Sunday, January 6, 2008

MELAWAT KE DUBAI DAN ISTAMBUL (bag.6)

MELAWAT KE DUBAI DAN ISTAMBUL (bag.6)



11. SABTU - 18 AGUSTUS 2007

Aku terbangun ketika alarm HP berbunyi jam setengah lima subuh. Aku bangunkan istriku. Kami segera bersiap-siap untuk pergi shalat subuh ke mesjid Beyazid. Seperti subuh kemarin, kami berjalan kaki di jalan Hazinedar Sok yang sepi (nama jalan di depan hotel Kent tempat kami menginap) menuju ke arah mesjid. Berbeda dengan subuh-subuh sebelumnya, kali ini agak lebih banyak jamaah di mesjid ini. Lebih dari 20 orang. Aku segera sadar bahwa ini adalah hari Sabtu, hari libur. Jadi mereka-mereka ini punya waktu untuk datang ke mesjid menunaikan shalat subuh.

Seperti kemarin-kemarin kami menunggu agak lama sebelum melaksanakan shalat subuh. Padahal waktu mau masuk mesjid aku melihat mobil ‘imam khatib’ sudah terparkir diluar. Mungkin sang imam melaksanakan shalat sunat dan zikir dulu di ruangan khususnya di mesjid ini. Selama empat kali aku shalat subuh di mesjid ini ada dua orang imam. Subuh ini imamnya sama seperti subuh kemarin. Bacaannya bagus, tartil dengan tajwij yang bagus. Bacaan alfatihahnya tanpa bismillah yang dijahar. Zikir dan doa sesudah shalat sama seperti kemarin, sama seperti yang dipimpin imam yang satunya lagi. Penutup rangkaian ibadah subuh juga sama dengan yang sebelumnya. Imam membaca beberapa ayat al Quran luar kepala dan setelah itu semua jamaah berdiri untuk bersalam-salaman. Muazin tua itu tersenyum ketika menyalamiku. Dia menggumamkan kata-kata yang ada ‘barakallahu lakum’ di antaranya. Sedih juga aku akan meninggalkan jamaah mesjid ini.

Aku bertambah heran ketika kami keluar, ada satu rombongan jamaah lagi yang baru akan memulai shalat di bagian belakang mesjid. Jumlah mereka ada belasan orang. Persis ketika aku akan keluar pintu, salah seorang dari mereka melantunkan iqamat. Jadi benar sekali, bahwa orang-orang yang hari ini terbebas dari rutinitas pekerjaan menyempatkan diri untuk hadir shalat berjamaah ke mesjid. Mudah-mudahan saja dalam kesehariannya mereka ini adalah orang-orang yang tetap mengerjakan shalat.

Kami melangkah keluar, menuju ke jalan pulang ke hotel. Kami seberangi jalan besar Hazinedar Sok, yang ada rel tram di tengah-tengahnya itu. Seperti pagi kemarin kami mampir ke kedai kopi di seberang jalan atau disisi yang sama dengan hotel kami. Sejak subuh pertama aku sudah melihat keberadaan kedai di pinggir jalan ini tapi baru subuh kemarin kami mampir. Pemiliknya seorang separuh baya. Kami memesan kopi susu dan roti bakar berisi keju. Istriku ingin mencoba roti berisi daging yang juga dibakar. Iseng, aku tanyakan apakah daging itu halal. Pemilik kedai itu menjawab dengan meyakinkan bahwa daging itu halal. Aku jelaskan lagi dengan maksud bercanda, halal and thayyib? Dia malah mengatakan sesuatu yang kemungkinan sebuah hadits, aku kurang begitu yakin. Pengucapan bahasa Arabnya bagus. Aku tanyakan, apakah kamu seorang Muslim? Dijawabnya, I am Moslem my friend. Lalu tanyaku, kenapa kamu tidak pergi shalat subuh ke mesjid? Kali ini dia hanya tersenyum.

Sesudah sarapan roti panggang dan kopi susu (untuk kami berdua harganya hanya 12 YTL) kami terus pulang ke hotel. Istriku akan mengepak barang-barang belanjaannya. Pagi ini acaranya bebas. Siang nanti kami akan sekalian check out dari hotel ini dan mengunjungi istana Dolmabahce sebelum menuju ke Bandara. Karena barang belanjaan istriku tidak banyak dia dapat menyelesaikan pengepakan itu dengan cepat. Sekitar jam delapan kami turun ke restoran hotel untuk sarapan. Selama sarapan itu istriku mendapat ajakan untuk pergi lagi ke pasar besar. Ajakan yang langsung membuat istriku menyerah karena diawali dengan ‘barang yang kita beli kemarin salah ukurannya, coba periksa deh,’ kata seorang ibu. Sesudah sarapan, istriku membongkar lagi kopernya untuk memastikan bahwa barang yang dimaksud benar-benar keliru ukurannya. Dan ternyata betul. Jadilah istriku punya alasan lagi untuk kembali ke Grand Bazaar.

Aku tinggal sendirian di kamar hotel. Aku manfaatkan untuk menonton tv. Mataku menangkap sebuah acara yang sepertinya sebuah diskusi agama di tv Turki. Ada dua orang duduk berhadap-hadapan di sebuah taman. Kebetulan terlihat olehku ketika salah seorang sedang membacakan ayat al Quran lalu sesudah itu dilanjutkan dengan diskusi diantara mereka berdua. Entah apa yang mereka diskusikan. Aku mendengar kadang-kadang mereka membaca ayat al Quran atau membacakan hadits (Qaala Rasulullah....). Kedua orang itu memakai jas dan berdasi tanpa penutup kepala.

Sayangnya, sesudah acara itu selesai pemancar tv itu kembali menampilkan tayangan Turki sekuler dan moderen. Dengan penyiar wanita yang berpakaian ala kadarnya. Dengan musik seperti yang biasa dilihat di tv Perancis.

Aku menyibukkan diriku dengan menonton tv. Pindah dari channel satu ke yang lain. Meskipun kebanyakan tayangan itu tidak ada yang menarik perhatianku. Sempat pula aku saksikan ‘breaking news’ tentang pembajakan sebuah pesawat anak perusahaan Turki Air yang sedang terbang dari Siprus menuju Istambul dan disuruh mendarat darurat di sebuah kota di Turki bagian tengah. Pembajaknya meminta agar pesawat itu diterbangkan ke Aljazair. Apakah peristiwa ini akan berdampak pula kepada penerbangan kami nanti sore, tanyaku dalam hati. Mudah-mudahan janganlah.

Jam setengah sebelas istriku kembali dari pasar. Tentu saja dengan sedikit lagi tambahan belanja, bukan hanya sekedar menukar barang yang salah ukuran. Biasalah, ibu-ibu. Yang selalu rajin dan sangat senang berbelanja. Dia kembali mengatur dan mengepak barang-barang itu ke dalam koper kami. Tidak sulit karena koper itu memang cukup longgar.

Kami segera turun ke lobby hotel ketika waktu menunjukkan jam setengah dua belas. Menyerahkan kunci kamar dan check out. Aku menukarkan kembali uang YTL yang masih tersisa di dompetku ke US$ di tempat penukaran uang persis di sebelah hotel. Kecuali membeli oleh-oleh di pasar rempah-rempah dan beberapa buku tentang Istambul, Turki, Hagia Sophia aku praktis tidak membeli apa-apa. Urusan beli membeli yang lain istriku lebih cekatan.

Jam dua belas kami tinggalkan hotel Kent, tempat kami menginap selama empat malam. Kami segera pergi makan siang dulu. Untuk seterusnya melakukan kunjungan yang terakhir di kota ini sebelum menuju ke bandara sore nanti.


*****

12. ISTANA DOLMABAHCE

Ini adalah objek terakhir yang akan kami kunjungi dalam lawatan di Istambul. Istana Dolmabahce dimulai pembangunannya pada tahun 1842 dan selesai dalam waktu 12 tahun. Istana ini dibangun dimasa pemerintahan Sultan Abdul Majid, sultan ke 31 kekaisaran Ottoman. Sultan Abdul Majid baru berumur 16 tahun ketika dia menggantikan ayahnya Sultan Mahmud II. Semasa kanak-kanak Abdul Majid diasuh seorang wanita Perancis yang dibawa oleh neneknya yang juga adalah orang Perancis (Aimee Dubuc de Rivery yang nama Islamnya Naksidil Sultan). Ibu dari Abdul Majid, Bezmi Alam Valide Sultan mempunyai perhatian yang sangat besar kepada pembangunan. Dia mempelopori pembangunan sekolah wanita yang diberi nama dengan namanya, membangun rumah sakit, mesjid Dolmabahce dan bangunan-bangunan lainnya. Boleh dikatakan dia pulalah yang menyemangati pembangunan istana Dolmabahce.

Istana besar itu terdiri atas tiga bagian. Di bagian paling depan sebelum memasuki gerbang terdapat sebuah ‘jam gadang’ dengan rumah-rumahan bertingkat empat. Gerbangnya sendiri merupakan sebuah bangunan besar dan di antara jam gadang dan gerbang ini terdapat sebuah taman. Kami memasuki gerbang pertama. Di depan gerbang ini ada seorang tentara berpakaian hijau dengan topi waja putih berdiri seperti patung. Entah karena diilhami salah satu filem Mr. Bean, ada salah seorang anggota rombongan kami yang mencoba menggoda tentara penjaga itu dengan gerakan-gerakan nakal. Hebatnya, dia diam tidak bergeming. Dia juga diam ketika dikerubungi oleh pengunjung lain yang ingin diabadikan dengan berfoto di dekatnya. Lebih mengherankan lagi, setiap lima menit sekali ada tentara lain dengan seragam yang sama membantu menghapus keringatnya sementara dia tetap berdiri mematung. Menurut Lale dia akan mendapat giliran berjaga seperti itu sekitar 40 menit untuk kemudian digantikan tentara yang lain.

Sesudah melalui gerbang pertama kami masuk ke sebuah taman lain. Taman yang ditumbuhi rumput dan bunga-bunga. Ada dua patung singa dengan anak-anaknya, terletak terpisah menghiasi taman ini. Beberapa puluh meter ke depan terlihat bagian kedua dari istana besar ini. Bangunan besar bertingkat dua. Kami menaiki anak tangga menuju pintu masuk. Ada dua pilar tinggi dan menerus ke tingkat dua dekat pintu masuk kedalam istana. Kami harus antri menunggu pemandu wisata yang akan mengantarkan kami melihat bagian-bagian dari istana yang sangat megah dan indah ini. Sulit merinci dengan kata-kata keistimewaan setiap ruangan yang ada di dalam istana tersebut. Lantai dengan karpet permadani yang luas-luas, dinding dengan hiasan dan ukirannya, perabotan meja, kursi, lemari berukir-ukir, tempat tidur di kamar yang besar, langit-langit yang juga berukir-ukir, lampu kristal (tempat lilin) yang luar biasa besarnya (entah berapa lama petugas harus bekerja untuk menyalakan lilin itu setiap sore). Bahkan ada lampu kristal di ruangan hall utama yang konon dua setengah ton beratnya.

Terlihat pula ornamen hiasan berupa pot-pot dari keramik besar-besar, hiasan dari gading gajah, kulit beruang masih dengan kepalanya dan lukisan-lukisan dinding. Banyak dari lukisan-lukisan mempertunjukkan peperangan dan kapal-kapal perang angkatan laut kesultanan Ottoman ketika jaya-jayanya. Tapi ada pula lukisan-lukisan wanita. Bahkan ada lukisan dari salah seorang Sultan yang rupanya mempunyai hobi melukis.

Kami lihat pula kamar mandi Sultan (hammam) yang terbuat dari bahan-bahan yang sangat istimewa. Lantai dan dindingnya terbuat dari marmer spesial yang didatangkan dari Mesir. Warnanya kebiru-biruan nyaris transparan. Dindingnya juga dari marmer yang diukir dengan detil yang menakjubkan.

Kami dibawa berputar-putar di dalam istana itu dari lantai bawah kemudian ke lantai dua untuk menyaksikan kemegahan yang berulang-ulang di setiap ruangan. Benar-benar sebuah kemewahan sultan-sultan yang sangat berlebihan. Aku tidak sempat mendengarkan keterangan pemandu wisata tentang fungsi setiap ruangan yang kami lalui saking terkagum-kagum. Kunjungan kami ke bagian kedua istana ini berakhir di sebuah ruangan besar (hall) yang ditutupi dengan satu lembar permadani yang sangat luas. Ruangan ini adalah ruangan pertemuan tempat Sultan menerima tamu-tamu agung, tempat melaksanakan pesta-pesta khusus istana. Hebatnya, anggota keluarga yang perempuan rupanya tidak diizinkan masuk ke ruangan ini ketika disini ada acara-acara kesultanan. Untuk mereka disediakan ruangan khusus di tingkat dua, dari tempat mana mereka dapat mengintip setiap bagian dari acara yang berlangsung di ruang besar itu. Diruangan inilah tergantung chandelier (tempat lilin) yang beratnya dua setengah ton itu.

Sangat berbeda dengan istana Topkapi yang penuh dengan kaligrafi ayat-ayat al Quran, baik dipintu-pintu atau di dalam ruangannya, di istana ini tidak satupun kaligrafi terlihat. Tapi di dalam istana besar ini masih ada sebuah mushala (disebut mesjid) yang menurut ceritanya biasa digunakan oleh Sultan atau tamu-tamunya.

Aku baru tahu sesudah kami keluar dari ruangan istana itu bahwa kami tidak dibawa masuk ke bagian ketiga yaitu bagian tempat kediaman ibu suri dan saudara-saudara wanita sultan. Bagian ini disebut seraglio. Bahkan istri Sultan yang paling istimewa, yang nanti bakal menjadi ibu suri berikutnya juga tinggal di seraglio. Ibu suri rupanya mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan istana sehingga dia mempunyai tempat khusus sendiri ditemani oleh staf dan pembantu-pembantunya. Catatan ini aku dapatkan dari buku tentang Istana Dolmabahce.

Berbeda dengan keanggunan dan kemewahan istana besar ini, dari buku yang aku baca tentang Istana Dolmabahce, ternyata tidak satupun dari sultan-sultan yang pernah tinggal di istana ini yang tidak bermasalah secara keduniaan. Hal ini akan dibahas secara terpisah sesudah ini.

*****

No comments: