Thursday, February 21, 2008

KETUPAT LEBARAN (1425)

KETUPAT LEBARAN (1425)

Ba’da asar di mesjid Al Husna. Kami sedang duduk-duduk mengamati panitia zakat, anak-anak muda Remaja Mesjid yang sedang bersiap-siap membagi-bagikan amplop zakat untuk para mustahiq yang sudah datang berkerumun bahkan sejak waktu zuhur tadi. Sementara kami duduk-duduk itu, pak Hasbullah membuka pembicaraan.

‘Syukurlah kita telah hampir menyelesaikan bulan Ramadhan ini dengan penuh kedamaian. Betapa sedihnya membayangkan penderitaan umat Muslim di Falujah pada saat-saat seperti ini,’ ujar pak Hasbullah dengan nada sendu.

Kami berlima yang duduk melingkar tepekur mendengar ucapan beliau itu. Ungkapan itu benar-benar menusuk. Betapa tidak. Pekan terakhir Ramadhan ini, tentara penjajah Amerika menggempur Falujah di negeri Irak sana dengan membabi buta, mengerahkan semua peralatan perang canggih penebar maut untuk meluluhlantakkan bumi Falujah. Berita penyerangan itu ditulis di koran-koran, disampaikan oleh televisi dan radio secara terang-terangan. Dalam satu malam, negeri itu dihujani beribu-ribu ton bom, membuat kota berpenduduk 300,000 itu bagai mengalami kiamat kecil. Lalu sesudah itu datang dua puluh ribu serdadu dengan peralatan artileri lengkap menyerbu masuk untuk menaklukkan negeri yang mestinya sudah tak berdaya itu.

Perang berkecamuk dahsyat. Entah berapa penduduk Falujah yang terkorban, Allah Ta’ala saja yang tahu. Entah berapa bangunan yang hancur, mesjid yang rusak karena banyak di antara mesjid-mesjid itu memang dijadikan tempat umat berlindung. Penjajah Amerika mengakui dua belas serdadunya mati. Lebih dua ratus orang yang luka-luka dan dievakuasi ke Jerman untuk perawatan. Benarkah hanya sebegitu itu korban tentara penjajah itu? Entahlah. Entahlah, apakah betul cuma sebanyak itu tentara penjenayah orang kafir itu yang gugur.

‘Ada yang menyentak pemikiran saya pak Hasbullah,’ pak Somad berkomentar setelah beberapa saat hening.

‘Apakah gerangan penyebab kemembabibutaan orang-orang Amerika itu? Mengerahkan pesawat-pesawat pembom untuk membombardir negeri itu? Mengerahkan 20,000 orang serdadu untuk menduduki kota yang kononnya ditempati 3000 orang ‘tentara pemberontak’ itu? Sepertinya ada apa-apanya. Sepertinya ada yang tidak beres yang dirasakan oleh tentara penjajah,’ Pak Somad mengambil nafas dalam sebelum melanjutkan.

‘Wallahu a’lam. Tapi saya seperti melihat hal-hal yang tersirat dibelakang semua itu. Yakni kefrustrasian pemimpin mereka yang sombong dan takabur itu. Dia yang memulai peperangan dengan kezaliman dan caranya sendiri, dengan kemauannya sendiri, dengan aturannya sendiri. Lihatlah betapa perang itu tidak kunjung usai. Lihatlah betapa masyarakat Irak memberikan perlawanan dengan gigih, karena tidak sudi negerinya dijajah. Lihatlah betapa tentara penjajah itu kerepotan oleh perlawanan itu. Sepertinya tentara penjajah itu sudah terperosok ke dalam lobang yang lebih dalam. Sangat mungkin Allah sedang mempermalukan mereka dengan lebih buruk lagi. Saya seperti melihat Allah telah mengutus ‘tentaraNya’ ke Falujah. Lihatlah jumlah mereka yang terkorban menurut pengakuan mereka sendiri. Sangat boleh jadi yang mereka sembunyikan jauh lebih banyak lagi. Bagaimana mungkin tentara penjajah dengan peralatan perang mereka yang sangat canggih itu bisa mendapatkan perlawanan dari tentara Falujah yang berjumlah sedikit itu, dengan peralatan yang terbatas kalau bukan dengan pertolongan Allah?’ pak Somad menjelaskan.

‘Betul, pak. Sangat boleh jadi demikian. Bukankah pernah kita dengar cerita tentara ‘malaikat’ yang diturunkan Allah di tengah medan perang orang-orang mukmin? Seperti di Afghanistan? Seperti di mesjid Al Fath di Ambon? Dan di tempat-tempat lain? Saat ini kita belum mendengar apa saja yang benar-benar terjadi di Falujah karena semua pusat berita terkumpul di satu fihak saja. Tentara penjajah itu mengaku telah menguasai kota Falujah. Namun ada yang aneh. Tentu ada apa-apanya sehingga mereka sampai seganas itu. Sampai menumpahkan segenap daya dan tenaganya seperti itu,’ Haji Bidin ikut menambahkan.

‘Wallahu a’lam tentang tentara ‘malaikat’. Tapi semangat jihad orang-orang yang dizhalimi, orang-orang yang terpanggil nuraninya karena melihat kezhaliman tentara-tentara Amerika agaknya lebih masuk akal untuk menjadi penyebab keganasan dan kemembabibutaan tentara penjajah itu. Rakyat Falujah punya motifasi untuk berjihad membela kemerdekaan mereka, membela harga diri mereka, membela keimanan mereka. Mereka melihat peperangan itu sebagai lahan tempat berjihad mencari syahid disisi Allah SWT,’ pak Hasbullah menambahkan.

‘Tapi masih tersisa kekhawatiran itu, pak. Cepat atau lambat, mereka akan dikalahkan oleh penjajah Amerika yang berperalatan canggih serta didukung oleh personel yang jumlahnya berlipat-lipat itu,’ ujar pak Haji Bidin pula,

‘Wallahu a’lam. Hanya Allah saja yang tahu. Allah berkuasa melakukan sekehendakNya. Kalau menurut ketentuan Allah tentara Amerika itu akan dikalahkan dan dipermalukan di bumi Irak, tidak sulit bagi Allah,’ jawab pak Hasbullah.

‘Apa yang dapat kita lakukan pak? Sebagai sesama orang beriman melihat penderitaan masyarakat sipil di Falujah? Menyaksikan jatuhnya korban dari kalangan wanita dan anak-anak dalam keganasan perang itu?’ tanya pak Somad.

‘Doa,’ jawab pak Hasbullah. ‘Doa agar mereka dilindungi oleh Allah SWT. Doa agar penderitaan mereka diakhiri oleh Allah SWT. Agar mereka diberi kekuatan dan kesabaran oleh Allah SWT. Hanya itu yang dapat kita panjatkan dari kejauhan sini. Mudah-mudahan Allah segera mengakhiri penderitaan rakyat di Falujah. Di seantero Irak. Di Palestina, bahkan dimana saja. Ditempat-tempat lain dimana perang dengan nafsu angkaramurka berkecamuk, menzhalimi orang-orang yang tidak berdosa. Menzhalimi orang-orang sipil, rakyat biasa yang tidak berdaya oleh keganasan peperangan. Dimanapun di bumi Allah ini. Kita doakan agar kiranya mereka dilindungi Allah. Rabbanaa, waghfirlanaa, warhamnaa, anta maulana, fanshurnaa ‘alalqaumil kaafiriin. Fanshurnaa ‘alalqaumizhzhaalimiin,’ ujar pak Hasbullah.

‘Bagaimana dengan doa Qunut nazilah, pak. Apa tidak sebaiknya kita membaca qunut nazilah untuk mereka?’ tanya pak Bidin pula.

‘Saya setuju sekali. Baiklah mulai maghrib ini kita baca qunut nazilah,’ jawab pak Hasbullah.

‘Maaf pak. Apakah ada bacaan khusus pada qunut nazilah itu?’ lanjut pak Bidin.

‘Tidak ada bacaan khusus untuk qunut nazilah sebenarnya. Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Anas, bahwasanya Nabi SAW pernah qunut selama sebulan, yakni sesudah rukuk yang terakhir, mendoakan kebinasaan atas beberapa suku dari Arab, kemudian beliau meninggalkannya.’ Menurut riwayat yang lain lagi disebutkan beliau meninggalkannya karena Allah berfirman bukanlah urusan nabi untuk melaknati sesuatu kaum. Namun amalan qunut itu sudah dicontohkan oleh Rasulullah. Saya berkeyakinan kita boleh meminta pertolongan dan perlindungan Allah dengan membaca bagian terakhir dari ayat terakhir surah Al Baqarah yang berbunyi, Rabbanaa laa tuakhitznaa innasiinaa au akhtha’naa. Rabbana wa laa tahmil ‘alainaa ishran kamaa hamaltahuu ‘alallatziina min qablinaa, Rabbanaa wa laa tuhammilnaa maa laa thaa qatalanaa bih, wa’fu’annaa, waghfirlanaa, warhamnaa, anta maulaanaa fanshurnaa ‘alalqaumilkaafiriin. Kita mintakan kepada Allah kiranya Allah tidak menyiksa kita kaum muslimin yang manapun. Kiranya Allah tidak membebani kita, kaum muslimin dengan beban berat yang kita tidak sanggup memikulnya. Dan yang lebih utama agar kiranya Allah membela kita dan menolong kita kaum muslimin dalam mengalahkan orang-orang kafir,’ pak Hasbullah menjelaskan secara rinci.

Kami mengangguk-angguk mendengar jawaban pak Hasbullah. Anak-anak muda anggota RISMA sudah selesai membagi-bagikan amplop zakat. Dengan syahdu sebahagian mereka sudah mengawali takbir. Waktu maghrib makin mendekat.


Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, Laa ilaaha illa ‘Llahu wAllahu Akbar – Allahu Akbar waliLlahil hamd. Allahu Akbar kabiiran, walhamdu liLlahi katsiiran, wa subhanaLlahi bukratan wa ashiila, Laa ilaaha illa ‘Llahu wAllahu Akbar – Allahu Akbar waliLlahil hamd.




*****

No comments: