Thursday, February 28, 2008

SEMINGGU DI RANAH BAKO (bag.23)

23. Danau Kembar

Sesudah terperangah kekenyangan mereka harus melanjutkan lagi perjalanan. Makan di restoran Sari Manggis memang istimewa. Restoran ini memang berusaha menghidangkan masakan ala dapur di rumah sendiri. Di rumah orang Minang yang suka memasak. Yang mereka makan adalah pangek ikan, yang cocok kemana-mana dengan ’samba lado’ tomat. Ditemani urap daun pepaya, daun singkong, kangkung dan daun kemangi. Mantap sekali rasanya.

’Ayo kita teruskan perjalanan,’ Pohan mengingatkan.

’OK. Sekarang kita langsung ke danau kembar, kan?’ tanya Aswin.

’Ya. Langsung. Jaraknya lebih sedikit dari 20 kilometer saja dari sini.’

Mereka segera berlalu dari restoran Sari Manggis. Menuju ke arah tempat mereka datang tadi, ke Lubuk Selasih. Dan terus ke timur kali ini ke arah danau kembar. Di sebelah kiri mereka terlihat gunung Talang, sebuah gunung berapi aktif yang bahkan beberapa waktu yang lalu sempat agak meradang batuknya. Jalan yang mereka tempuh cukup bagus dan kadang-kadang berkelok-kelok pula. Dengan hutan semak belukar di sisi jalan.

’Gunung ini termasuk gunung berapi aktif, bukan?’ tanya Aswin, waktu dia membaca papan penunjuk bertuliskan ’Gunung Talang’.

’Ya. Beberapa tahun terakhir bahkan sangat aktif, sehingga penduduk yang tinggal di kaki gunung Talang ini pernah terpaksa mengungsi,’ jawab Pohan.

’Kelihatannya tidak setinggi gunung Marapi. Adakah jalan menuju ke puncaknya?’

’Memang lebih rendah dari gunung Marapi. Gunung ini tingginya 2597m di atas muka laut. Disamping itu, tempat kita berada saat ini juga lebih tinggi dari Bukit Tinggi. Tempat ini lebih dari 1000 meter di atas muka laut. Jalan ke puncak gunung itu pasti ada. Tapi aku belum pernah mendaki gunung ini,’ jawab Pohan.

Mereka berpapasan dengan beberapa buah bus pariwisata, yang penuh penumpang. Para pelancong yang kembali dari danau kembar. Atau bahkan mungkin dari Solok Selatan.

’Apakah jalan ini hanya sampai ke danau kembar saja?’ tanya Aswin.

’Bukan. Ini jalan ke Muaro Labuh. Ke arah Solok Selatan,’ jawab Pohan.

’Kamu bilang di Solok Selatan juga banyak terdapat objek wisata,’ kata Aswin.

’Banyak. Pemandangan di sana juga bagus-bagus. Tapi dengan waktumu yang terbatas, tidak mungkin kita mengunjungi semua itu. Makanya aku hanya memasukkan danau kembar saja sebagai objek untuk kita kunjungi di daerah sini,’ kata Pohan pula.

’Aku benar-benar harus kembali lagi ke sini,’ celetuk Aswin.

Tak terasa akhirnya mereka sampai di kampung Alahan Panjang. Di sebelah kanan terlihat danau Di Atas. Ada jalan menurun menuju ke arah danau itu. Pohan masih meneruskan perjalanan mobil beberapa meter lagi dan berbelok ke kiri. Jalan yang ini sedikit mendaki.

’Kita naik ke atas sana. Ada tempat melihat pemandangan ke arah kedua danau di atas sana,’ kata Pohan.

’Itu tadi yang di sebelah kanan jalan kamu bilang danau Di Atas? Dan kita naik ke atas sini untuk melihat danau Di Bawah? Apakah tidak terbalik?’

’Tidak terbalik. Kita akan melihat danau Di Bawah memang berada di tempat yang lebih rendah, jika dilihat dari atas sana nanti.’

’Dan nama danau-danau ini, disamping dikenal sebagai danau kembar, hanya disebut danau Di Atas dan danau Di Bawah begitu saja? Atau ada namanya yang lain?’

’Ya..hanya dikenal seperti itu saja. Yang tadi danau Di Atas, yang mau kita lihat danau Di Bawah.’

Tiba-tiba Aswin melihat banyak sekali buah markisa tergantung di kedai buah-buahan di pinggir jalan.

’Itu buah apa yang berwarna oranye?’ tanya Aswin.

’Buah markisa. Kamu lihat di sebelah sana, itu pohonnya,’ kata Pohan sambil menunjuk ke pinggir jalan.

’Markisa? Buah peninggalan Spanyol atau Portugis kedengarannya,’ kata Aswin.

’Mungkin juga. Mungkin dibawa seorang Marquis dulu ke sini. He..he..he..’

Mereka sampai di pelataran parkir di tempat yang agak ketinggian. Dan berjalan kaki di jalan yang sedikit mendaki ke arah panorama danau kembar, melalui kebun markisa yang sedang berbuah lebat. Udara di sini cukup dingin. Ramai pengunjung di bangunan panorama itu. Melihat ke bawah ke arah utara. Di sana terlihat danau Di Bawah. Dengan pemandangan yang cantik. Tapi tidak ada jalan ke arah pinggir danau itu dari sini. Danau Di Bawah terlihat utuh. Ada teropong pula di panorama ini. Aswin menggunakan teropong melihat ke sekitar danau. Di pinggir sebelah timur terlihat jalan melalui kampung-kampung. Terlihat beberapa orang sedang menunggang kuda di jalanan itu dengan santai. Pastilah mereka itu para pelancong juga. Di dalam danau ada beberapa buah kapal yang disebut bus air.

’Apakah posisi danau memang tidak sama tinggi? Maksudku bukan di ketinggian yang sama, sehingga ada yang disebut Di Atas dan Di Bawah?’ tanya Aswin masih penasaran, waktu dia mengamati posisi kedua danau itu dari panorama ini.

’Tidak sama tinggi. Ini aku bawa catatannya karena aku tidak mungkin menghafalkannya,’ kata Pohan sambil mengeluarkan selembar kertas dari dompetnya. ’Danau Di Atas, panjang 6.3 km, lebar 2.8 km, permukaan airnya berada pada ketinggian 1600m di atas muka laut. Danau ini dangkal, bagian terdalamnya hanya 44m. Lalu, danau Di Bawah, panjang 5.6 km, lebar 3 km, permukaan airnya berada pada ketinggian 1566m di atas muka laut. Danau Di Bawah sangat dalam, bagian terdalam 886m kedalamannya. Jadi dasar danau Di Atas sama tinggi dengan muka air danau Di Bawah.’

’Hebat sekali informasimu. Aku percaya sekarang. Boleh jadi danau-danau ini merupakan kawah gunung-gunung api purba seperti halnya danau Maninjau.’

’Sangat boleh jadi. Sebenarnya di sebelah barat laut dari tempat ini, dekat puncak gunung Talang, ada sebuah danau lagi yang lebih kecil. Danau yang lebih kecil itu benar-benar mirip dengan kawah gunung. Sayang jalan kesana hanya melalui jalan setapak.’

’Berapa jauh dari sini?’

’Sekitar lima sampai enam kilometer.’

Aswin tersenyum.

’Cukup jauh untuk dicapai dengan berjalan kaki. Kenapa kita tidak pergi ke bawah sana?’ tanya Aswin.

’Kamu ingin mengelilingi danau dengan bus air?’ Pohan balik bertanya.

’Untuk sekedar melihat-lihat,’ jawab Aswin.

’Kalau untuk melihat pemandangan, ya dari sini ini. Tapi kalau kamu ingin naik bus air, melihat pemandangan di sekeliling danau, aku usulkan di danau Di Atas saja. Nanti kita turun ke bawah ke dermaga bus air di danau Di Atas. Kecuali kalau kamu ingin menunggang kuda lagi, di kampung di bawah itu, kita perlu turun ke bawah sana,’ Pohan menjelaskan.

’OK. Kalau begitu kita tidak usah turun ke sana.’

Mereka menikmati pemandangan dari panorama itu hampir satu jam lamanya. Sambil berbincang-bincang. Pohan menceritakan bahwa di lapangan di sekitar panorama ini secara berkala diadakan lomba layang-layang se Indonesia. Bahkan diikuti pula oleh pecinta layang-layang dari luar negeri seperti Jepang, Korea, Taiwan dan Malaysia. Perbukitan yang agak rata tempat mereka sedang berada memang sangat ideal untuk bermain layang-layang karena di sini angin senantiasa bertiup.

Lalu mereka pindah ke danau Di Atas. Yang untuk pergi kesana harus melalui jalan menurun ke jalan raya tadi. Berbelok ke kanan, lalu ada jalan menurun ke kiri. Sampai ke pinggir danau. Di pinggir danau ini ada dermaga bus air. Bus yang bisa membawa pelancong mengelilingi danau.

Pohan membeli karcis bus air untuk mereka berdua. Bus air itu dapat memuat 30 orang pelancong. Tapi waktu mereka naik penumpangnya hanya sekitar dua puluhan orang saja. Dan bus air itu segera berangkat. Mengelilingi danau, mulai dari sisi sebelah timur terus ke arah selatan. Ada seorang pemandu wisata di bus air itu. Yang menceritakan tentang danau ini, luasnya, kedalamannya, jenis ikan yang terdapat di dalamnya. Tentang lokasi dan ketinggian muka air danau. Tentang kenapa dinamai danau Di Atas sementara yang satunya danau Di Bawah. Tentang nama-nama kampung di pinggir danau. Aswin mencatat informasi yang disampaikan pemandu wisata itu. Yang ternyata cocok dengan apa yang diberitahu Pohan sebelumnya.

Diceritakannya pula, bahwa mungkin karena posisi danau di tempat yang relatif tinggi, dan suhu airnya sangat dingin, tidak banyak ikan yang dapat menyesuaikan diri dengan kondisi seperti itu. Danau ini tidak mempunyai jenis ikan yang khas seperti danau Singkarak dan Maninjau.

Bus air itu melaju santai di atas air yang beriak kecil. Berputar ke arah barat dan berputar lagi ke utara. Membelok lagi waktu mereka berhadapan dengan sebuah tanjung yang menjorok ke dalam danau. Kadang-kadang terlihat kawanan monyet di pohon kayu di pinggir danau. Monyet memang ada di mana-mana. Akhirnya mereka mendekat dan sampai kembali di dermaga. Hampir satu jam mereka mengelilingi danau. Melihat pemandangan yang memang cukup indah di sekeliling danau.

Penumpang bus air turun dengan perasaan puas. Perjalanan mengelilingi danau itu cukup berkesan, apa lagi dengan informasi yang disampaikan oleh pemandu wisata yang menguasai betul informasi di sekitar danau. Selesailah kunjungan mereka ke danau kembar dan mereka sekarang berangkat menuju ke Bukit Tinggi. Melalui Solok dan danau Singkarak. Tidak lupa mereka melakukan shalat dulu di mushala dekat dermaga bus air sebelum berangkat. Berwudhu dengan air dari kran yang terasa dingin di kulit. Shalat di mushala yang terpelihara kebersihan dan kerapiannya.


*****

No comments: