Tuesday, March 18, 2008

Oleh-oleh Dari Perjalanan Haji 1424H (11)

11. Zam-zam


Siti Hajar yang ditinggalkan suaminya (nabi Ibrahim a.s.) di lembah yang gersang nyaris tak berpenduduk itu, berusaha mencari air untuk minum bayinya (nabi Ismail a.s.) yang sedang kehausan. Ibu yang tabah dan sangat bertawakkal itu berlari-lari di antara dua gundukan Shafa dan Marwa sambil matanya mencoba mencari-cari kalau-kalau di sekitar tempat itu ada sumber mata air. Beliau bolak balik sampai tujuh kali antara Shafa dan Marwa, sangat boleh jadi dengan sedikit kekhawatiran dalam hatinya karena mendengar tangis bayinya itu. Proses berlari-lari sampai tujuh kali antara Shafa dan Marwa itulah yang diabadikan Allah sebagai bagian dari ibadah haji yang terus dilakukan orang yang melaksanakan ibadah haji sampai hari ini bahkan insya Allah sampai akhir jaman nanti.

Pencarian Siti Hajar tidak membuahkan hasil. Dia tidak menemukan satu titikpun disekitar tempat itu yang dapat dicurigai mengandung air. Tapi… tidak. Ternyata di dekat bayi kecil itu terbaring tiba-tiba merembes air. Siti Hajar gembira bukan kepalang. Beliau berusaha mengumpulkan aliran air yang kecil itu sebelum menciduknya. ‘Zum – zum’ (berkumpullah – berkumpullah), begitu menurut riwayat awal dikenalnya keberadaan sumur Zam - zam yang kita warisi sampai sekarang.

Janganlah disuruh pula membuktikan secara ilmiah kejadian itu. Karena keberadaan sumur Zam – zam bagaikan sebuah misteri bagi mereka yang sok ilmiah. Zam – zam adalah sebuah mu’jizat Allah.

Menurut ketetapan Allah yang berlaku dimana-mana (sunatullah) air menempati rongga-rongga atau pori-pori batuan (yang sangat umum adalah batu pasir). Di negeri kita Indonesia ini sangat ideal untuk membayangkan keberadaan air di dalam tanah. Dalam sirkulasi peredarannya, air dijatuhkan sebagai air hujan yang berasal dari awan yang sebelumnya berasal dari penguapan air laut. Di tempat yang ketinggian, di gunung-gunung dan bukit-bukit air mengalir di permukaan tanah dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah di sungai-sungai. Disamping itu air meresap masuk kedalam tanah mencari tempat-tempat yang berpori-pori di antara batu-batuan untuk seterusnya mengalir pula di bawah permukaan tanah. Di lembah-lembah sering kita temui mata air, atau bahkan air memancur ke atas, yang sebenarnya adalah air yang muncul ke permukaan sebagai akibat hukum tekanan air, di tempat yang kerendahan pada saat dia mengalir dari tempat yang tinggi di perbukitan itu. Air sumur kita adalah bahagian dari air bawah tanah seperti itu.

Mari kita amati lembah Makkah yang dikelilingi oleh bukit-bukit batu. Secara kasat mata kita menyebutnya ‘bukit batu’ karena memang terdiri dari batu cadas, begitu kita mengenalnya secara awam. ‘Batu cadas’ itu adalah batuan beku menurut istilah geologi. Batuan beku merupakan pembekuan dari intrusi magma yang berasal dari dalam perut bumi dan adalah induk dari segenap material permukaan bumi (magma dalam perut bumi itu encer dan sangat panas, dengan suhu diatas 1500 derajat Celcius). Semua material muka bumi (tanah, pasir, batu-batuan yang lain) berasal dari pelapukan batuan beku akibat proses panas matahari, pergantian cuaca, yang terjadi dalam rentang waktu berjuta-juta, bahkan bermilyar tahun. Batuan beku yang masih utuh itu biasanya masif, tidak mempunyai pori atau rongga karena proses pembekuannya yang relatif singkat. Badan atau tubuh batuan beku itu tertanam sampai ke bagian bawah kulit bumi (kalau tidak akan dikatakan sampai ke pusat bumi) . Batuan beku seperti inilah yang kita temui di sekitar Makkah dan Madinah.

Ada gundukan pasir dimana-mana, yang merupakan hasil pelapukan dari batuan beku tadi itu di seantero jazirah Arab. Gundukan pasir itu memang bagus untuk meluluskan dan mengandung air. Bahkan bagus untuk menjadi batuan reservoir mengandung minyak jika tempatnya memungkinkan dibawah perut bumi. Tapi yang ada di lembah Makkah? Tidak banyak terdapat endapan batu pasir seperti itu di sekitar kota ini. Volume atau dimensi batu pasir seperti itu di lembah ini tidaklah besar seperti yang dapat dengan mudah kita lihat. Makkah umumnya di kelilingi bukit batu hasil intrusi batuan beku yang kita sebut tadi.

Baiklah, seberapa besarpun ukuran batu pasir tempat menyimpan air di lembah itu, mari kita cari sumber air yang tersimpan di dalamnya. Air ini tidak mungkin merupakan air tanah yang mengalir dari bukit-bukit batu intrusi batuan beku di sekitarnya karena batuan itu masif, tidak berpori dan tentu tidak menyimpan air. Jadi tetap ada ‘sesuatu’ yang hilang untuk menerangkan keberadaan sumur zam – zam di lembah Makkah itu.

Ada pula yang menduga-duga bahwa air zam – zam berasal dari rembesan air laut Merah di sebelah barat semenanjung Arab. Namun pendapat ini sangat mudah dipatahkan mengingat air zam – zam itu air tawar disamping tidak mungkin air laut mengintrusi sampai seratus kilometer ke daratan apalagi menembus batuan beku yang masif seperti kita sebut di atas.

Salah satu guru besar saya mengatakan bahwa air zam – zam itu diduga sebagai endapan air purba yang terperangkap dan ‘berada’ disana menempati batuan reservoir penyimpan air yang melintasi lembah Makkah. Teori inipun tidak pula mudah untuk dipahami. Berapa besar dimensinya? Kondisi apa yang menyebabkan endapan batu pasir (batuan reservoir) itu terawetkan di tengah lingkungan batuan beku? Namun, tentu saja harus dicari keterangan untuk menjelaskan keberadaan sumur zam – zam sesuai dengan sunatullah. Hanya saja tidak semua ilmu Allah dapat kita fahami dengan mudah karena keterbatasan akal kita.

Dan sumur zam – zam itu, yang diambil jutaan orang jemaah haji berjeriken-jeriken untuk dibawa kekampung halaman masing-masing, dan dikonsumsi ratusan ribu orang setiap hari, tidak pernah susut-susut airnya. Subhanallah.



*****

1 comment:

None said...

Hanya saja tidak semua ilmu Allah dapat kita fahami dengan mudah karena keterbatasan akal kita.

I agree..

ckckck..Geologist dilawan!
HE'S MY POOOPS!!!!!
SMOOOOOOCH! ;)