Friday, March 21, 2008

Oleh-oleh Dari Perjalanan Haji 1424H (14)

14. Wukuf


Agak lama kami menunggu bus yang akan membawa ke Arafah. Karena jalan macet sekali. Bus-bus itu berjalan sedikit lalu berhenti, berjalan sedikit, berhenti lagi. Saya bertanya-tanya dalam hati, apakah macet seperti ini, yang nyaris tak bergerak ini sampai ke Arafah? Kalau benar, betapa besarnya resiko. Saat itu sudah lebih jam sembilan. Nah, kalau lalu lintas macet seperti ini berjam-jam, kapan sampainya di Arafah? Tapi saya tidak yakin macet ini sampai kesana yang jaraknya sekitar lima belas kilometer dari Mina. Paling tidak, melihat fihak penyelenggara santai-santai saja, saya yakin tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Jam sepuluh kurang, bus kami datang. Perlu sekitar lima sampai sepuluh menit sampai semua anggota rombongan naik ke atas bus. Inilah rupanya yang menyebabkan kemacetan. Pada waktu sebuah bus menaikkan penumpang, bus tersebut menghalangi bus dibelakangnya. Setelah semua anggota rombongan naik, bus itu berjalan perlahan-lahan sampai persimpangan ke arah Arafah yang terletak lebih kurang satu kilometer dari tempat kami naik. Ternyata kemacetan itu hanya sampai menjelang persimpangan itu saja dan sesudah itu jalan lancar sampai ke Arafah. Jalan menuju ke Arafah dari Mina dibuat berlapis-lapis banyak sekali. Jalan itu dibangun demikian untuk mengurangi kemacetan. Kami melintas di hadapan mesjid Namira, mesjid yang sebagian berada di Arafah dan sebagian lagi di Tanah Haram. Tapi kami tidak berhenti disana melainkan langsung menuju tenda maktab 106 di area tenda-tenda jamaah Indonesia. Kami harus berjalan sekitar seratus meter dari pinggir jalan menuju ke tenda. Disana sudah banyak jamaah dari kafilah lain. Saat itu sudah hampir waktu zuhur, sudah mendekati saat dimulainya wukuf, rukun haji itu.

Kami mendapatkan sebuah tenda besar untuk semua jamaah rombongan kami yang 60 orang. Tenda ini juga dilengkapi kasur dan bantal. Salah satu tenda, (bukan tenda kami) bahkan dilengkapi kasur spring bed. Mungkin untuk jamaah Super Plus agaknya. Tidak ada pemisah antara tempat laki-laki dan perempuan dalam tenda ini. Jemaah ibu-ibu menempatkan tas mereka di tengah-tengah sebagai pembatas.

Tidak berapa lama kemudian masuk waktu zuhur. Azan berkumandang dari tiap-tiap tenda seperti di Mina. Ustad pembimbing kelompok kami menyampaikan khotbah Arafah. Seputar ma’na wukuf dan apa saja yang seharusnya dilakukan. Intinya, ini adalah kesempatan di antara banyak kesempatan lain selama melaksanakan rangkaian ibadah haji, untuk bertaubat. Untuk minta ampun atas segala kesalahan dan kekhilafan masa lalu. Untuk memohon kepada Allah agar diteguhkan iman dan taqwa. Agar Allah meridhai amalan dan ibadah yang dilakukan. Agar Allah membalasnya dengan pahala di akhirat nanti. Di samping itu para jamaah diingatkan untuk banyak-banyak berzikir, bertafakur, merenung, menghitung-hitung apa saja yang sudah disiapkan untuk dibawa menghadap Allah kelak. Sesudah khotbah kami lakukan shalat zuhur dan ashar, dijamak dan diqasar dan setelah itu masing-masing jamaah langsung menerapkan apa yang baru saja dinasihatkan. Berzikir dan berdoa. Banyak yang meneteskan air mata dalam keheningan zikir dan doa itu.

Saya ingat waktu melaksanakan haji tahun 90, saya dengan beberapa jamaah lain keluar dari tenda dan duduk di bawah pohon yang waktu itu masih rendah untuk berzikir. Tahun 90 itu haji dilaksanakan di bulan Juni dengan temperatur lebih dari 50 derajat Celcius. Kali ini saya ingin mengulangi duduk di bawah pohon di luar tenda. Dan sayapun keluar dari tenda. Tapi saya kecewa karena tenda kami dibatasi pagar dan di dalam area berpagar itu tidak terdapat sebatang pohonpun. Saya tidak berusaha untuk keluar dari pagar dan kembali ke tenda. Biarlah saya berzikir di dalam saja. AC di tenda ini kebetulan tidak berfungsi, karena kelihatannya ada masalah dengan aliran listrik. Kipas angin yang disediakan juga tidak berfungsi. Tapi alhamdulillah udara di dalam tenda tidak terlalu panas meskipun di luar sinar matahari terasa cukup terik.

Wukuf ini akan berlangsung sampai waktu maghrib nanti, sekitar lima setengah jam lagi. Waktu yang cukup panjang. Saya berniat, lalu berusaha untuk tidak tertidur. Sesudah berdoa dan berzikir saya kembali membaca al Quran meneruskan tadarusan. Kalau mata saya sudah terasa capek, saya keluar sebentar untuk melemaskan otot-otot dan setelah itu kembali lagi dengan zikir, doa dan tadarusan.

Kira-kira jam lima sore seorang di antara ustad pembimbing, memimpin kami untuk berdoa. Lebih tepatnya dia berdoa dan kami mengaminkan. Dia berdoa dengan kata-kata yang dirangkai sedemikian rupa dengan kalimat-kalimat yang menyentuh. Ditambah dengan kepandaiannya berdoa (berorasi) dan sambil terisak-isak pula, membuat suasana haru segera muncul. Dan para jamaahpun bertangisan tanpa terkecuali. Saya yang sejak berangkat dari Mina berkali-kali tercegut dalam linangan air mata, kali ini ikut terisak-isak. Cukup lama waktu berdoa ini. Dan diakhiri dengan saling bermaaf-maafan sesama jamaah. Saling bermaafan antara suami dengan istri. Antara anak-anak dan orang tua. Suasana benar-benar sangat mengharukan. Di penghujung doa itu kami dianjurkan untuk melanjutkan dengan doa sendiri-sendiri di luar tenda. Kamipun keluar. Ternyata suasana haru terjadi di semua tenda. Di luar kami mendengar para ustad dari masing-masing kafilah memimpin doa yang mengharukan pula. Meski ada yang dengan penekanan dan bahasa yang kurang ‘indah‘ dibandingkan dengan ustad kami tadi (yang memang bolehlah).

Tidak berapa lama kami dapat kabar duka. Seorang jamaah dari rombongan lebih besar (partner rombongan kami) meninggal dunia sesaat setelah berakhirnya pembacaan doa di tendanya. Orang tua itu, yang memang kurang sehat, menghembuskan nafas terakhir dihadapan istri dan anaknya, benar-benar sesudah mengaminkan doa yang mengharukan. Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Mudah-mudahan beliau akan bangkit di padang mahsyar nanti dengan berpakaian ihram sambil melantunkan talbiyah seperti yang disabdakan Rasulullah SAW. Saya menyempatkan untuk melayat ke tendanya yang agak terpisah dari tenda kami.

Menjelang berakhirnya waktu wukuf, sayangnya, banyak di antara jamaah yang melampiaskan rasa sukacita (?) dengan berfoto-foto. Apa lagi ada bintang sinetron terkenal di antara jamaah. Mereka menyempatkan berfoto bersama dengan aktor itu. Laki-laki dan perempuan. Suasananya jadi agak bising, dengan senda gurau dan tawa. Pada hal baru saja bertangis-tangisan. Ya begitulah.

Maghrib segera menjelang. Kami berkemas-kemas untuk segera meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah. Kami tidak shalat maghrib disini tapi nanti di Muzdalifah akan dijamak ta’khir. Beriring-iringan kami melangkah menuju bus yang akan membawa kami ke Muzdalifah.


*****

No comments: