Tuesday, November 11, 2008

SANG AMANAH (56)

(56)

13. Kunjungan Balasan


Isue itu merebak begitu cepat di SMU 369. Sebelum lonceng masuk kelas jam tujuh dibunyikan, berita itu berkembang dengan sangat cepatnya. Arif dan pak Umar tertangkap polisi dan saat ini sedang ditahan di kantor polisi. Keluarga Arif dengan ditemani pak ketua RT dan ketua RW sudah mengunjungi mereka tadi malam dan tidak berhasil membebaskan mereka itu. Apa kesalahan Arif dan pak Umar? Entahlah. Kabarnya kemarin mereka terlibat perkelahian dengan kelompok pengedar narkoba. Kelompok preman itu berhasil dilumpuhkan dan satu orang dari kelompok itu luka parah bahkan kemungkinan meninggal. Mungkin Arif dan pak Umar akan ditahan sampai disidangkan dan kalau terbukti bersalah melukai apalagi sampai menghilangkan nyawa orang lain bukan tidak mungkin keduanya akan dipenjarakan.

Tidak ada yang tahu persis bagaimana pak Umar dan Arif sampai terlibat perkelahian dengan preman pengedar narkoba. Kemarin memang beredar berita bahwa seorang gembong pengedar narkoba yang terbunuh oleh polisi sehari sebelumnya adalah orang yang pernah mengancam mau membunuh Arif. Mungkin yang kemarin berkelahi itu adalah anak buahnya. Mungkin mereka berusaha mau membunuh Arif. Tapi dimana berlangsungnya kejadian itu? Kalau di sekolah ini setidak-tidaknya petugas keamanan sekolah tentu tahu. Dan ternyata petugas Satpam itu tidak tahu. Petugas yang bertugas siang kemarin hanya menyaksikan kemarin siang Arif memang diboncengkan Vespa pak Umar keluar dari sekolah. Sesuatu yang memang tidak biasa terjadi.

Pak Mursyid yang mendengar berita itu mencoba memanggil dan menanyai Gito, teman akrab Arif. Namun ternyata Gito tidak tahu sedikitpun tentang kejadian itu. Gito bersama-sama Arif pulang sekolah kemarin dulu, bukan kemarin. Tapi pak Mursyid berhasil mendapat informasi dari Gito nama murid SMU 369 yang tinggal berdekatan dengan Arif. Seorang murid wanita yang bernama Saraswati murid kelas 3 IPA2. Pak Mursyid memanggil Saras untuk menanyakan kalau-kalau dia tahu apa yang sesungguhnya terjadi dengan Arif, karena menurut cerita yang sedang beredar rombongan RW dekat tempat tinggalnya sudah berusaha mendatangi kantor polisi tadi malam.

Saraswati memang tetangga Arif. Tadi pagi dia mendengar berita itu dari ayahnya yang mendapat informasi dari pak ketua RT. Jadi betul, menurut cerita itu, Arif dengan pak kepala sekolah ditahan di kantor polisi. Dan kejadiannya, menurut yang didengar Saras memang seperti yang sedang beredar itu. Arif ditemani pak Umar kemarin terlibat perkelahian dengan gerombolan preman bersepeda motor. Kawanan preman itu, yang mengeluarkan senjata tajam, pisau, berhasil dilumpuhkan pak Umar, sebelum polisi datang menangkap. Kawanan preman bersama-sama Arif dan pak Umar dibawa ke kantor Polsek Pondok Kelapa dan di tahan di sana. Rombongan RW dari tempat tinggal Arif itu tidak berhasil meminta pembebasan mereka karena kata petugas polisi di kantor itu harus menunggu sampai disidangkan dulu.

Guru-guru yang lain sudah berdatangan dan ikut mendengar cerita Saras. Pak Mursyid terdiam mendengar penjelasan dan cerita Saras itu. Kenyataannya memang sampai jam tujuh kurang dua menit sekarang ini, pak Umar belum hadir. Biasanya dia sudah hadir di sekolah antara jam setengah tujuh atau paling lambat jam tujuh kurang seperempat. Ibu Purwati, wakil kepala sekolah belum datang. Pak Mursyid berfikir keras, apa yang harus dilakukan? Pak Darmawan menyarankan agar beberapa orang guru pergi ke kantor polisi untuk menjenguk pak Umar dan Arif. Untuk menunjukkan simpati kepada mereka berdua di samping menanyakan apa yang terjadi sesungguhnya. Kalau memang akan menjadi perkara besar, akan dibawa ke pengadilan, barangkali perlu dimintakan jasa seorang pengacara.

Saran pak Darmawan itu disetujui oleh guru-guru yang hadir pagi itu. Ada pak Muslih, pak Wayan, pak Sofyan, pak Situmorang, pak Sutisna, ibu Lastri, ibu Sofni, ibu Sarah, ibu Rita. Pak Mursyid menyarankan agar menunggu ibu Purwati, wakil kepala sekolah. Karena sebaiknya ibu Purwati ikut pergi ke kantor polisi itu. Tapi ibu Purwati hari ini mengajar sesudah jam sepuluh. Jadi mungkin dia baru akan hadir di sekolah sekitar jam sembilanan. Pak Mursyid yang mengetahui nomor HP ibu Purwati menghubunginya melalui HP dan memintanya segera hadir di sekolah. Pak Mursyid menceritakan secara ringkas berita yang baru saja didengarnya dari murid kelas 3 IPA2 itu. Ibu Purwati menyatakan bahwa dia akan segera datang ke sekolah. Dia perlu waktu kira-kira setengah jam untuk ke sekolah dari rumahnya. Secara aklamasi sudah disepakati yang akan menemani ibu Purwati ke kantor polisi adalah pak Mursyid, pak Muslih, pak Sofyan dan ibu Sofni. Mereka akan berangkat nanti jam delapan.

Jam delapan kurang seperempat ibu Purwati sampai di sekolah. Didapatinya ruangan guru-guru kosong. Tentu mereka semua sedang mengajar. Ibu Purwati mengamati jadwal mengajar guru-guru dan menemukan bahwa pak Mursyid sedang mengajar di kelas dua D. Dia keluar menuju ke kelas dua D dan menemukan pak Mursyid di sana. Kedua guru itu berbicara sebentar. Ibu Purwati mengajak mereka berangkat sekarang saja. Pak Mursyid, sesudah memberi tahukan murid-murid untuk belajar sendiri, meninggalkan kelas untuk menemui guru-guru yang tadi mau ikut pergi ke kantor polisi. Murid-murid itu sudah mendengar sebelumnya issue yang beredar pagi itu, bahwa pak Umar dan teman mereka Arif sedang ditahan di kantor polisi.

Kelima orang guru itu sudah siap berangkat. Mereka semua sudah berkumpul di kantor guru. Ibu Purwati menawarkan untuk menggunakan mobilnya, yang tentu saja diterima guru-guru lainnya itu. Mereka berlima melangkah ke tempat parkir mobil. Mobil ibu Purwati sebuah Escudo yang memiliki lima tempat duduk. Jadi pas untuk mereka berlima. Ibu Sofni duduk di depan menemani ibu Purwati sementara ketiga orang bapak guru itu duduk di bangku belakang. Ibu Purwati memundurkan mobilnya sebelum mengemudikannya keluar lapangan parkir. Baru saja mobil itu akan keluar dari lapangan parkir, sebelum berbelok ke arah gerbang sekolah, terlihat pak Umar mengendarai Vespanya baru saja melewati gerbang sekolah. Kelima guru-guru di mobil itu melongo melihatnya. Beberapa puluh detik kemudian, ibu Purwati yang mula-mula membuka suara.

‘Bagaimana ceritanya sih, ini? Dapat dari siapa berita pak Umar ditahan di kantor polisi?’ tanyanya.

‘Saya tadi mendengar dari Saraswati, murid kelas 3 IPA2, tetangganya Arif yang sama-sama ditahan dengan pak Umar,’ pak Mursyid mencoba menjelaskan.

‘Lha, itu buktinya pak Umar barusan datang,’ kata ibu Purwati sambil kembali memarkir mobilnya.

‘Tapi kelihatannya memang ada sesuatu yang terjadi dengan dirinya. Buktinya dia terlambat datang ke sekolah. Mari kita datangi untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas,’ pak Muslih menengahi.

Kelima guru itu keluar dari mobil dan tanpa bicara menuju ke kantor pak Umar. Mereka ingin mendengar dari pak Umar tentang rumor yang beredar pagi ini. Pak Umar baru saja beranjak dari tempat parkir sepeda motor menuju ruangan kantornya waktu didapatinya kelima orang guru-guru itu masuk dari arah pintu masuk sekolah. Pak Umar yang lebih dahulu menyapa mereka dengan salamnya yang khas. Guru-guru itu membalas salam pak Umar. Pak Mursyid yang mulai membuka pembicaraan sesudah itu.

‘Kami tadi mendengar kabar bahwa bapak ada masalah dan ditahan di kantor polisi Pondok Kelapa. Kami baru saja mau pergi ke sana waktu kami lihat bapak datang,’ katanya.

‘Betul, saya bersama seorang murid kelas dua A, Arif, tadi malam ditahan di kantor polisi. Mari kita ngobrol di kantor saja,’ ajak pak Umar.

Kelima orang guru itu mengikuti pak Umar ke ruang kantor guru. Pak Umar menceritakan apa yang kemarin dialaminya waktu dia mengantarkan Arif pulang. Tentang mereka dihadang dua orang pengendara motor yang tiba-tiba menyerang dengan menendang ke arah Vespa pak Umar yang oleh karena kehilangan keseimbangan Vespa itu hampir jatuh. Tentang serangan satu dari kedua orang preman itu kepada Arif dengan menggunakan pisau sementara yang lainnya menyerang pak Umar dengan balok pagar tapi berhasil dilumpuhkan pak Umar. Dan akhirnya polisi datang. Dan pak Umar diminta komandan polisi itu ikut ke kantor polisi, tapi kemudian disuruh menunggu komandannya yang tidak segera datang karena sedang berurusan dengan atasannya lagi sebagai buntut peristiwa terbunuhnya seorang gembong pengedar narkoba sehari sebelumnya. Dan komandannya itu baru datang pagi-pagi sekali tadi dan akhirnya pak Umar bersama Arif baru dibebaskan sekitar jam enam pagi tadi. Jadi tidak benar bahwa seorang preman itu terluka dalam perkelahian itu. Dan itu bukan perkelahian karena baik pak Umar maupun Arif hanya berusaha mengelakkan serangan kedua orang bandit bersenjata itu. Yang menyerang pak Umar berhasil dilumpuhkannya dengan melemparkan jaketnya ke muka penyerang itu. Dan sesudah dia tidak bisa melihat karena mukanya tertutup jaket, pak Umar menangkap tangannya dan membuang balok kayu yang dipegangnya. Pada waktu bersamaan datang patroli polisi. Polisi langsung menangkap dan memborgol kedua preman itu. Pak Umar dan Arif diminta ikut ke kantor polisi untuk jadi saksi. Tapi komandan mereka berpesan menyuruh pak Umar dan Arif menunggu sebelum membebaskan mereka berdua.

Barulah guru-guru itu mengerti ceritanya. Pak Umar menambahkan bahwa komandan polisi itu berjanji akan datang ke sekolah pagi ini. Dan dia telah menganjurkan agar polisi itu datang ke sekolah sekitar jam setengah sepuluh, pada waktu jam istirahat, agar bisa bertemu dengan staf guru-guru.

Sementara itu guru-guru tadi kembali mengajar ke kelas masing-masing. Pak Umar tingal bersama ibu Purwati, pak Situmorang dan pak Hardjono yang baru datang dan melanjutkan obrolan tentang pengedar narkoba dan ancaman terhadap anak-anak remaja.

Jam setengah sepuluh lebih lima inspektur Djono datang ke SMU 369 ditemani dua orang anak buahnya, sersan Sugeng dan seorang polisi lain. Petugas Satpam di gerbang sekolah meski agak terheran-heran atas kedatangan komandan polisi itu, mengantarkannya ke kantor pak Umar. Inspektur Djono memberi hormat ala polisi. Pak Umar membalas dengan salam, lalu memperkenalkannya kepada guru-guru yang hadir di ruangan itu.

Inspektur Djono mengulangi permohonan maafnya karena telah menahan pak Umar tadi malam di kantor polisi. Seperti yang sudah diutarakannya waktu di kantor polisi, pak Umar sudah memaafkan tidak hanya komandan polisi itu tapi juga segenap petugas polisi yang ditemuinya di kantor polisi itu. Atas permintaan inspektur Djono, Arif dipanggil ke kantor guru karena komandan polisi itu juga ingin mohon maaf sekali lagi kepadanya. Arif yang juga datang terlambat di sekolah pagi ini, datang menemui komandan polisi itu di kantor guru. Inspektur Djono di samping minta maaf juga memberikan sebuah tas sekolah sebagai pengganti tas Arif yang kemarin robek waktu digunakannya untuk menangkis serangan pisau si gondrong pakai anting. Arif menolak dengan mengucapkan terima kasih, tapi polisi itu mengatakan agar tas yang sudah dibelikan itu diterima saja. Kalau untuk sekedar pengganti tas seperti itu, polisi mempunyai dana kata inspektur Djono berkelakar.

Inspektur Djono beramah-tamah dengan guru-guru sekolah itu untuk beberapa saat lagi. Dia menjelaskan tentang tekad polisi untuk memerangi kelompok pengedar narkoba, khususnya anak buah Udin Pelor. Dia juga mengingatkan guru-guru itu agar segera menghubungi polisi seandainya ada ancaman dari gerombolan preman itu baik terhadap guru-guru maupun terhadap murid-murid. Tawaran itu disambut guru-guru itu dengan antusias. Setelah lonceng masuk kelas dibunyikan, ketiga orang polisi itu mohon diri untuk kembali ke pos mereka di Polsek Pondok Kelapa.

Arif kembali ke kelas. Dari tadi banyak sekali teman-teman sekelas maupun dari kelas lain yang datang menyalami Arif. Mereka bertanya tentang kejadian yang menimpa Arif dan pak Umar kemarin. Arif menceritakan apa adanya. Arif bukan tipe yang pandai bercerita. Apa yang dikatakannya datar-datar saja, tanpa ekspresi yang berlebihan. Anto dan Iwan juga ikut mendengarkan cerita Arif itu waktu kebetulan mereka lewat di depan kelas dua A dan melihat anak-anak kelas dua A sedang beramai-ramai merubung di sekitar Arif.

Tadi Arif sedang diwawancarai teman-temannya waktu ada utusan guru datang menjemputnya karena ada panggilan dari komandan polisi di ruangan guru. Beberapa orang anak kelas dua A mengiringi Arif sampai ke pintu ruangan guru ingin menyaksikan apa yang terjadi di sana. Mereka menyaksikan waktu komandan polisi itu menyalami Arif dan memberikan sebuah tas sekolah untuk pengganti tas Arif yang robek. Sesampainya Arif di kelas pelajaran belum mulai. Ibu Lastri yang mau mengajar sejarah belum datang karena masih di kantor guru. Arif kembali ditanyai teman-teman tentang kedatangan polisi barusan.

‘Ngapain lagi tu polisi, Rif?’ tanya Bambang, teman sebangku Arif.

‘Dia minta maaf lagi ke pak Umar dan ke aku. Sekalian dia mengganti tas ku kemarin yang robek kena pisau preman gondrong itu,’ jawab Arif.

‘Kira-kira masih ada nggak Rif, kawanan brandalan itu yang masih mengincar kamu?’ tanya Dadang.

‘Ya…mana aku tahu. Pokoknya aku berserah diri saja kepada Allah. Apalagi yang bisa kuperbuat. Aku dari pertama tidak ingin berurusan kok dengan mereka. Mereka saja yang setiap saat ingin menyakiti aku,’ jawab Arif polos.

‘Ntar siang kamu pulang sama siapa Rif?’ tanya Bambang lagi.

‘Nggak dengan siapa-siapa. Aku takut nanti malahan jadi perkara lagi kalau aku ikut siapa-siapa seperti kemarin aku diantar pak kepala sekolah itu,’ jawab Arif.

‘Nanti kamu ikut aku saja Rif. Biar aku antar kamu. Kaca mobilku buram, nggak bakalan kelihatan dari luar. Kamu tinggal di Pondok Bambu Batas sana kan?’ Dadang menawarkan jasa baik.

‘Nggak usahlah, Dang. Nanti kamu ikut-ikutan terlibat. Biarlah aku naik angkot seperti biasa saja. Di angkot kan banyak teman,’ Arif menolak tawaran Dadang.

‘Ikut aja Rif! Paling tidak selama suasananya masih mencekam sehari dua hari ini. Ibaratnya penjahat itukan sudah dua kali kalah. Pertama jagoannya ditembak polisi. Kemarin ada lagi dua orang yang ketangkap. Siapa tahu sisa kawanan itu makin penasaran dan masih ingin membalas,’ saran Bambang pula.

‘Ya.. gimana ya. Aku tidak ingin ada lagi orang lain yang jadi korban gara-gara urusan ini. Itu saja,’ kata Arif pula.

Sementara itu ibu Lastri masuk kelas. Beliau inipun sempat bertanya lagi urusan Arif dengan polisi sebelum memulai pelajaran sejarah dunia.


*****

No comments: