Sunday, November 2, 2008

SANG AMANAH (43)

(43)

10. Kepsek Baru Peraturan Baru (2)

SMU 369 adalah sebuah sekolah yang sangat baik. Sarana yang ada di sekolah ini lebih dari cukup untuk membuat muridnya berprestasi. Bangunannya megah, peralatan memadai, guru-guru banyak dan rata-rata sudah berpengalaman mengajar bertahun-tahun. Begitu pula dengan murid-muridnya yang umumnya anak golongan orang-orang berada. Seharusnya tugas mereka tinggal belajar dengan giat untuk memacu prestasi. Semua menunjang untuk meraih hasil yang sebaik-baiknya. Tapi ternyata, menurut catatan hasil yang dicapai murid-murid di sini tidak pernah bisa cemerlang. Kalau begitu tentu ada yang kurang beres. Tentu ada penyebab rendahnya prestasi itu. Tapi apa agaknya? Hal inilah yang menjadi pemikiran pak Umar semenjak hari pertama dia bertugas sebagai kepala sekolah di SMU 369 ini. Penyebabnya tentu tidak bisa dipikulkan kepada ‘seekor kambing hitam’. Tidak bisa dikatakan bahwa murid-muridnya bodoh-bodoh, atau mereka umumnya pemalas. Tidak bisa juga dikatakan misalnya bahwa semua gurunya tidak ada yang serius.

Sebelum mengadakan diskusi dengan para guru, pak Umar berusaha menyelidiki sendiri proses belajar mengajar di sekolah ini. Diam-diam diamatinya cara guru-guru menerangkan pelajaran, cara murid-murid memperhatikan, kesungguhan murid mengerjakan tugas-tugas. Maka nampaklah kepincangan itu di sana-sini. Banyak guru yang bersungguh-sungguh dalam mengajar dan menerangkan pelajaran, tapi banyak pula yang hanya sekedar memenuhi target waktu mengajar. Ada yang sekedar menyuruh membuka buku halaman sekian, menyuruh murid-murid untuk membaca apa yang tertulis secara bergantian, lalu sang guru hanya mengomentari ala kadarnya. Dengan cara seperti ini tentu tidak bisa diharapkan murid-murid akan mengerti dan faham bahan yang diajarkan. Mereka hanya mendengar temannya membaca, sekedar membaca tanpa mengerti yang dibaca. Susah mengharapkan murid-murid bisa mengerti pelajaran dengan cara seperti itu. Lebih parah lagi, bahkan ada guru yang terpojok, tidak bisa menjawab waktu ditanya oleh muridnya.


Ada juga guru yang terlalu ‘lembek’ sehingga jadi bahan olok-olok murid-murid. Guru yang tidak memelihara wibawa seperti ini sangat disayangkan. Akibatnya waktu guru ini menerangkan pelajaran, murid tidak mendengarkan tapi malahan ribut sesama mereka. Kalau dia mencoba menegor, mungkin karena tegorannya dilakukan dengan setengah hati, murid-murid tidak mengindahkannya.

Di kalangan murid-murid sendiri banyak yang malas mengerjakan latihan soal-soal di sekolah. Mereka lebih suka ngerumpi sambil berbisik-bisik. Guru sudah menerangkan contoh pemecahan soal-soal dengan baik. Lalu menyuruh mengerjakan soal yang sejenis. Muridnya main-main, dengan anggapan biar dikerjakan nanti saja di rumah. Padahal dia sudah setengah atau seperempat mengerti saat guru menerangkan itu. Harusnya, kalau dia coba mengerjakan sendiri di kelas akan bertambah mantap pemahamannya. Dan kalau masih belum mengerti bisa langsung bertanya kepada guru. Tapi itu tidak dilakukannya. Yang tadinya sudah hampir mengerti, setelah dibawa pulang jadi hilang kembali. Sayangnya, guru yang mengajar kurang ‘keras’ mengarahkan murid-murid untuk mengerjakan latihan soal-soal di sekolah.

Jadi macam-macam kasus yang teramati oleh pak Umar. Semua itu dicatatnya untuk nanti dikemukakan di dalam rapat dengan guru-guru untuk melakukan perbaikan. Pak Umar rajin sekali berkeliling-keliling sekolah pada saat jam pelajaran berlangsung.

Langkah pertama yang dicoba pak Umar untuk meningkatkan mutu cara belajar mengajar adalah mengamati setiap kelas dari luar melalui jendela, dengan memperhatikan tingkah laku murid-murid di dalamnya. Kalau ada yang terlihat tidak normal, dia akan masuk ke dalam kelas, tinggal di dalam kelas itu sekitar lima menit mengawasi mereka. Sebelumnya tentu saja dia minta izin terlebih dahulu kepada guru yang sedang mengajar. Tapi ternyata masuk ke dalam kelas itu perlu dilakukannya lebih sering, karena banyak sekali kelas-kelas yang bermasalah menurut pengamatan pak Umar. Walaupun mungkin guru dan murid-murid pada awalnya merasa risi dengan kehadirannya itu, pak Umar berbuat seolah-olah hal itu biasa-biasa saja. Dan dia memang tidak mengganggu, tidak berkata apa-apa. Hanya mengamati saja tanpa suara. Di kelas yang terlalu riuh padahal ada gurunya, pak Umar akan masuk dan tinggal lebih lama. Tentu keriuhan itu segera berhenti, berubah jadi sunyi senyap.

Dengan cara masuk ke dalam kelas itu pak Umar terkesan seolah-olah memperingatkan bahwa dia selalu mengawasi. Jadi dia tidak hanya berbenam saja diruang kerjanya yang ber AC. Pengaruhnya lumayan juga, walaupun tidak secara langsung. Guru-guru berusaha menertibkan kelasnya untuk menghindari didapatkan pak Umar sedang dalam keadaan centang perenang. Dan murid-muridpun kelihatan sekali lebih takut dengan kepala sekolah yang baru, yang tidak banyak bicara ini.

Suatu saat pak Umar melihat di suatu kelas sedang diadakan ujian harian. Soal ujian itu tertulis di papan tulis. Pak Kus duduk di depan kelas itu sambil membaca koran. Murid-murid sibuk mengerjakan ujian itu sambil saling contek. Bahkan ada yang terang-terangan membuka buku yang diletakkan di atas pahanya. Pak Umar mengamati hal ini dari jendela kelas selama dua menit tanpa seorang muridpun menyadari. Lalu dia masuk kedalam kelas itu memberi salam kepada pak Kus. Pak Kus menjawab salam pak Umar dan meletakkan koran yang dibacanya. Pak Umar minta izin dan mengatakan bahwa ada sesuatu yang harus dilakukan di kelas ini. Pak Kus belum mengerti yang dimaksud pak Umar sampai beliau ini mengumumkan.

‘Tolong dikumpulkan kertas ujian kalian semua!’ perintah pak Umar.

Semua murid tentu saja bingung mendengarkannya. Pak Umar mengulangi perintahnya. Seorang murid protes.

‘Tapi belum waktunya, pak,’ katanya.

‘Memang belum waktunya. Kumpulkan semua…… ketua kelas tolong dibantu mengumpulkannya!’ perintah pak Umar sekali lagi.

Semua murid terpaksa mengumpulkan kertas ujiannya.

‘Sekarang kalian ambil kertas ulangan yang baru! Dan silahkan mengerjakan kembali ujiannya. Yang ini saya nyatakan tidak sah dan akan saya sita. Silahkan! Keluarkan kertas ujian yang baru dan dikerjakan kembali soal di depan ini!’ perintah pak Umar lagi.

Sebagian murid-murid bingung dengan perintah pak Umar yang aneh itu. Pak Kuspun ikut bingung. Sementara murid-murid itu menyiapkan kertas ujian yang baru, pak Umar menjelaskan.

‘Saya tadi mengamati sekitar dua menit bagaimana kalian mengerjakan ujian. Yang ada di kertas yang saya pegang ini, sebagian besar adalah hasil atau jawaban yang dibuat dengan curang, karena kalian tadi saling mencontek dan bahkan membuka buku kalian. Itu namanya tidak jujur. Kalau hanya sekedar untuk mendapat nilai tapi dengan cara tidak jujur seperti tadi itu, tidak ada gunanya dilakukan ujian. Sekarang silahkan kalian kerjakan kembali soal ini dengan jujur, tanpa mencontek, tanpa mencuri membuka buku. Kalau kalian tidak bisa, biarkan kertas jawaban kalian itu kosong! Silahkan dikerjakan! Saya dan pak Kus akan mengawasi kalian,’ kata pak Umar.

Murid-murid itu tidak berani membantah. Dengan pengawasan yang ketat seperti itu sebagian besar tidak bisa berkutik dan terpaksa menjawab ala kadarnya. Pak Kus juga tidak bisa berbicara. Bagaimana mungkin dia mau protes, karena yang dikatakan pak Umar benar. Pak Kus bukannya tidak tahu kalau anak-anak itu pada berbuat curang. Tapi selama ini memang begitu kebiasaannya. Kalau pas ujian, murid-murid biasanya saling nyontek.

Pak Umar mengawasi ujian itu sampai selesai. Matanya tidak henti-hentinya mengawasi seluruh murid secara bergantian. Terlihat hanya sekitar tiga empat orang saja yang mampu mengerjakan soal itu. Yang lainnya tampak kebingungan dan tidak bisa berbuat apa-apa. Kelihatannya mereka tidak sedikitpun mengerti untuk mengerjakan soal yang ditanyakan. Padahal waktu tadi diamatinya selama dua menit dari luar, semua anak itu sibuk bukan main, saling nyontek. Yang satu nyontek dari buku yang dibukanya di atas paha. Yang lain nyontek hasil contekan dari buku. Yang lain nyontek lagi begitu seterusnya. Sekarang dengan pengawasan ketat seperti ini lalu lintas contek-mencontek itu terhenti total.

Setelah ujian itu selesai pak Umar menyampaikan pesan berikut.

‘Hari ini kelas dua D mendapat kehormatan sebagai kelas pertama yang melangkah ke arah perubahan. Kita di sekolah ini harus berubah ke arah perbaikan. Kalian datang ke sini untuk belajar, semua orang tahu itu dan kalianpun tahu. Oleh karena itu mari kita tegakkan cara belajar yang benar di sini. Pendidikan yang kita jalani di sini termasuk pendidikan moral dalam arti kata yang sebenar-benarnya. Kita harus berusaha melatih diri kita masing-masing untuk memiliki moral yang terpuji. Memiliki akhlak yang baik. Kita harus berlatih untuk menjadi orang yang jujur. Kita harus melatih diri kita untuk tidak semena-mena. Karena sekolah ini adalah institusi pendidikan, tempat belajar, maka kalian hendaknya datang ke sini dengan niat mau belajar. Bukan untuk pameran kekayaan orang tua kalian. Bukan untuk pengisi waktu. Bukan untuk berbuat kegaduhan. Bukan untuk mencari pacar. Sekali lagi untuk belajar. Maka siapkan diri kalian untuk menerima pelajaran itu. Kalau kalian disuruh mengerjakan tugas, kalian harus melakukannya. Kalau kalian tidak mengerti dengan apa yang disampaikan guru kalian, silahkan bertanya. Kalau kalian diuji dalam bentuk ujian apakah itu ujian harian seperti hari ini maupun ujian umum, siapkan diri kalian. Dan berlakulah jujur. Kalau kalian tidak jujur, kalau kalian nyontek, atau mencuri dengan mencontek dari buku maka kalian merugikan banyak orang. Kalian merugikan diri kalian sendiri, kalian merugikan orang tua kalian, kalian merugikan guru-guru kalian. Jadi tolong diperhatikan mulai hari ini. Mari kita berubah. Mari kita ikrarkan di hati masing-masing bahwa mulai hari ini kita akan berlaku jujur. Kita akan berusaha keras menuntut ilmu. Memperhatikan setiap pelajaran yang diajarkan dengan sebaik-baiknya.

Cukup sampai di sini. Pada waktu upacara hari Senin yang akan datang saya akan menyampaikan hal yang sama kepada seluruh murid. Dan minggu ini saya akan mengajak rapat semua guru untuk membahas masalah ‘perubahan ke arah yang lebih baik’. Apakah ada pertanyaan?’ pak Umar mengakhiri ceramah singkat itu.

Tidak ada yang bertanya. Buat sementara, sebagian besar murid itu merasakan bahwa kepala sekolah yang baru ini memang ‘reseh’.


*****

No comments: