Saturday, October 18, 2008

SANG AMANAH (24)

(24)

‘Justru itu, saya harap kita bisa mengambil keputusan sekarang.’

‘Maaf, maksud saya seandainyapun kita lakukan ‘voting’ dan seandainya lagi yang tidak setuju yang dominan, bagaimana kita menjelaskan kepada anak-anak?’

‘Maaf, ibu ketua. Boleh saya berbicara lagi?’ pak Umar mengangkat tangan.

‘Tentu, pak. silahkan!’

‘Saya sangat menghormati demokrasi dalam rapat kita ini. Saya sangat menghargainya. Terlepas dari ketidak setujuan saya maupun ibu Sarah, saya sependapat dengan kekhawatiran bapak Hardjono sebentar ini. Jalan keluarnya saya rasa, atau saya usul, lakukan jajak pendapat dengan melibatkan seluruh murid-murid. Kita mintakan kepada OSIS untuk melaksanakannya. Jajak pendapat bisa dilakukan di masing-masing kelas. Cukup dengan memberi tanda di sebelah kanan papan tulis bagi yang suka, dan di sebelah kiri bagi yang tidak suka. Dengan cepat dan mudah kita akan tahu apa hasilnya. Jajak pendapat dilakukan juga dikalangan guru-guru.’

‘Wah. Ide yang sangat baik saya kira. Bagaimana bapak-bapak dan ibu-ibu yang lain?’

Ternyata tidak ada yang berkomentar. Tidak ada satupun peserta rapat bisa memberikan pendapat setuju atau tidak setuju.

‘Wah, bagaimana ini kok tidak ada suara?’

‘Relevansinya apa kira-kira melibatkan murid-murid untuk menentukan acara seperti ini?’ pak Sutisna nyeletuk.

‘Bagaimana, pak Umar. Mungkin bisa bapak jelaskan?’

‘Relevansinya, untuk mengetahui siapa sebenarnya yang ingin diadakan acara ‘joged’ ini, guru-guru atau termasuk murid-murid. Di samping mengajar murid-murid menghargai demokrasi dengan menghormati hasil jajak pendapat. Seandainya yang setuju acara itu diadakan yang menang, yang tidak setuju bisa menghargai, begitu juga sebaliknya.’

‘Cukup jelas kalau begitu, pak. Bapak Tisna bisa menerima?’

Pak Sutisna hanya mengangguk.

‘Jadi bagaimana bapak-bapak? Bisa kita setujui usulan pak Umar ini?’

Tetap tidak ada reaksi. Mungkin masing-masing khawatir hasil jajak pendapat dengan melibatkan murid nanti tidak sesuai dengan keinginannya.

‘Kalau begitu saya akan lakukan penjajakan langsung untuk mengetahui setuju atau tidaknya kita diadakan jajak pendapat dengan melibatkan murid-murid. Pertama saya harapkan bagi bapak-bapak dan ibu-ibu yang setuju diadakan jajak pendapat itu, tolong mengangkat tangan…. OSIS juga diminta memberikan suara sesuai aspirasinya…..! Silahkan bapak-bapak dan ibu-ibu saya segera akan menghitungnya….. Baik saya akan hitung……..ada dua puluh orang yang setuju. Terima kasih…. Berikutnya yang tidak setuju……..dua belas orang…… Sebentar, …. Kita ada 35 orang..berarti ada tiga orang yang abstain… Mohon yang abstain juga ikut angkat tangan….. Lho kok cuma dua orang? Berarti kurang satu…’

‘Kan ibu ketua sendiri satunya lagi.’

‘Oh iya… baiklah. Saya tentu saja abstain juga….’

‘Baik, saya pikir kita putuskan demikian. Dan kepada OSIS diminta untuk melakukan jajak pendapat tersebut segera. Saya rasa cukup dengan pertanyaan; ‘SETUJUKAH SAUDARA JIKA PADA ACARA PERPISAHAN BP KEPSEK TGL 3 SEPTEMBER MENDATANG DIADAKAN ACARA ‘DANGDUT’ DAN ‘JOGED’?. Bisa dilaksanakan kira-kira pengurus OSIS?’

‘Bisa buk.’

‘Baiklah, dengan demikian urusan acara kita anggap selesai, sedang keputusan acara joged, menunggu hasil jajak pendapat. Dengan demikian kita meningkat ke pokok bahasan berikutnya yaitu mengenai biaya. Perlu kita ketahui, saya dapat titipan dari bapak kepala sekolah, bapak Suprapto bahwa beliau tidak ingin biaya ini dibebankan kepada guru-guru maupun kepada murid-murid. Kalau ada yang ingin menyumbang sukarela, silahkan, tapi tidak diwajibkan. Menurut pak Suprapto ada uang sebanyak dua juta rupiah dari dana ‘taktis’ sekolah yang bisa digunakan untuk menunjang acara ini, namun mungkin uang sejumlah itu tidak akan mencukupi. Untuk mengetahui rencana biaya mungkin kita bisa minta penjelasan dari bapak Kus dan ibu Hartini, dan mungkin juga dari bapak Sutisna untuk hal yang menyangkut perlengkapan. Silahkan bapak-bapak dan ibu-ibu.’

‘Baik ibu ketua,’ pak Kus yang memberikan penjelasan.

‘Biaya yang kami hitung pertama-tama adalah biaya untuk konsumsi. Dengan asumsi kita hanya menyediakan makanan kecil, untuk menghemat biaya. Maksudnya kue-kue, mungkin dua atau tiga potong dan satu gelas Aqua. Biaya per kotak kami perkirakan dua ribu lima ratus rupiah dan jumlah yang harus disediakan termasuk untuk setiap murid, berarti untuk hampir delapan ratus orang. Dengan demikian hanya untuk konsumsi makanan kecil itu saja sudah dua juta rupiah. Berikutnya untuk perlengkapan kami minta pak Sutisna yang menjelaskan.’

‘Terima kasih pak Kus. Dari perlengkapan yang paling memerlukan dana adalah penyewaan alat-alat band. Seperti biasa kita menyewa alat-alat musik itu untuk pemakaian satu hari yang sewanya lima ratus ribu rupiah. Sudah termasuk ongkos transport. Di samping itu kita perlu bahan-bahan untuk dekorasi panggung, saya rasa cukup dengan biaya dua ratus ribu rupiah. Tentu saja seandainya uangnya berlebih akan kita kembalikan kepada panitia. Ini dengan asumsi acara dilaksanakan didalam ruangan. Karena kalau di luar ruangan kita akan memerlukan pula tenda minimal untuk panggungnya sendiri sebagai antisipasi kalau hari hujan. Mengingat acara sudah diputuskan akan dilaksanakan di ruangan, hal ini tidak perlu lagi dibahas. Berikutnya adalah biaya untuk dokumentasi, untuk pembelian film untuk foto, berikut ongkos cuci cetak berikut album. Rencananya satu album akan di serahkan kepada bapak Suprapto sebagai kenang-kenangan. Biayanya mungkin agak besar yakni tiga ratus ribu rupiah. Saya rasa itu saja.’

‘Terima kasih pak Sutisna. Jadi dengan demikian, biaya yang diperlukan adalah tiga juta rupiah. Kami tidak menambahkan dengan biaya tak terduga. Itu saja laporannya sementara ibu ketua.’

‘Jadi saya ulangi, konsumsi adalah makanan ringan saja. Maaf bagaimana kalau umpama ada yang mensponsori dan konsumsinya dirubah menjadi makan siang yang sederhana seperti nasi kotak yang kita makan siang ini? Ini baru sekedar wacana saja. Silahkan bapak-bapak yang lain ikut juga memikirkan!’

‘Saya jawab langsung, ibu ketua. Itu artinya, kalau nasi kotaknya seharga enam ribu rupiah, maka untuk nasi kotak saja perlu biaya empat juta delapan ratus ribu rupiah. Jadi keseluruhan biaya bisa mencapai hampir enam juta. Jadi perlu dipikir-pikirkan betul,’ kata ibu Hartini.

‘Maaf, ibu ketua, boleh saya berbicara?’ pak Suprapto minta waktu.

‘Silahkan pak!’

‘Saya rasa kita tidak usah memikirkan untuk mencari sponsor. Saya khawatir, sponsor ini pada gilirannya akan melibatkan wali murid. Saya rasa kita cukupkan dengan kemungkinan yang pertama tadi, yaitu dengan suguhan makanan kecil. Yang lebih utama adalah berkumpul-kumpul pada saat terakhir masa dinas saya di sini. Itu saja komentar saya. Terima kasih.’

‘Baik pak. Saya tadi menyebut sebagai wacana saja. Saya rasa bapak benar, mungkin kita berkonsentrasi dengan biaya yang kira-kira kita sanggup.’

‘Mohon izin berbicara ibu ketua,’ kali ini giliran pak Situmorang.

‘Silahkan pak Situmorang!’

‘Kalau saya tidak salah untuk pilihan pertama sajapun sudah kekurangan sekitar satu juta rupiah. Tadi saya dengar dana tersedia dari bapak kepala sekolah hanya dua juta rupiah. Kebutuhan tiga juta rupiah. Dari mana kekurangan yang satu juta ini akan diambil? Itu saja ibu ketua.’

‘Ya. Saya mohon maaf sebelumnya. Justru saya sudah melihat kekurangan satu juta rupiah yang harus kita cari. Timbul pikiran nekad saya. Karena memang kurang, mau tidak mau kita harus mencari sponsor. Maaf, maksud saya, kita mintakan kepada wali murid yang memang bonafide, yang punya perusahaan misalnya, atau yang jadi direktur perusahaan besar. Nah, kalau mau minta, dan hanya satu juta mungkin buat orang seperti itu akan jadi bahan tertawaan. Apalagi kalau kita tunjukkan proposal berikut biaya acara yang akan kita lakukan. Tapi karena dari bapak kepala sekolah tadi ada arahan agar kita tidak melakukan yang saya pikirkan ini, maka mari kita pikirkan bersama jalan keluarnya. Jadi silahkan bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian.’

‘Maaf, saya langsung saja bertanya. Apakah ibu ketua punya daftar orang tua murid yang dikatakan bonafide tadi itu? Maksudnya kalau memang orang-orangnya dikenal mungkin kami dari POMG bisa mencoba menghubungi. Itu saja, mohon maaf karena saya berbicara langsung,’ pak Djoko Rismianto.

‘Sebelum saya jawab, saya ingin kesepakatan rapat terlebih dahulu apakah cara ini mau dicoba atau tidak. Mohon maaf juga pak Djoko.’

‘Maaf ibu ketua. Saya tambahkan sedikit informasi,’ pak Suprapto.

‘Silahkan, pak!’

‘Saya sampaikan terus terang bahwa dana taktis yang ada pada saya saat ini berjumlah empat juta rupiah. Saya sudah menyampaikan kepada pak Umar yang akan menggantikan saya bahwa sisa dana taktis ini akan saya serahkan ke pak Umar. Bukan saya ngotot, saya lebih cenderung dana ini saja yang kita pakai. Hanya saja, dana yang akan saya serah terimakan kepada pak Umar nanti tentu tinggal satu juta rupiah. Dalam hal ini saya perlu menanyakan pendapat pak Umar sebagai orang yang akan mewarisinya.’

‘Bisa langsung dijawab pak Umar?’

‘Ya… saya rasa hal itu sepenuhnya wewenang pak Suprapto. Apapun yang nanti diserahkan oleh beliau kepada saya akan saya pertanggung jawabkan apa adanya. Dalam kasus ini saya bukan pada posisi untuk mengatakan setuju atau tidak setuju.’

‘Mungkin kita simpulkan saja pak Suprapto, bagaimana keputusan bapak?’

‘Kalau saya yang memutuskan, kita keluarkan tiga juta dari dana tersebut.’
‘Terima kasih pak… dengan demikian masalah dana kita anggap selesai dan sudah bisa diketokkan palu.’ Tok…tok…tok..

‘Berikut adalah masalah keamanan dan kita minta masukan dari bapak Tatang. Apakah ada yang perlu disampaikan?’

‘Semua siap ibu ketua. Kita minta semua petugas satpam bekerja lembur pada saat pelaksanaan untuk antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Itu saja. Terima kasih.’

‘Yang terakhir sekali sebelum masuk ke acara bebas kita akan tutup dengan doa. Untuk itu yang akan memimpin doa adalah pak Darmawan. Siap pak Darmawan?’

‘Insya Allah siap ibu ketua.’

‘Terima kasih kalau begitu pak.’

‘Baiklah bapak-bapak dan ibu-ibu serta perwakilan OSIS yang saya hormati. Dengan demikian rapat kita pada hari ini sudah bisa kita simpulkan sebagai berikut; pertama, tema seperti yang sudah kita sepakati bersama. Kedua, acara kita laksanakan hari Minggu pagi mulai jam delapan diperkirakan sampai sekitar jam dua belas. Tempat acara adalah di ruangan serba guna. Materi acara seperti yang sudah disiapkan oleh bapak Hardjono, terdiri dari sambutan-sambutan (ada tiga sambutan). penyerahan cindera mata, acara hiburan yang terdiri dari drama tiga babak oleh murid-murid, diselingi dengan tari-tarian oleh murid-murid di bawah asuhan bapak Wayan, grup band murid-murid, duet gitar, paduan suara guru-guru, puisi perpisahan dan penutup dengan doa yang akan dipimpin bapak Darmawan. Seterusnya, acara bebas joged dangdut masih menunggu hasil jajak pendapat. Konsumsi berupa makanan kecil. Dana yang diperlukan untuk konsumsi, sewa peralatan musik band, dekorasi, dokumentasi adalah tiga juta rupiah yang akan diambil dari dana taktis kepala sekolah. Apakah ada lagi yang perlu ditambahkan, bapak-bapak dan ibu-ibu?’

‘Pertanyaan buk,’ ketua OSIS mengangkat tangan.

‘Silahkan!’

‘Mengenai jajak pendapat. Kapan harus dilaksanakan, buk? Dan apakah dikalangan murid-murid saja?’

‘Saya rasa secepatnya saja. Mungkin besok pagi direncanakan dengan setiap ketua kelas. Seandainya kalian bisa rapat dengan ketua kelas pada saat istirahat pertama, mungkin jajak pendapatnya sendiri bisa dilaksanakan pada istirahat kedua. Seperti arahan pak Umar tadi cukup dengan membubuhkan tanda pada sisi papan tulis kiri dan kanan masing-masing untuk yang setuju dan yang tidak setuju. Dalam lima sampai sepuluh menit sudah selesai saya rasa. Kemudian untuk guru-guru, bagaimana bapak-bapak dan ibu-ibu apakah akan diadakan sekarang atau besok?’

‘Saya rasa besok saja, kita lakukan juga dengan cara yang sama di ruangan guru. Kalau dilakukan sekarang nanti berpengaruh kepada jajak pendapat dikalangan siswa,’ usul pak Mursyid.

‘Setuju dengan usul pak Mursyid, bapak-bapak, ibu-ibu?’

‘Setuju….’ jawab guru-guru serempak.

‘Baik…masih ada yang lain? Saran, pertanyaan atau komentar?’

Peserta rapat mungkin sudah kecapaian sehingga tidak ada lagi yang berkomentar. Rapat itupun akhirnya ditutup.


*****

No comments: