muntah. Sore kemarin panasnya tinggi. Sama bang Lutfi disuruh kompres. Sampai tadi pagi agak baikan. Terus siang ini merasa mual dan muntah-muntah lagi. Lalu sama abang langsung disuruh opname.’

‘Mungkin salah makan,’ kata Imran.

‘Kebanyakan jajan bakso. Makan bakso pakai sambel yang pedes nggak ketulungan itu.’

‘Mungkin juga kecapekan,’ tambah Imran.

‘Memang lagi sibuk-sibuknya.’

Tiba-tiba Lala mengigau lagi. Dia menggerutu tidak jelas dengan suara sengau. Suhu badannya panas sekali. Mungkin diatas 39 derajat. Uni Lani membel suster perawat. Sementara itu kening Lala dikompresnya dengan handuk dingin. Lala mulai diam. Suster perawat datang memberikan obat untuk menurunkan panas. Uni membangunkan Lala menyuruhnya minum obat. Lala membuka matanya. Mata yang sayu.

‘Bang Imran, ya?’ Lala menyapa begitu melihat Imran.

‘Ya...... Semoga Lala cepat sembuh....’ kata Imran.

Lala mengangguk dan tersenyum. Diminumnya obat penurun panas yang diberikan uni Lani. Lala kembali berbaring. Dipejamkannya matanya. Cepat juga reaksi obat itu. Pelan-pelan badan Lala terasa agak nyaman. Panas badannya mulai turun.

‘Jam berapa un?’ tanya Lala.

‘Jam lima seperempat,’ jawab uni Lani.

‘Uni nggak jadi pergi?’ tanya Lala lagi.

‘Ntar ajalah,’ jawabnya lagi.

‘Mau kemana, un?’ Imran ikut bertanya.

‘Tadinya mau menyerahkan makalah. Uni janji hari ini.’

‘Pergi saja un. Kan ada bang Imran. Abang tungguin Lala, ya?’

‘Ya... Kalau uni mau pergi biar saya disini menjaga Lala,’ kata Imran.

‘Kamu nggak apa-apa uni tinggal?’

‘Nggak apa-apa.... Mama jadi datang kan ?’

‘Mudah-mudahan mama datang malam ini. Tadi pesawat Caltex berangkat sore dari Pakan Baru. Tapi uni nggak tahu jam berapa mama sampai nanti...’

‘Ya udah... Uni pergi aja. Abang juga ntar kesini, kan ?’

‘Ya... abang kesini pulang dari praktek..... Benar kamu nggak apa-apa uni tinggal ?’

‘Nggak apa-apa.’

‘Kalau gitu uni pergi sebentar ya Ran. Ntar dari rumah dosen itu uni kembali lagi kesini.’

‘Ndak apa-apa un. Uni pergi aja. Biar saya disini.’

Uni Lani meraba kening Lala. Lala kelihatan lebih baikan. Badannya sudah tidak panas lagi. Baru Lani merasa tenang meninggalkan Lala. Meninggalkan mereka berdua.

‘Apa yang terasa sakit?’ tanya Imran.

‘Perut. Perut Lala mual........ Abang tahu dari siapa kalau Lala sakit ?’

‘Dari uni. Uni mengasih tahu melalui teman abang yang tinggal di sebelah rumah di Sekeloa.’

‘Adiknya kak Ida Tarigan itu? Yang namanya Tahir ya, bang ?’’

‘Ya......’

‘Abang kuliahnya barengan dengan dia terus, ya....... ‘

‘Ya, hampir selalu.’

‘Nggak ada kuliah sore tadi, bang ?’

‘Tadi ada praktikum. Pulang dari praktikum abang kesini.’

‘Iya, nih. Kacau...... Bagaimana kuliah sama praktikum Lala nanti?’

‘Jangan dipikirin dulu. Nanti ikut praktikum susulan. Nanti pinjam catatan kuliah teman...’

‘Doain Lala cepat sembuh ya bang ?’

‘Ya, pasti abang doain.’

‘Kemarin siang pulang kuliah Lala seperti mau pingsan. Pusing dan perut mual.’

‘Kata uni karena kebanyakan jajan bakso. Benar?’

‘Iya.... Barangkali memang gara-gara itu. Lala dan Yuni hampir tiap hari jajan bakso.’

‘Yuni nggak apa-apa ?’

‘Nggak apa-apa tuh.... Dia aman-aman aja....’

‘Nanti kalau sudah sembuh dikurang-kurangi...’

‘Lala kapok sekarang.... ‘ kata Lala sambil menguap.

‘Lebih baik Lala istirahat. Nanti kalau kebanyakan ngomong panasnya naik lagi.’

‘Iya sih. Tapi pegel juga tiduran terus begini.’

‘Ya harus istirahat. Kan lagi sakit....’

‘Bang Imran nggak kemana-mana kan?’

‘Ndak. Abang tungguin disini. Lala tidur saja...’

Lala memicingkan matanya. Akhirnya dia tertidur.

Sementara Lala tidur, Imran membaca-baca catatan praktikumnya tadi sore.


***

Jam setengah delapan uni Lani sudah kembali lagi.

‘Lagi tidur.... ? Sudah lama dia tidur?’ tanya uni berbisik sambil meraba kening Lala.

‘Hampir sejak uni pergi tadi....... Sudah beres urusannya, un ?’

‘Sudah.... Uni cuman menyerahkan laporan saja, kok.......’

‘Tante mau datang sendiri?’

‘Iya.... Kan papa kerja...’

‘Karena Lala sakit atau memang sudah ada rencana mau kesini ?’

‘Karena Lala sakit. Lala yang menelpon mama tadi malam.’

‘Mudah-mudahan Lala cepat sembuh....’

‘Amiin..... Dari tadi aman-aman saja? Maksud uni, Lala nggak ada mengigau?’

‘Ndak ada. Tadi ada dokter datang memeriksa. Tapi Lala tidur. Kata dokter biar saja dia tidur, ndak usah dibangunin. Katanya pula suhu badan Lala normal.’

‘Syukurlah....... Kamu tahu kenapa uni mengasih tahu kamu, Lala sakit?’

‘Nggak........ Kan wajar saja saya dikasih tahu. Memangnya kenapa?’

‘Kemarin waktu mengigau Lala memanggil-manggil kamu. Katanya, bang Imran, bang Imran, jangan tinggalin Lala. Memang sih, cuman igauan.... Tapi siapa tahu, kalau ketemu kamu menyenangkan hati Lala. Membantunya biar cepat sembuh. Makanya tadi uni pengen kamu datang.’

‘Wajar-wajar saja saya dikasih tahu. Namanya kita bersaudara....’

‘Ya... Uni senang kamu bisa datang.... Tapi ngomong-ngomong, kamu pasti banyak tugas di rumah. Kalau kamu mau pulang, nggak apa-apa. Tinggalin aja uni. Sebentar lagi abang juga datang.’

‘Uni mau menjagain Lala disini malam ini?’

‘Lihat bagaimana nanti. Tapi memang harus ada yang menjagai dia.’

Lala terbangun. Mungkin mendengar suara percakapan setengah berbisik-bisik itu.

‘Eh.... Uni sudah balik?’

‘Sudah...... Bagaimana? Enakan? Kamu makan ya. Habis tu minum obat.’

‘Perut Lala masih agak mual...’

‘Dipaksain aja makan. Biar habis itu bisa minum obat.’

Lala mau makan. Makan bubur, disuapi uni.

‘Imran mungkin banyak tugas. Nggak apa-apa dia pergi ya?’ tanya uni.

‘Iya, bang?’ tanya Lala.

‘Ya. Abang pulang dululah ya? Besok abang kesini lagi,’ jawab Imran.

‘Doain Lala, ya...’

‘Insya Allah abang doain.’

‘Ya, udah. Terima kasih ya, bang. Hati-hati....’

Imran berpamitan ke uni lalu pergi.

*****

No comments: