Sunday, March 9, 2008

Oleh-oleh Dari Perjalanan Haji 1424H (3)

3. Jumat Di Mesjid Nabawi

Subuh pertama di hari Jumat kami bertiga pergi ke mesjid. Si Tengah sedang berhalangan bulanan, dan si Bungsu diminta menemaninya. Saya lebih berserah diri kepada Allah. Meski saya tidak percaya dengan cerita si ibu di lift tadi malam tapi tentu bukan alasan untuk berlaku sombong dan takabur. Sekali lagi saya serahkan segala urusan ini kepada Allah dan saya mohon perlindungan dan pertolonganNya.

Kami berpisah di dekat gerbang menuju tempat wanita. Istri saya dan si Sulung berbaur dengan jamaah wanita lain menuju mesjid. Saya berputar ke kanan menuju pintu masuk dari bagian belakang mesjid. Di dalam mesjid saya dapati bahwa saya tidak bisa masuk ke bagian paling depan karena ada pembatas di bagian belakangnya. Di balik pembatas terlihat bahwa bagian depan memang sudah penuh oleh jamaah. Saya mengambil tempat yang masih lapang dan mulai shalat. Tahiyatul masjid, dilanjutkan dengan shalat malam 4 kali 2 rakaat dan saya tutup dengan witir. Masih jam lima kurang waktu saya selesai dengan rangkaian shalat itu. Saya ambil al Quran dan saya mulai tadarus menjelang waktu subuh.

Jam setengah enam lebih berkumandang azan subuh. Semua orang yang memegang mushaf berhenti dari membaca al Quran dan mengembalikan mushaf ke raknya. Sayapun melakukan hal yang sama. Sesudah azan semua berdiri untuk shalat sunah fajar dua rakaat. Masih beberapa menit lagi sebelum shalat subuh dimulai. Saya berharap imam akan membaca surah Alif Laam Miim Tanzil (sajadah) pada shalat subuh di hari Jumat itu. Tapi ternyata tidak. Saya tidak hafal surah apa yang dibaca imam. Namun bacaan itu membuat mata saya berkaca-kaca. Syahdu dan khusyuk sekali rasanya. Shalat di mesjid yang oleh nabi dikatakan lebih utama 1000 kali dibandingkan dengan shalat di mesjid lain kecuali di Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa.

Selesai shalat dan zikir saya keluar mencari jalan masuk ke bagian depan mesjid. Saya melalui pintu assalaam (babussalaam) dan melangkah menuju makam Rasulullah SAW, untuk berziarah. Jamaah berdesak-desak ramai sekali. Saya berjalan terus beringsut-ingsut meliwati mimbar dan terus bergerak karena saya tidak berniat mampir ke Raudhah pagi ini. Di Raudhah jamaah berdesak-desak lebih ramai lagi. Makin mendekati makam Rasulullah SAW, barisan jamaah terbagi dua. Ada yang berusaha mendekat ke dinding makam, lalu diusir oleh asykar dan ada yang berlalu saja agak jauh dari dinding. Saya mengikuti yang kedua ini. Di depan makam Rasulullah SAW saya ucapkan salam kepada beliau, assalamu’alaika ya Rasulullah, assalamu’alaika ya habiballah, ya khatamunnabiyyiin, ya saidul mursaliin. Dengan air mata bercucuran deras. Saya sampaikan salam dari kerabat yang menitipkan salam kepada beliau. Tetap beringsut maju, meliwati makam Abu Bakar dan Umar. Saya ucapkan salam kepada beliau berdua ini. Akhirnya saya sampai di pintu dan keluar dari mesjid.

Saya kembali ke pemondokan. Untuk sarapan dan melanjutkan tadarus yang sudah saya awali tadi di mesjid.

Jam sepuluh saya bersiap-siap untuk pergi kembali ke mesjid untuk shalat Jumat. Seandainya memungkinkan saya berniat masuk ke Raudhah. Saya langsung menuju babussalaam untuk masuk mesjid. Ternyata suasananya sudah berdesak-desak. Tapi saya tetap berusaha maju. Jamaah sudah memenuhi bagian depan mesjid, namun jamaah lain masih tetap berusaha masuk. Mendekati daerah Raudhah, masih di jalan yang dipadati jamaah yang masih berusaha masuk, ada beberapa tempat dimana jamaah membuat sambungan shaf baru, yang tentu saja mempersempit jalan. Saya ragu-ragu untuk ikut duduk. Seorang jamaah dari India memberi isyarat kepada saya untuk duduk dan sayapun duduk. Orang masih tetap berusaha bergerak masuk melangkahi punggung dan kadang-kadang memegang kepala saya. Saya ikhlas seikhlas-ikhlasnya. Saya berusaha untuk tenang setenang-tenangnya. Saya ingat bahwa saya belum shalat tahiyatul masjid dan saya berdiri untuk shalat dua rakaat. Selama shalat itu jamaah lalu di depan saya dan saya tidak mau menghalanginya. Biar sajalah. Dorongan jamaah masuk itu akhirnya berkurang juga. Mungkin pintu assalaam sudah di blokir oleh asykar. Suasana jadi lebih tenang.

Melihat jamaah dari segala bangsa sebanyak itu duduk tertib dengan sabar menunggu waktu shalat membuat mata saya berlinang pula. Ya Allah persatukanlah hati hamba-hambaMu ini, ya Allah berilah kekuatan kepada hamba-hambaMu ini untuk menegakkan kalimatMu, bisik saya dalam hati. Segala bangsa. Yang dominan di mesjid nabawi pada waktu itu adalah orang-orang Afrika. Tentu dari berbagai-bagai negara di Afrika. Namun banyak pula jamaah dari Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh, Srilangka) dan Turki. Justru yang dari Asia Tenggara dekat saya duduk itu tidak banyak. Seorang jamaah yang di punggung bajunya tertulis Bosnia shalat sunat tidak berhenti-henti sampai khatib naik mimbar.

Waktu shalat akhirnya masuk. Ditandai dengan azan meski khatib belum naik mimbar. Setelah itu orang-orang shalat sunat dua rakaat. Saya yang biasanya tidak melakukan shalat sunah qabliyah Jumat meski shalat di mesjid yang azan Jumatnya dua kali, kali ini berdiri shalat. Biarlah ikut shalat sunat mutlaq saja di mesjid yang mulia ini. Setelah itu barulah khatib naik mimbar yang diiringi dengan azan. Dan khotbah. Samar-samar saya tangkap isi khutbah itu mengenai pelaksanaan haji. Pada khotbah kedua khatib berdoa bagi keselamatan segenap umat Islam di segala pelosok dunia. Lebih khusus bagi keselamatan umat Islam yang di Palestina dan di Irak.

Sesudah khutbah kami menunggu imam pindah dari mimbar ke mihrab. Imam itu melangkah di depan saya. Dan kamipun shalat. Syahdu dan khusyuk sekali rasanya. Sesudah shalat sunat ba’diyah saya duduk sebentar menunggu kalau-kalau Raudhah tidak berdesak-desak. Tapi ternyata orang justru semakin ramai. Saya putuskan untuk tidak masuk kesana siang ini dan saya melangkah keluar melalui makam Rasulullah SAW. Saya ulang-ulang mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar sebelum keluar dari mesjid. Diluar tumpah-ruahan jamaah bukan main banyaknya. Dari segala bangsa tadi. Yang menarik perhatian saya adalah mukena jamaah wanita yang berwarna-warna dengan logo dibagian belakang kepala. Jamaah wanita dari India yang dulu tahun sembilan puluh banyak yang menutup aurat ‘asal-asalan’ sekarang jarang saya lihat yang seperti itu. Ada yang pakai mukena berwarna hitam, ada yang ungu. Seragam-seragam dalam jumlah jamaah yang lumayan banyak.

Dan terlihat pula jamaah laki-laki dari Kosovo, memakai rompi bertuliskan Bakhlesia Islame Kosoves dan Hajj Kosovo di bagian punggungnya. Jumlahnya cukup banyak karena mereka terlihat di mana-mana dengan rompi yang sama.

Dan sayapun melangkah di tengah lautan manusia menuju ke pemondokan.


*****

No comments: