Wednesday, October 15, 2008

SANG AMANAH (19)

(19)

‘Kamu mau mengantarkannya pulang sekarang?’ tanya pak Umar.

‘Tidak, pak. Ayah saya akan menjemputnya ke sini,’ jawab Anto.

‘Jam berapa ayah kamu ke sini?’

‘Mungkin sekarang sudah ada di depan pak. Di tempat parkir. Tadi katanya ayah saya mau menunggu di sana.’

‘Baiklah kalau begitu. Adrianto! Nanti kamu temui lagi bapak waktu istirahat pertama ya? Ada lagi yang ingin bapak tanyakan.’

‘Barangkali mengenai ayah saya pak? Karena saya sebelumnya mengatakan ayah saya….’

‘Ya. Nanti saja kamu ceritakan. Pergi kamu antarkan tumbuhan itu ke ayah kamu sekarang.’

‘Baik, pak. Terima kasih, pak,’ jawab Anto.

Pak Umar kembali ke ruangan guru. Terlihat pak Suprapto sedang berbicara dengan seorang bapak-bapak. Rupanya pak Suryanto, ayah Anto. Pak Umar mengucapkan salam kepada mereka berdua yang menyambut dengan salam pula.

‘Maaf pagi-pagi sudah mengganggu nih, pak,’ kata pak Suryanto.

‘Tidak juga pak. Bagaimana kabarnya, pak?’ tanya pak Umar ke pak Suryanto.

‘Baik-baik pak. Istri saya antusias benar mau mencoba obat-obat seperti yang bapak ceritakan kemarin. Dan dari kemarin dia sudah melakukan terapi jus itu. Dia ingin sekali mencoba juga tumbuhan yang bapak sebutkan kemarin. Makanya saya sengaja datang menjemputnya.’

‘Barusan sudah kami ambilkan. Barusan dibawa Adrianto. Katanya bapak menunggunya di tempat parkir,’ kata pak Umar.

‘Iya. Saya barusan melihat pak Suryanto. Saya ajak masuk. Lebih baik kita ke ruangan saya saja, pak. Mungkin masih ada yang mau dibincangkan. Mungkin pak Suryanto ingin tahu seberapa banyak umbi itu dimakan,’ kata pak Suprapto sambil mempersilahkan masuk ke kantornya.

‘Maaf, apakah saya tidak mengganggu?’

‘Tentu tidak pak. Silahkan.’

Bapak-bapak itu masuk ke ruangan kerja pak Suprapto. Anto datang sesudah itu, mencari-cari papi. Pak Mursyid memberi tahukan bahwa papi ada di dalam bersama kepala sekolah.

‘Apa yang kamu bawa, Adrianto?’ tanya pak Mursyid.

‘Tanaman untuk obat pak. Untuk obat ibu saya.’

‘Dapat dari mana?’

‘Dari kebun sekolah pak, saya minta ke pak Simin.’

‘Resep obat dari siapa itu?’

‘Dari pak Umar, pak. Dari bapak kepala sekolah yang baru itu.’

‘Oh..ya. Pak Umar juga ada di dalam. Kamu mau masuk ke sana? Coba kamu ketok saja pintunya.’

‘Iya, pak. Terima kasih pak.’

Anto, mengetuk pintu kantor pak Suprapto yang mempersilahkannya masuk. Anto masuk sesudah memberi salam, ‘selamat pagi pak’. Dia minta izin untuk menyerahkan bungkusan plastik hitam itu kepada papi dan papi menerimanya serta melihat isinya. Anto minta izin untuk kembali keluar

‘Itu dia umbinya, pak. Tumbuh seolah membelah diri menjadi semakin besar. Nanti dicuci dulu bersih-bersih. Tidak usah sekaligus semua, tapi yang mau dipakai saja. Sisanya kalau ditarok di tanah, insya Allah akan hidup terus dan tumbuh. Kalau mau menanam bisa juga diambil umbi yang ada tunasnya. Kalau dibiarkan sesudah dicuci, tidak ditanamkan, airnya cepat habis menguap. Sesudah dicuci nanti terlihat kulitnya seperti kulit jahe, kekuning-kuningan. Kupas kulitnya itu maka akan kelihatan daging umbi berwarna putih seperti bengkoang. Umbinya itu boleh dimakan mentah. Kira-kira sebesar ibu jari. Selama seminggu ini suruh ibu memakannya dua kali pagi dan sore,’ pak Umar mengulangi penjelasannya.

‘Akan kami coba, pak,’ kata pak Suryanto.

‘Ada hal lain yang ingin saya tanyakan, kalau bapak tidak berkeberatan,’ lanjutnya.

‘Silahkan, pak. Kalau saya bisa membantu, akan saya bantu insya Allah,’ jawab pak Umar.

‘Sebenarnya saya malu menanyakan. Tapi karena saya benar-benar awam, saya harap bapak memakluminya. Begini, pak. Bagaimana caranya kalau istri saya ingin mengerjakan sembahyang sementara dia tidak kuat ke kamar mandi untuk berwudhu?’

‘Kan, boleh bertayamum, pak. Bapak tahu caranya bertayamum?’

‘Jujur saja, saya tidak tahu. Cuma seingat saya bertayamum itu dengan tanah kalau tidak ada air. Sementara di rumah kan ada air, pak.’

‘Benar, tapi ibu kan sedang sakit, sedang dalam keadaan tidak sehat. Boleh bertayamum. Caranya bertayamum dengan menggunakan debu tanah. Telapak tangan ditempelkan ke debu itu, setelah itu tangan di tepukkan seperti ini, lalu di usapkan ke muka, satu kali saja. Sesudah itu ditempelkan ke debu sekali lagi, ditepukkan lagi, lalu telapak tangan kiri disapukan mulai dari pergelangan tangan ketelapak tangan kanan terus ke punggung tangan kanan sampai ke pergelangan tangan dan seterusnya seperti itu pula oleh tangan kanan ke tangan kiri. Setelah itu selesai, ‘ pak Umar menjelaskan sambil memberi contoh.

‘Sesudah itu sudah boleh melakukan shalat, pak?’ tanya papi.

‘Iya, boleh. Kekuatannya sama seperti wudhu. Bahkan orang yang dalam keadaan junub, jika dia tidak dapat menggunakan air, entah karena air tidak ada atau karena dia sedang sakit, cukup bertayamum dan boleh shalat.’

‘Tidak perlu mandi maksudnya pak?’

‘Tidak mandi, karena ada halangan tadi itu.’

‘Tanahnya, apakah ada ketentuan tanah seperti apa, pak?’

‘Tanah yang suci, tidak kena najis. Tapi yang diperlukan itu sebenarnya debunya. Seandainya kita yakin di belakang kursi ini ada debu, maka itu sudah cukup memadai. Tapi kalau mau mengambil tanah juga tidak apa-apa, asal yang bersih atau suci.’

‘Terima kasih banyak pak. Akan saya sampaikan kepada istri saya. Tadi pagi dia menyatakan keinginannya untuk mengerjakan shalat, dan berdoa. Saya tidak tahu jawabannya. Terima kasih banyak sekali lagi, pak. Juga kepada bapak Suprapto, terima kasih banyak. Saya mohon diri dulu pak.’

‘Baik pak. Salam buat ibu,’ kata pak Suprapto.

‘Terima kasih pak,’ jawab pak Suryanto.


*****


‘Pak Umar, hari ini guru-guru akan mengadakan rapat. Rencananya mereka akan mengadakan acara perpisahan dengan saya. Tentu saja sekaligus menyambut kedatangan pak Umar di sekolah ini. Mereka sudah membentuk panitia yang ketuanya adalah ibu Purwati. Kalau pak Umar bersedia sebaiknya kita ikut hadir untuk mendengarkan.’

‘Saya bersedia saja pak. Tapi apakah mereka nanti tidak terganggu oleh kehadiran saya?’

‘Mudah-mudahan tidak. Saya sudah menanyakan ke ibu Purwati sebagai ketua panitia, dia malahan mengharapkan kehadiran kita untuk memberi masukan pada acara yang akan dilaksanakan hari Sabtu minggu depan itu.’

‘Kalau begitu baik, pak. Jam berapa rapatnya?’

‘Sesudah jam sekolah, berarti sesudah jam dua nanti siang.’

‘Ya baik, pak. Kira-kira acaranya apa saja nanti pak?’

‘Yang saya dengar akan ada panggung terbuka. Dengan melibatkan anak-anak. Jadi akan ada pertunjukan dan nyanyian-nyanyian oleh murid-murid kita. Mereka ada yang pemain band, meski bukan berlatih di sekolah. Ada juga pemain gitar seperti Adrianto. Anak itu sangat berbakat bermain gitar. Pak Hardjono guru olah raga yang satunya berbakat jadi sutradara. Sering dia mengerahkan anak-anak untuk membuat pertunjukan drama yang lumayan bagus.’

‘Bagus sekali kalau begitu pak. ‘

‘Ya, biasanya sih begitu. Hanya ada acara yang mungkin pak Umar tidak suka.’

‘Maksud bapak?’

‘Acara penutup. Biasanya disertai joged. Bagaimana menurut pak Umar?’

‘Kalau bapak menanyakan pendapat saya pribadi, maka jawaban saya adalah saya tidak menyukainya. Jadi, kalau memang ada acara itu, pada waktu itu mungkin saya akan lebih dahulu pamit. Tapi acaranya sendiri apakah siang atau malam hari, pak?’

‘Itu termasuk yang akan mereka bahas dalam rapat. Kembali lagi, kenapa dengan acara joged itu pak Umar? Apakah dilarang agama?’

‘Bukan karena dilarang agama saja pak. Saya khawatir itu merupakan awal dari rusaknya moral atau akhlak. Siapa saja yang berjoged? Tentu guru-guru juga ikut. Seandainya iya, menurut hemat saya, kita telah memberikan contoh tidak pantas kepada anak didik. Maaf ini pendapat saya lho, pak.’

‘Ya..ya.. saya mengerti. Biarlah nanti kita bahas bersama-sama. Meskipun saya agak khawatir guru-guru lain akan keberatan seandainya acara itu ditiadakan.’

‘Baik, pak. Kita lihat nanti saja.’

‘Tapi ngomong-ngomong, apa pak Umar sudah menemukan jawaban teka-teki Adrianto kemarin?’

‘Belum, pak. Tapi saya menyuruhnya untuk menemui saya jam istirahat pertama nanti. Maksud saya waktu itu akan saya tanyakan.’

‘Rasanya saya sudah mendapatkan jawabannya.’

‘Maksud bapak?’

‘Tadi pas saya datang, saya lihat ayahnya Adrianto itu di tempat parkir. Saya datangi dan saya ajak masuk ke sini. Kami berbincang-bincang selama melangkah dari tempat parkir. Dia menanyakan apa betul Adrianto mengganggu Vespa pak Umar kemarin? Saya balik bertanya apakah Adrianto bercerita di rumah. Dia bilang iya. Lalu saya ceritakan sepintas apa yang terjadi kemarin. Bahwa saya mau menghubungi orang tua Adrianto dan Adrianto melarangnya karena ibunya sakit. Saya bilang bahwa saya akan menghubungi ayahnya, dan dia juga melarangnya dan mengatakan bahwa ayah dan ibunya sedang ada masalah. Pada waktu itu pak Suryanto itu mengakui, benar bahwa sebelumnya dia sedang bermasalah dengan istrinya. Bahwa kemarin, entah kenapa tiba-tiba dia ingin menemui istrinya untuk menanyakan sesuatu hal, tapi berbalik malah jadi minta maaf kepada istrinya. Kemarin, hanya satu jam sebelum kita datang. Dia bahkan mengatakan bahwa dia juga minta maaf pada anaknya.’

‘Dramatis juga ceritanya, pak. Kalau begitu tidak ada yang ditutup-tutupi oleh anak itu. Saya, seperti saya katakan kemarin, percaya bahwa Adrianto itu tidak berbohong.’

‘Ya, rupanya memang begitu.’

‘Mungkin nanti kalau dia datang akan saya tanya kembali. Sekadar untuk ‘cross check’. Saya percaya anak itu cenderung jadi anak yang baik.’

‘Saya sependapat dengan pak Umar.’

‘Mungkin ada lagi yang ingin bapak sampaikan, pak?’

‘Oh, ya bagaimana dengan jadwal menggantikan pak Waluyo kemarin? Apakah sudah pak Umar periksa?’

‘Tidak ada masalah pak. Saya mengajar di SMU 267 hari Rabu dan Jumat. Keduanya pada jam pertama. Sementara di sini hari Rabu jam terakhir dan hari Kamis pagi.’

‘Bagus sekali kalau begitu. Jam sepuluh nanti saya harus ke kantor Debdikbud. Silahkan pak Umar menggunakan ruangan ini.’

‘Terima kasih pak. Sebenarnya saya juga tidak apa-apa di ruang sebelah.’

Pak Umar minta izin untuk mengunjungi pegawai-pegawai lain yang belum sempat ditemuinya kemarin. Dia pergi pula mengunjungi kantin sekolah, mengamati kebersihan dan kerapihan kantin itu. Di sana dia menemui pak Simin dan pak Tugiman dan berbicang-bincang dengan mereka. Setelah itu dia mengajak pak Simin untuk mengamati kebun sekolah kembali untuk menginventarisir tanaman yang ada di sana. Pak Umar akan meminta dibuatkan katalog khasiat dari setiap tanaman itu nanti kepada guru biologi.


*****

No comments: