Thursday, February 21, 2008

KETUPAT LEBARAN (1424)

KETUPAT LEBARAN (1424)

Subhanallah. Sudah malam takbiran lagi. Sudah selesai lagi kita menjalankan ibadah Ramadhan 1424 H. Sudah datang lagi Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal. Dan sepertinya kita mengulang-ulang sebuah rutinitas. Sesuatu yang serupa tapi tak sama mampir lagi dalam kehidupan kita. Seperti malam-malam takbiran tahun yang lalu aku agak terlambat kembali ke rumah dari mesjid, sesudah bersama para pengurus mesjid menyelesaikan pembagian zakat fitrah. Kira-kira jam sepuluh lebih barulah aku pulang. Dengan kantuk yang mendera. Tapi sesampai di rumah sedikit demi sedikit kantuk tadi menguap tatkala kutemukan rutinitas yang lain. Istri dan ketiga puteriku, seperti malam-malam takbiran kemarin sedang sibuk mempersiapkan ketupat lebaran. Seperti tahun-tahun kemarin, kadang-kadang disertai tawa lepas mereka ketika mereka bercerita lucu-lucu tentang apa saja.

‘Áyah mau dibuatkan teh panas?’ tanya si Bungsu.

‘Kenapa kamu tanya? Bikinkan saja!’ perintah si Tengah.

‘Siapa tahu ayah mau istirahat. Mau tidur,’ jawab si Bungsu.

‘Rasanya tidak deh. Pasti ayah mau berpetuah dulu. Seperti tahun-tahun kemarin. Sudah, bikinkan saja!’ si Tengah sok tahu.

Si Bungsu melirik kepadaku. Aku tersenyum dan memberi isyarat bahwa aku mau minum teh panas. Dia segera memanaskan air untuk menyeduh teh. Aku duduk bersama mereka di meja makan. Istriku sedang asyik menghias sebuah kue tart besar, sementara si Sulung sedang mengangkat ketupat yang baru saja selesai dimasak.

‘Sudah beres pembagian zakat semuanya bang?’ tanya istriku berbasa basi sambil tetap sibuk dengan kue tartnya.

‘Sudah, alhamdulillah,’ jawabku.

‘Berapa kupon akhirnya yang dibagi, bang? Mana yang banyak dengan tahun lalu?’ lanjut istriku.

‘Ada enam ratus amplop yang diisi dua puluh lima ribu rupiah. Ada dua puluh permintaan khusus dari mushala atau mesjid lain. Jumlah uang yang tadi kita bagi-bagikan lebih dua puluh lima juta rupiah, merupakan kumpulan zakat maal, infaq, sadaqah serta zakat fitrah,’ jawabku.

‘Alhamdulillah. Berarti meningkat dari tahun lalu ya bang,’ ujar istriku pula.

‘Ya, alhamdulillah,’ jawabku.

Mereka semua tetap asyik dengan pekerjaan masing-masing. Si Bungsu menuangkan secangkir teh untukku. Entah kenapa, begitu aku ikut duduk suasana semarak dengan macam-macam celoteh tadi terhenti. Tapi tiba-tiba si Tengah seperti dapat bahan untuk memancing.

‘Apa dong pesan dan kesannya untuk tahun ini ayah?’ tanyanya.

Yang lain tertawa mendengar. Aku memandangnya yang tetap asyik mengiris-iris bawang.

‘Baik,’ jawabku, ‘ayah akan ulangi kultum yang ayah sampaikan pada kesempatan terakhir ayah menyampaikan kultum di mushala kantor beberapa hari yang lalu. Tapi biar ayah minum teh ini dulu,’ ujarku.

Semua melirik kepadaku sambil tetap sibuk dengan pekerjaannya. Si Sulung yang baru selesai menggantungkan ketupat panas, mengambil tempat duduk di sebelahku.

‘Begini. Tahukah kalian ayat apa dari al Quran yang paling populer selama bulan Ramadhan?’ tanyaku memancing.

‘Maksud ayah? Apa ada lagi yang lebih populer dari ayat 183 surah Al Baqarah itu?’ tanya si Bungsu.

‘Memang ayat itu yang ayah maksud. ‘Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang datang sebelum kamu, agar kamu menjadi orang yang bertaqwa’. Ayat ini sangat favorit dan banyak jamaah yang menghafalkannya. Banyak jamaah yang mengerti dan oleh karenanya mereka dengan penuh semangat menjalankan ibadah puasa. Banyak orang ingin meraih predikat taqwa, dan merasa seolah-olah sudah mendapatkannya sesudah mereka selesai menjalankan ibadah bulan Ramadhan. Memang selama bulan Ramadhan dia rajin sekali beribadah. Puasanya rajin, shalat berjamaahnya rajin, shalat tarawih ke mesjid rajin. Ikut bertadarus di mesjid. Membayarkan zakat dengan ikhlas. Semua kelihatannya bagus. Tentu saja orang seperti ini boleh berharap bahwa seusai Ramadhan dia kembali fitrah, bagaikan seorang bayi yang baru lahir. Namun sayangnya, begitu selesai Ramadhan, semua kegiatan ibadahnya kembali jatuh ke titik yang lebih rendah. Shalatnya tidak lagi berjamaah ke mesjid. Alasannya sibuk. Mula-mula sibuk berlebaran. Seterusnya sibuk kembali dengan rutinitas kehidupan sehari-hari. Apakah orang seperti itu berhasil mendapatkan predikat taqwa? Padahal ciri-ciri orang yang bertaqwa itu, seperti yang disampaikan Allah dalam ayat ketiga dan keempat surah al Baqarah. Apakah kamu masih ingat apa artinya?’ tanyaku kepada si Bungsu.

‘Ingat ayah. ‘Orang-orang yang mereka beriman kepada yang ghaib, dan menegakkan shalat, serta dari apa-apa yang mereka peroleh sebagai rezeki mereka nafkahkan. Dan orang-orang yang mereka beriman dengan apa-apa yang diturunkan kepada kamu (Muhammad) dan dengan apa yang diturunkan (kepada) sebelum kamu, serta dengan hari akhirat mereka itu yakin’. Itukan ayah?’ ujarnya.

‘Benar sekali. Itu adalah cirri-ciri orang yang bertaqwa seperti dijelaskan diujung ayat kedua sebelumnya. Coba kita bahas satu persatu.

Orang yang bertaqwa itu beriman dengan yang ghaib. Diawali dengan iman kepada Yang Maha Ghaib, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’alaa. Beriman juga kepada yang ghaib yang merupakan makhluq-makhluq Allah seperti para malaikat, jin bahkan iblis sekalipun. Kita beriman kepada Allah Yang Maha Ghaib, dan kita merasa takut kalau-kalau amalan kita tidak diridhaiNya. Kita takut kalau kita terlanjur berbuat dosa yang dapat menimbulkan murkaNya kepada kita. Sesudah berlatih selama bulan Ramadhan, kita seharusnya semakin takut dan berhati-hati dalam menjalankan perintahNya. Kita beriman kepada para malaikat, yang meskipun kita tidak pernah melihatnya namun kita yakin akan keberadaannya. Bahkan ada sepasang malaikat yang tidak sedikitpun luput mengawasi kita dengan segala tindak tanduk dan perbuatan kita. Kita beriman dengan keberadaan iblis dan syaithan, dan kita harus senantiasa mawas diri agar tidak terperosok kedalam tipu dayanya.

Sesudah itu ciri orang yang bertaqwa adalah mereka yang mendirikan shalat. Mendirikan shalat sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, yang kita berlatih mengerjakan selama bulan Ramadhan adalah dengan berjamaah di awal waktu di mesjid. Itulah ciri kedua orang yang bertaqwa.

Lalu menafkahkan sebagian dari rezeki yang kita peroleh dari Allah, dikeluarkan pada jalan Allah. Mengeluarkannya itu, yang kita latih selama bulan Ramadhan hendaknya tetap dilakukan diluar bulan Ramadhan karena hal ini merupakan tanda lain dari orang yang mendapatkan derajad taqwa.

Yang kempat beriman dengan apa-apa yang diturunkan Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW. Yaitu kepada al Quran maupun sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Beriman kepada isi al Quran yang tidak ada keragu-raguan di dalamnya. Beriman kepada apa-apa yang diwasiatkan nabi Muhammad SAW. Maka waktu kita mengetahui sesuatu hal yang diperintahkan Allah dan termaktub di dalam al Quran kita hanya memilih untuk patuh dan taat. Disuruh menegakkan shalat, ditegakkan, disuruh menunaikan zakat kita tunaikan, disuruh berinfaq kita patuh, disuruh pergi melaksanakan haji ke Baitullah kita taat. Begitu pula apa-apa yang dilarang kita hentikan tanpa berusaha mencari-cari alasan.

Dan beriman pula kepada apa-apa yang diturunkan kepada nabi-nabi terdahulu. Kita beriman dengan kenyataan bahwa Allah telah mengutus banyak sekali nabi dan rasul sebelum kedatangan nabi Muhammad SAW. Kita beriman bahwa kepada para nabi-nabi terdahulu itu ada pula diturunkan Allah kitab-kitab suci seperti Taurat, Zabur dan Injil yang kesemuanya itu pada jamannya masing-masing. Isi dan inti dari yang dibawa nabi-nabi terdahulu itu adalah pengenalan tauhid untuk mengesakan Allah dan perintah untuk menyembah semata-mata hanya kepadaNya. Kitab-kitab itu berlaku untuk umat dari masing-masing nabi yang diutus khusus kepada umatnya masing-masing. Dan semua perintah-perintah dan peraturan-peraturan Allah itu dirangkum didalam al Quran yang di turunkan kepada nabi kita Muhammad yang diutus untuk segenap umat manusia.

Yang terakhir dari rangkaian ayat tadi, beriman dengan hari akhirat. Beriman dengan pengadilan Allah Yang Maha Adil kelak di hari perhitungan. Bahwa semua amal perbuatan kita ini akan kita pertanggung jawabkan nanti di sana. Setiap amal shalih yang duridhai Allah, maka Allah akan memberikan imbalan berupa kenikmatan surga. Setiap amal jahat yang tidak diampuniNya niscaya akan diganjarNya dengan hukuman neraka.

Itulah cirri-ciri orang yang bertaqwa. Kalau ada yang merasa bahwa dia sudah mencapai derajad taqwa sesudah menjalankan ibadah Ramadhan sebulan penuh, bolehlah dia menggunakan parameter ini untuk menguji apakah dia benar-benar termasuk orang-orang yang berhasil mendapatkan predikat tersebut dengan sebenar-benarnya.

‘Marilah kita renungkan bersama firman Allah yang kita bahas ini. Sekarang baru ayah mau pergi beristirahat dulu. Kalian jangan terlalu terlambat pergi tidur,’ ujarku mengakhiri ceramah sigkat itu.

Dari mesjid terdengar takbir. Allaahu Akbar Kabiiran, walhamdu liLlaahi katsiiran, wa subhanaLlaahi bukratan wa ashiila, Laa ilaaha illa ‘Llaahu wAllaahu Akbar – Allaahu Akbar waliLlahil hamd.


*****

No comments: