Sunday, February 10, 2008

OLAHRAGA

OLAHRAGA

Terengah-engah dan bercucuran keringat aku mengakhiri ‘treadmill’ selama 12 menit pas. Masih sama seperti kemampuan tahun lalu, alhamdulillah. Meskipun dokter tidak mengharuskan mencapai waktu dua belas menit, aku tetap ingin mencoba dan mengetahui apakah aku masih sanggup.

‘Bagus,’ kata dokter yang mengawasiku. ’Jantung bapak sehat. Bapak tidak merokok kan?’ tanyanya.

’Tidak lagi, dok,’ jawabku.

’Sudah lama berhenti?’

’Sudah dua puluh tahun yang lalu.’

’Bagus. Dan tentu bapak bukan peminum alkohol,’ tambahnya.

’Tidak,’ jawabku singkat.

’Olahraganya apa?’

’Sekarang cuma jalan kaki saja, dok,’ jawabku.

’Bagus itu pak. Yang penting teratur. Sekali berapa hari bapak olahraga jalan kaki?’

’Tiap hari dok,’ jawabku.

’Waah bagus sekali. Apalagi kalau tiap hari. Berapa menit? Atau seberapa jauh?’ cecarnya.

Aku berfikir sebentar.

’Empat kali empat ratus langkah pada waktu yang berbeda dalam sehari,’ jawabku.

Dokter itu tertawa.

’He..he..he.... Suka melucu juga bapak. Kok bisa-bisanya menghitung 400 langkah?’

’Saya berjalan kaki 200 langkah ke mesjid waktu subuh. Sebanyak itu pula waktu pulangnya. Saya pergi makan siang ke warung makan di belakang kantor sejarak itu pula siang hari. Dan ke mesjid saya ulangi lagi waktu maghrib dan isya,’ saya mencoba menjelaskan.

’Waaw, jadi serius rupanya jumlah langkahnya sebanyak itu. Dan bapak tidak melakukan olahraga lain? Atau tidak pernah melakukan olahraga lain pada waktu yang lain?’ tanyanya lagi.

’Saat ini tidak. Dulu saya suka bermain sepak bola dan tennis. Tapi saya tidak pernah terlalu fanatik untuk selalu rutin berolahraga. Sekarangpun kalau ada perayaan tujuh belas agustusan, jika diajak teman-teman yang masih muda, saya masih suka ikut meramaikan,’ jawabku.

Dokter itu mengangguk-angguk sambil memperhatikan diriku.

***

Aku memang bukan type olahragawan yang serius. Tapi aku bisa memainkan olahraga apa saja, paling tidak untuk sekedarnya. Waktu masih kanak-kanak dulu, olahraga kami adalah main kejar-kejaran, sepak bola, bermain kasti. Aku tidak pernah jadi pemain top atau bintang lapangan tapi selalu diikutsertakan. Ketika main sepak bola tidak gentar beradu kaki dengan lawan main. Dalam permainan kasti termasuk pemukul yang baik, tidak memukul bola melambung ke atas seperti kebiasaan anak-anak perempuan. Setelah di SMP berkenalan dengan permainan pimpong dan bola voli. Main pimpong tidak ada masalah, aku cepat akrab dengan permainan itu dan mampu bermain sebaik teman-teman yang terbaik. Bola voli kurang kuminati. Aku agak ’gagap’ menangkis bola dengan ujung jari dan bisanya hanya jadi ’tukang torpedo’, memukul bola dengan kedua tangan dipertautkan. Dalam permainan voli aku jadi titik lemah dan jadi sasaran. Sering dijuluki ’lubuk’ karena mudah ditaklukkan.

Waktu di SMA, (aku ikut dengan kakak sepupu yang bekerja di Rumbai) aku berkenalan dengan bola basket dan tennis. Kedua-duanya kusukai dan juga cepat akrab. Sayang kedua jenis olahraga ini boros dengan peralatan, sepatu olahraga untuk keduanya dan raket tennis serta bola untuk yang terakhir. Untuk raket masih untung ketika itu, aku boleh meminjam punya kakakku.

Selama menjadi mahasiswa di Bandung aku pernah tinggal bersebelahan dengan lapangan tennis. Aku jadi rajin main tennis (raket diberi olah kakak sepupuku itu). Tapi setelah aku pindah tempat tinggal aku tidak rajin lagi bermain.

Setelah bekerja dan tinggal di Balikpapan aku kembali rajin main tennis. Tapi awal-awalnya saja. Setelah itu, kalau datang malas, aku tidak merasa kehilangan apa-apa meski tidak main berbulan-bulan. Setelah beberapa lama, lalu ada momen yang mengena aku bisa agak rajin pula sebentar, tapi kemudian malas lagi. Kalau ada ajakan untuk turnamen aku main lagi untuk beberapa lama dan seterusnya malas lagi. Bahkan sampai sekarangpun, jika diajak ikut pertandingan antar divisi aku masih mau ikut. Pukulannya masih begitu-begitulah. Masih pukulan pemain tennis. Kalau ada yang bertanya latihan dimana, aku jawab sekenanya, di rumah.

Badminton juga tidak ada masalah. Bisalah sekedar mengembalikan bola dan sekali-sekali menyemes sambil loncat. Tapi kurang menarik minatku. Olahraga yang menggunakan raket kalau diurut, maka tennis adalah yang paling kusukai, diikuti pimpong. Di rumah kami mempunyai meja pimpong.

Di Balikpapan kami juga bermain sepak bola. Sepak bola sungguhan (dengan sebelas pemain) ataupun futsal dengan enam pemain. Inipun sama saja. Kalau lagi hangat, tiap minggu kami main. Sering juga kami bertanding dengan kesebelasan dari perusahaan lain. Teman-temanku waktu itu mengangkatku jadi Ketua Sepak bola karyawan. Ternyata menjadikan aku malas ikut bermain karena sibuk mengatur latihan teman-teman untuk menghadapi pertandingan-pertandingan. Istilahnya jadi manajer, dan setiap kali jadi non playing captain.

Ketika masih di Balikpapan teman-teman mengajakku untuk ikut main golf. Inilah permainan yang aku tolak untuk berpartisipasi. Entah kenapa aku tidak menyukainya. Permainan ini terlalu bourjuis menurut pengamatanku. Atau mungkin karena waktu mahasiswa dulu aku pernah mengenal di suatu daerah tanah kebun penduduk diserobot untuk membuat lapangan golf. Ditambah cerita teman-teman yang katanya suka bertaruh di lapangan golf. Aku benar-benar tidak bersimpati jadinya. Setelah pindah ke kantor Jakarta teman-teman disinipun mengajakku. Kata mereka ini adalah ajang untuk reuni dengan teman-teman di perusahaan lain secara teratur. Aku tetap tidak suka.

Tapi untuk sekedar memukul-mukul atau latihan driving pernah juga kucoba. Aku yakin aku bisa melakukannya. Suatu kali di tahun 2001 ketika aku sedang bertugas agak lama di Balikpapan, seorang teman mengajakku latihan memukul bola itu. Aku perhatikan bagaimana cara memegang club atau pemukul bola dan aku coba memukul. Tidak ada masalah besar. Bola-bola itu dapat kupukul dengan cukup baik. Lebih dari 50% ke arah yang semestinya, sisanya terpelanting keluar sasaran. Pembantu bola (caddy) entah ’menggejoboh’ entah sungguh-sungguh mengatakan tidak percaya bahwa aku belum pernah memukul bola atau bermain golf sebelumnya.

Setelah beberapa kali ikut-ikutan ’driving’ timbul ’huru-hara’ ketika seorang teman yang lain ’mengajari’ ku dengan teori textbook nya. Begini posisi kaki, begini posisi bahu, begini cara mengeja sebelum memukul, begini mengayun, begini menatap bola...... wah jadi rumit. Ketika aku mencoba seperti yang diajarkannya, aku jadi tidak bisa lagi memukul bola kecil itu dengan benar, karena berpelantingan kemana-mana. Dan aku tetap tidak suka dengan olahraga itu. Tadinya sudah agak ada keinginan untuk sekedar menjajal ke lapangan yang sesungguhnya, tapi gara-gara itu batal total.

Aku juga tidak terlalu bisa berenang. Aku tidak bisa membiarkan tubuhku terapung di air. Aku sanggup berenang dengan gaya bebas pulang pergi mengikuti panjang kolam renang, tapi pastilah dengan cara yang ’riuh rendah’. Sejak pandai berenang berkecimpung di kolam mesjid ketika kanak-kanak dulu sampai sekarang hampir tidak ada kemajuan. Ada seorang teman yang berkali-kali mengajak dan menawarkan akan mengajariku cara berenang yang benar. Tapi aku malas saja mengikuti ajakannya. Aku memang banyak malasnya.

Olahraga yang disupport perusahaan tapi juga belum pernah kucoba adalah bermain bowling. Yang satu inipun aku tidak pernah tertarik mencoba.

Olahraga apa lagi? Aku belum pernah mencoba menunggang kuda. Dan sekarang tidak terlalu yakin mampu melakukannya. Tapi waktu kecil dulu aku beberapa kali jatuh dari punggung kerbau ketika kami, kanak-kanak ketika itu berpacu kerbau. Waktu itu kami memang mentiko dan tidak ada takutnya.

***

Aku tidak menceritakan semua kebolehanku berolahraga ini kepada dokter yang mengawasi treadmill tadi.


*****

No comments: