Sunday, October 26, 2008

SANG AMANAH (33)

(33)

8. Kepsek Baru Peraturan Baru

Resmi sudah pak Umar menjadi kepala sekolah SMU 369. Hari-hari pertama sebagai kepala sekolah digunakannya untuk konsolidasi, mengenali setiap pribadi guru-guru dan karyawan bukan guru sekolah itu secara lebih rinci. Pak Umar berusaha mengenali bangunan SMU 369 sampai hal sekecil-kecilnya. Secara diam-diam diperiksanya dimana terdapat tempat-tempat tersembunyi seperti di samping kelas, di belakang kantin, di tempat parkir, kamar kecil, bagian dalam ruangan serba guna, perpustakaan dan sebagainya. Ruangan-ruangan tersembunyi seperti itu mungkin saja dimanfaatkan oleh anak-anak untuk kegiatan yang tidak baik.

SMU 369 terletak di atas tanah seluas sekitar 6000m persegi. Di depan sekali, dekat jalan raya adalah jalan masuk selebar lima meter mulai dari gerbang sekolah sampai ke ruangan kelas terdekat sepanjang 40m. Jalan masuk ini bersebelahan dengan lapangan parkir untuk kendaraan roda empat. Di tengah-tengah lapangan parkir itu ada satu pohon besar sangat rimbun sebagai peneduh dan di sisi timur dan selatannya ada beberapa pohon palem tumbuh berjejer. Bangunan sekolah terletak di bagian yang menjorok kedalam di atas tanah berukuran lebih kurang 60 kali 70an meter, memanjang dari utara ke selatan. Jalan masuk dari pintu gerbang membuat sudut empat puluh derajat dengan bangunan sekolah yang memanjang utara - selatan itu.

Bangunan awal adalah dua buah bangunan bertingkat dua berhadap-hadapan, masing-masing dengan empat lokal di lantai dasar. Lantai dasar itu dibagi menjadi dua bahagian yang dipisahkan oleh tangga di tengah-tengah. Waktu mula-mula dibangun sekolah itu terdiri dari dua belas ruangan kelas, kantor kepala sekolah dan kantor tata usaha, ruangan guru, sebuah laboratorium dan perpustakaan. Di bagian ujung setiap bangunan itu baik yang di lantai dasar maupun di lantai atas terdapat kamar kecil. Di antara kedua bangunan induk itu ada lapangan yang biasanya digunakan untuk tempat upacara bendera seluas delapan ratus meter. Sekeliling pinggirnya ditutup dengan batu paving dan bagian tengahnya merupakan lapangan basket. Bangunan sekolah di sebelah timur terletak sekitar satu setengah meter dari tembok pagar sekolah. Antara bangunan sekolah dan pagar adalah emperan dan got kecil. Bagian sebelah barat merupakan lapangan selebar lebih kurang sepuluh meter. Lapangan sebelah barat ini ditumbuhi beberapa pohon buah-buahan dan sebagian besar waktu itu dijadikan taman. Di sebelah selatan, atau di bagian paling jauh dari jalan masuk terhampar lapangan rumput cukup luas untuk jadi lapangan bola. Ada beberapa pohon peneduh tumbuh di pinggir lapangan itu.

Beberapa tahun sesudah SMU 369 didirikan jumlah murid-murid baru yang mendaftar ke sekolah itu semakin bertambah, oleh karenanya diperlukan tambahan ruangan kelas baru. Bangunan itu mula-mula dikembangkan dengan menambahkan masing-masing satu kelas bertingkat di bagian sebelah utara mengikuti bangunan asal menjadikannya menyerupai bentuk huruf ‘U’ yang terpotong di tengah. Bagian yang terpotong adalah lanjutan dari jalan masuk. Dengan tambahan empat ruangan kelas, maka jumlah masing-masing kelas bisa ditingkatkan menjadi lima kelas. Keadaan dengan jumlah ruangan mencukupi itu tidak bertahan lama. Tahun-tahun berikutnya murid baru yang mendaftar ke sekolah itu semakin banyak. Bahkan pernah sekolah itu diharuskan Debdikbud menerima murid kelas satu sampai delapan kelas dan sekolah dibagi menjadi kelas pagi dan kelas siang. Kondisi seperti itulah yang didapatkan pak Suprapto waktu dia mula-mula menjabat sebagai kepala sekolah lima tahun yang lalu.

Pak Suprapto adalah pelopor pembangunan tambahan sepuluh ruang kelas baru. Gedung baru itu adalah lima kelas bertingkat yang dibangun di lapangan sebelah selatan, tegak lurus dengan bangunan awal. Bangunan tambahan itu berdiri sendiri, berjarak kira-kira lima meter dari kedua bangunan awal. Bagian sebelah timurnya sejajar dengan bangunan awal, satu setengah meter dari tembok sekolah. Di sebelah barat agak menjorok melebihi lebar ruangan kelas lama. Di tanah yang masih tersisa di bagian barat daya kompleks sekolah itu atau di sebelah barat dari bangunan tambahan, dibangun mesjid sekolah. Lapangan di sebelah barat kemudian dibagi menjadi tiga bahagian, masing-masing tempat parkir sepeda motor sepanjang satu kelas, kantin sekolah bersebelahan dengan gudang, rumah kecil penjaga sekolah, menara air dan kebun mini sekolah yang sekarang berbatasan dengan mesjid sekolah.

Dengan jumlah kelas sebanyak itu dan susunan bangunan seperti itu memang terdapat beberpa titik yang agak tersembunyi seperti di sebelah tenggara, di belakang bangunan baru dekat tembok selatan, di sebelah kantin sekolah di sebelah barat, di belakang mesjid. Tempat-tempat seperti ini menjadi perhatian khusus pak Umar. Di samping itu ada beberapa ruangan yang tidak rutin dipakai seperti ruang perpustakaan, ruangan laboratorium, ruangan serba guna dan gudang sekolah di samping kantin yang tidak luput dari perhatiannya.

Sekolah dengan lebih dari tujuh ratus murid tentu memerlukan perhatian yang sungguh-sunguh. Pak Umar sendirian tidak akan mungkin mengawasi sekolah sebesar itu apalagi dengan jumlah murid sebanyak itu. Dia harus melibatkan semua guru-guru untuk ikut memikul tanggung jawab bersama. Pak Umar ingin meningkatkan pengawasan di sekolah ini, terutama pengawasan terhadap prilaku murid-murid. Moral atau lebih tepatnya akhlak siswa merupakan bagian paling penting yang harus dibenahi. Pak Umar mengerti benar dengan kebiasaan-kebiasaan anak muda seusia siswa SMU sekarang yang seringkali cenderung melanggar aturan dan bahkan menjurus kepada kerusakan moral. Di sekolah tempat dia mengajar sebelumnya, tempat-tempat yang tersembunyi itu bila tidak diawasi bisa dijadikan anak-anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dilarang seperti merokok, berpacaran bahkan ada yang main judi. Pak Umar tidak ingin hal yang sama terjadi di sekolah ini. Dan seandainya kebiasaan-kebiasaan seperti itu sudah ada di sini, dia bertanggung jawab untuk memperbaikinya.

Masalah moral atau tepatnya masalah akhlak memang telah menjadi masalah nasional yang cukup memprihatinkan sekarang ini. Kerusakan moral dan kebejatan akhlak dipertunjukkan masyarakat luas secara terang-terangan. Orang seolah-olah saling berlomba menunjukkan ketidak taatan terhadap hukum, ketidak pedulian terhadap aturan, kedurhakaan terhadap norma-norma agama. Orang seperti bangga dengan perbuatan melawan hukum, dengan perbuatan tercela, dengan perbuatan dosa. Dan ini biasanya dimulai dengan pelanggaran-pelanggaran kecil, meningkat menjadi kejahatan-kejahatan yang lebih besar dan pada akhirnya ada orang yang mampu melakukan kerusakan apa saja untuk kepentingan pribadinya. Contoh-contoh pelanggaran-pelanggaran itu bisa terlihat dimana saja. Di jalanan dengan pelanggaran tertib lalu lintas yang dilakukan secara terang-terangan oleh banyak pemakai jalan raya. Seringkali bahkan ditunjang pula oleh perlakuan aparat yang ikut melanggar padahal seharusnya mereka membantu penegakkan hukum. Pelanggaran hukum bisa terlihat di kantor-kantor, tempat dimana orang menyalah gunakan wewenang atau mungkin juga jabatan. Pelanggaran sering terjadi di pasar-pasar, di mall-mall moderen, di rumah sakit. Pokoknya dimana saja. Bahkan terjadi di sekolah-sekolah dengan tawuran. Bahkan di perguruan-perguruan tinggi, ada mahasiswa berprilaku bar-bar tanpa rasa malu.

Hal ini tidak akan pernah berubah kalau tidak ada yang berusaha memulai memperbaikinya. Hal ini akan semakin parah kalau tidak ada yang perduli. Pak Umar berkeyakinan bahwa tempat yang paling ideal untuk mengawali perbaikan moral itu adalah di sekolah. Mereka perlu diawasi, tapi bukan untuk dihukum atau dikenakan sangsi melainkan untuk dibina agar tidak terlanjur terjerumus ke lembah kehinaan.

*****

Disaat semua murid-murid sudah masuk kelas mengikuti pelajaran, pak Umar berjalan-jalan di sekeliling sekolah. Dimulai dengan pemeriksaan kamar kecil yang biasa digunakan murid-murid. Di setiap lantai ada dua kamar kecil yang diperuntukkan satu untuk murid wanita dan satu untuk murid laki-laki. Segera dia menemukan bahwa tidak semua kamar kecil itu terpelihara. Kamar kecil di lantai atas umumnya kotor. Pintu dan didindingnya penuh dengan coretan-coretan bahkan ada tulisan kata-kata yang tidak senonoh. Ada puntung rokok berserakan dimana-mana. Lantainya kotor dan umumnya bau. Padahal keran air berfungsi dengan baik. Pengawasan terhadap kamar kecil di lantai atas ini kelihatan sangat minim sekali. Pak Umar mencatat di buku catatan kecilnya semua yang diamatinya.

Sesudah memeriksa semua kamar kecil dan mencatat hal-hal penting yang diamatinya di sana pak Umar meneruskan pengamatannya ke kantin sekolah dan sekitarnya. Yang mengusahakan kantin ini bernama pak Mamat. Dia dibantu oleh istrinya ibu Iroh dan seorang pembantu lain bernama mbak Iyem. Kantin ini menyediakan makanan seperti lontong, bakso dan mie instan yang dimasakkan sesuai pesanan, serta minuman ringan dalam botol. Meja-kursi maupun peralatan makan di kantin ini cukup bersih. Tapi tetap saja di meja-meja kantin itu ada coretan-coretan menggunakan spidol yang tidak bisa dihapus dengan air. Kata-kata yang dituliskan di meja itu juga ada yang tidak pantas. Yang sangat mengherankan pak Umar bahwa kantin itu juga menjual rokok dengan persediaan beberapa macam merek rokok dalam jumlah cukup banyak. Persediaan rokok itu memang tidak langsung terlihat dari depan karena ditaruh di lemari yang letaknya membelakangi pintu masuk. Pak Mamat langsung gugup waktu pak Umar memegang rokok dagangannya. Pak Umar tidak bertanya apa-apa dan berbuat seolah-olah keberadaan rokok di sana sebagai sesuatu yang wajar-wajar saja.

Dari kantin dia melanjutkan ke gudang sekolah yang terletak di samping kantin. Gudang yang seharusnya dikunci ternyata kunci gemboknya sudah di rusak. Kunci gembok itu masih menempel di sana tapi kaitan gemboknya tercabut secara paksa. Gudang itu berisi tumpukan meja-kursi yang sudah rusak, peralatan berkebun, sepeda rusak yang entah punya siapa. Terdapat pula peralatan yang dipakai untuk pementasan kemarin ini ditumpuk begitu saja. Ada sebuah pojokan tertutup oleh tumpukan meja kursi yang lebih bersih dari tempat lain. Sepertinya sering dipakai untuk tempat duduk-duduk. Entah apa yang pernah dilakukan oleh entah siapa di tempat ini.

Pak Umar meneruskan pemeriksaan di dekat mesjid sekolah. Di samping sebelah selatan mesjid ada lapangan kira-kira tiga meter antara bangunan mesjid dengan pagar tembok. Ada lobang tempat pembakaran sampah di tanah terbuka yang sedikit ini. Tapi karena sampah sekolah tidak banyak, kelihatannya tempat pembakaran sampah ini jarang dimanfaatkan. Dan tempat ini benar-benar tersembunyi dari pandangan. Entah kenapa ada ‘tempat persembunyian’ seperti itu di sekolah. Seperti sudah diduganya, di sana juga berceceran puntung rokok. Dan ada beberapa kartu domino berceceran di tempat pembakaran sampah itu. Pak Umar kembali mencatat yang dilihatnya. Pak Umar menyusuri emperan di sebelah selatan bangunan baru. Emperan itu hanya kira-kira dua meter dari pagar tembok sekolah. Di pojok timur, di sudut pekarangan sekolah tempat tembok bagian selatan dan timur bertemu, ada pula tempat tersembunyi persis di belakang bangunan baru. Di sini juga terdapat puntung rokok.

Diteruskannya menyusuri emperan di samping timur yang berbatasan dengan tembok pagar sekolah. Emperan ini kotor. Sampah bertebaran hampir di sepanjang jalan selebar satu meter ini. Bahkan di got aliran air cucuran atap terdapat banyak sampah-sampah kertas. Sampah di sini kelihatannya berasal dari dalam kelas yang dibuang melalui jendela. Ada beberapa puntung rokok juga ditemukan tapi tidak sebanyak di dekat mesjid. Pak Umar meneruskan langkahnya mengikuti emperan di sebelah utara yang berbatasan dengan lapangan parkir mobil. Mungkin karena emperan sebelah utara ini langsung terlihat waktu memasuki gedung sekolah dari arah gerbang, tempat ini bersih dan terpelihara.

Pak Umar melangkah menuju ke ruang perpustakaan yang beberapa hari yang lalu pernah dikunjunginya dengan pak Kosasih. Pintu ruangan perpustakaan itu tidak dikunci. Pak Umar mendorong pintu itu dan melangkah masuk. Dan apa yang dilihatnya di dalam benar-benar hampir menjadikan jantungnya copot. Pak Umar beristighfar, ‘Astaghfirullahil’azhiim’. Pak Darmaji dan ibu Rita, pak guru Darmaji dan ibu guru Rita, sedang berciuman dan berpelukan mesra. Keduanya bahkan tidak menyadari kehadiran pak Umar saking asyik dan masyuknya. Dua orang guru sedang berpacaran di ruang perpustakaan pada waktu jam sekolah. Mungkin ini bukan pemandangan yang paling buruk. Mungkin saja yang lebih buruk dari ini bisa terjadi. Mungkin saja ini masih awal dari sesuatu yang lebih buruk yang akan terjadi. Dan ini berlangsung di sekolah. Agaknya waktunya sudah direncanakan sedemikian rupa. Pada saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung dan ruangan perpustakaan ini sedang sepi. Tidak ada yang menggunakan ruangan perpustakaan maka ada saja yang memanfaatkannya untuk hal lain. Dan yang sangat menusuk perasaan pak Umar, hal ini dilakukan sepasang guru. Pak Umar berdehem. Kedua guru yang sedang memerankan acara film itu tersentak kaget dan secara refleks melepaskan pelukan masing-masing. Agaknya saat ini giliran mereka berdua yang hampir copot jantungnya. Wajah mereka berubah pucat dan mata mereka melotot, bagaikan tidak percaya bahwa mereka tertangkap tangan oleh kepala sekolah yang baru ini. Beberapa detik tidak ada suara. Pak Umar juga tidak tahu apa yang harus diucapkannya. Tapi akhirnya keluar juga kata-katanya.

No comments: