Friday, April 24, 2009

DERAI-DERAI CINTA (11)

11. CALTEX

Rumbai adalah Caltex. Disini terletak kantor dan perumahan untuk karyawan Caltex. Pegawai Caltex berasal dari bermacam-macam daerah di Indonesia ditambah orang-orang asing, terutama orang Amerika. Lingkungan ini seolah-olah bukan terletak di Indonesia. Perumahan, kantor-kantor, tempat olah raga, semua tertata rapi dan teratur. Konon bergaya Amerika.

Rumbai memang terkesan asing untuk yang baru pertama kali datang kesini. Saking asingnya, ada yang hilang bagi Imran di lingkungan ini. Yakni suara azan dan mesjid. Belum pernah sekali juga dia mendengar suara azan disini. Dan Imran bertanya dalam hati. Dimana nanti dia akan shalat Jumat? Hari Jumat pagi, ditanyakannya hal itu kepada mak dang. Jangan khawatir, mak dang kan pergi shalat Jumat juga, begitu jawab beliau. Apa mungkin untuk shalat Jumat harus pergi jauh-jauh? Kemana agaknya?

Jam setengah dua belas siang Imran sudah bersiap-siap untuk pergi ke mesjid, seperti yang biasa dilakukannya di kampung. Ternyata mak dang baru pulang dari kantor mendekati jam dua belas. Beliau makan siang dulu terburu-buru seperti biasa. Baru sesudah itu berangkat ke mesjid. Dengan naik mobil ketika hari sudah hampir jam setengah satu. Sampai di mesjid, khatib sudah berkhutbah. Sudah hampir selesai khutbah pertama. Imran mengikuti mak dang mencari tempat duduk di sela-sela jamaah lain di bagian dalam mesjid. Banyak juga jamaah yang datang terlambat seperti mereka.

Selesai shalat Jumat, begitu imam selesai membaca assalamu’alaikum, sebagain besar jamaah segera bangkit. Mereka buru-buru berdiri untuk pulang. Tidak ada waktu untuk berzikir dan berdoa sedikitpun. Apa lagi untuk shalat sunat. Begini rupanya cara orang-orang sibuk mengerjakan shalat Jumat. Sekedar pelepas hutang. Tapi benarkah sudah lepas hutang? Padahal menurut guru agama di sekolah, orang yang datang ke mesjid ketika khatib sudah mulai berkhotbah tidak akan mendapatkan pahala shalat Jumat. Pahala shalat Jumat diantaranya, diampuni dosa-dosa di antara dua shalat Jumat. Apakah mak dang tidak tahu ketentuan itu? Imran tidak berani menanyakannya.

Bukan hanya Imran yang merasa heran dengan pelaksanaan shalat Jumat yang dikerjakan sambil terbirit-birit. Nenekpun demikian pula. Beliau bertanya, kok cepat sekali selesai shalat Jumatnya, apa tidak ada khutbah? Mak dang tidak menjawab tapi tersenyum saja.


***

Hari Minggu. Mak dang mengajak berjalan-jalan. Semua ikut. Mereka pergi melihat pompa minyak bumi di Minas. Melalui jalan licin berminyak yang berbelok-belok. Di kiri kanan jalan terdapat hutan meranggas dan semak belukar. Jalan raya ini rupanya digunakan juga oleh kendaraan umum. Cerita mak dang pula, kalau hari hujan bus atau truk umum yang melalui jalan ini menggunakan rantai pada bannya untuk menghindari tergelincir karena licin. Kalau tidak memakai rantai mobil-mobil itu bisa tergelincir. Sering juga terjadi kecelakaan di jalan berminyak ini.

Mak dang menghindari seekor biawak yang sedang melintas di jalan. Di hutan semak belukar disisi jalan itu banyak binatang liar. Ada ular, biawak, babi, berjenis-jenis monyet dan gajah, kata mak dang. Biawak dan ular sering kali tergilas di sepanjang jalan ini.

‘Apakah ada harimau juga?’ tanya nenek.

‘Harimau tidak ada di daerah sini. Tapi pernah dilihat orang di rimbo panjang, sebelum masuk Pakan Baru dari arah Bukit Tinggi,’ jawab mak dang.

‘Binatang-binatang itu tidak mengganggu, mak dang?’ tanya Imran.

‘Tidak. Sejauh ini tidak pernah ada yang mengganggu.’

Sambil berbincang-bincang itu mereka sampai di Minas yang jaraknya hanya sekitar dua puluh lima kilo saja dari Rumbai. Terlihat banyak sekali pompa besar yang berputar mengangguk-angguk. Itulah pompa minyak. Mak dang bercerita tentang minyak bumi yang dikeluarkan dari dalam perut bumi Sumatera. Minyak kental berwarna hitam seperti yang dilihat Imran dituangkan di jalan raya ketika jalan itu diperbaiki. Minyak yang nanti akan dijadikan minyak tanah, bensin, solar dan berbagai macam hasil sampingan lainnya. Minyak itu dipompa dari dalam perut bumi dan disalurkan dengan pipa-pipa besar ke pelabuhan di Dumai untuk seterusnya dijual dan dikirim ke Jepang. Imran menyimak cerita mak dang itu baik-baik.

‘Makanya, Ran! Kau harus bersekolah. Bersekolah tinggi dan nanti kau bisa bekerja mencari barang tambang lain di bumi Indonesia ini,’ kata mak dang.

‘Si Imran lebih tertarik menjadi pedagang,’ kata tante Ratna.

‘Untuk jadi pedagangpun sebaiknya bersekolah yang tinggi,’ mak dang menambahkan.

Imran tidak berani berkomentar.

Mereka dibawa berkeliling-keliling dalam hutan Minas yang mempunyai banyak sekali pompa minyak mengangguk-angguk. Melihat pipa-pipa minyak yang sambung menyambung dan bertambah besar ukurannya. Mak dang sangat bangga dengan perusahaan Caltex tempat beliau bekerja.

Sebelum siang mereka kembali ke Rumbai. Lala minta mampir dulu ke Club untuk jajan hamburger, katanya. Imran benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksudkan Lala.

‘Nenek dan Imran tidak akan suka hamburger,’ kata mak dang.

‘Kan belum pernah nyoba. Kalau sudah mencoba, bang Imran pasti akan menyukainya. Nenek waktu itu suka kok,’ jawab Lala.

‘Roti bulat pakai daging setengah matang itu?’ tanya nenek.

‘Iya nek. Nenek dulu suka, kan?’

‘Nenek masih, ingat. Nenek tidak usah dibelikan lagi saja,’ jawab nenek.

‘Ya..... nenek..... Tapi bang Imran, mau ya?’ desak Lala.

‘Entahlah. Belum pernah melihat bentuknya,’ jawab Imran.

‘Papa berencana kita makan di restoran di Pakan Baru,’ kata mak dang.

‘Ya... papa....... Pasti di Kota Buana lagi..... ‘

‘Tidak apa-apa. Kalau Lala mau hamburger, kita beli hamburger. Habis itu kita ke Pakan Baru.’

Mereka mampir di Club. Sebuah bangunan tempat rekreasi keluarga karyawan Caltex. Ada restoran di dalamnya. Lala mengajak Imran masuk ke restoran sementara nenek, mama dan papanya menunggu saja di mobil.

Imran menonton suasana di dalam Club. Ada kolam renang disitu. Banyak anak-anak dengan orang-orang tua mereka sedang berenang. Ada juga orang asing berkulit putih. Lala membawakan dua buah hamburger dan dua gelas plastik berisi Coca Cola dan menyerahkan satu kepada Imran.

‘Ayo, bang. Coba. Makanan anak-anak muda.....’ kata Lala, sambil menarik sebuah kursi.

Imran coba mencicipi. Aneh rasanya di lidah Imran dan sebenarnya dia tidak menyukainya. Tapi dia tidak sampai hati mau mengecewakan Lala. Lala melahap roti daging itu dengan bersemangat.

‘Bagaimana, bang? Suka?’ tanya Lala.

Imran hanya tersenyum. Dikuat-kuatkannya hatinya untuk menghabiskan roti itu. Mungkin dulu nenek juga memakannya seperti ini, pikir Imran.

Lalu mereka ke Pakan Baru. Ke restoran Kota Buana seperti dugaan Lala, Ramai sekali dalam restoran. Hari Minggu begini, orang Caltex datang dengan keluarga mereka makan siang kesini. Pegawai restoran melayani mereka dengan servis istimewa. Mereka orang-orang Caltex. Orang-orang banyak uang.

Sesudah makan, tante Ratna minta diantar berbelanja sebentar. Termasuk membeli beras. Rupanya mak Bahdar tempat Imran bertamu dan berbincang-bincang beberapa hari yang lalu adalah langganan tante Ratna. Kedai itu ramai. Ramai oleh orang-orang Caltex. Dimana-mana orang Caltex sangat disenangi di kota ini. Mereka adalah orang banyak duit.

Imran belajar banyak tentang Caltex dan orang Caltex hari ini.


*****

No comments: