Tuesday, March 18, 2008

Oleh-oleh Dari Perjalanan Haji 1424H (9)

9. Menyempurnakan Umrah

Dari informasi yang saya dapatkan, Aziziah terletak antara empat sampai lima kilometer ke Masjidil Haram. Sebenarnya saya ingin pergi shalat kesana tapi tidak tahu dengan apa saya bisa pergi dari tempat kami menginap. Dan tidak ada pula anggota rombongan yang berminat untuk kesana subuh-subuh ini. Akhirnya saya putuskan untuk mencari mesjid terdekat saja. Mesjid itu hanya sekitar dua ratus meter dari tempat tinggal kami. Namanya mesjid Abu Bakar. Mesjid yang lumayan besar tapi tentu tidak untuk dibandingkan dengan mesjid Nabawi di Madinah. Menurut perkiraan saya mesjid ini sanggup menampung sampai seribu orang jamaah. Waktu saya datang subuh-subuh hari Rabu pagi itu, sudah banyak jamaah di dalamnya. Umumnya jamaah haji yang baru datang karena mereka masih berpakaian ihram. Kali ini jamaah dari Turki yang paling banyak.

Sesudah shalat subuh saya bergegas pulang. Pagi ini kami akan berangkat ke Masjidil Haram untuk menyempurnakan umrah. Waktu bertemu saya pagi itu, si Tengah terlihat seperti habis menangis. Rupanya dia belum kunjung bersih juga sampai sore kemarin. Padahal sudah tujuh hari dia dalam keadaan tidak suci. Dan pagi ini dia tidak yakin untuk ikut thawaf. Untunglah ada seorang ibu yang juga sedang berhalangan. Saya tanyakan kepada petugas penyelenggara apakah aman meninggalkan mereka berdua saja. Menurut penyelenggara insya Allah aman. Ternyata ada juga jamaah dari rombongan lain yang tinggal di lantai atas. Akhirnya anak saya dan ibu itu tinggal.

Kami berangkat dengan menggunakan bis coaster jam setengah sembilan pagi. Sebelum berangkat fihak penyelenggara mengingatkan bagi yang mau, silahkan melakukan thawaf dan sa’i dengan rombongan-rombongan kecil dan nanti sesudah selesai agar berkumpul di bawah ‘Jam Gadang’ di sebelah kanan luar bukit Marwa. Saya sangat setuju karena kalau tidak penyelenggara akan kesulitan mengontrol kami sekitar lima puluh orang, sementara orang yang sedang melaksanakan thawaf banyak sekali. Saya putuskan untuk melakukannya berempat dengan istri dan dua anak saya.

Kami diturunkan di terowongan di luar mesjid. Dengan menggunakan escalator kami naik ke atas, ke pelataran di luar mesjid. Semua anggota rombongan masuk beriringan. Di dalam mesjid tidak ramai tapi di pelataran Ka’bah lumayan ramainya jamaah. Saya terharu dapat melihat Ka’bah lagi.

Segera kami mulai thawaf sambil berdesak-desakan dengan jamaah yang ramai itu. Para jamaah itu banyak yang berpakaian ihram dan banyak pula yang tidak. Saya tidak berusaha untuk mendekat ke Ka’bah karena ruang gerak terlalu sempit. Putaran demi putaran kami selesaikan sambil berzikir dan berdoa. Setiap kali mengawali putaran kami hanya memberi isyarat saja ke arah sudut hajar aswad. Sampai akhirnya selesai ketujuh putaran. Setelah itu kami menyingkir ke tepi. sejajar dengan maqam Ibrahim dan shalat sunat disana. Tempat yang meski sudah jauh ke belakang tapi tetap saja dilintasi jamaah lain yang lalu lalang. Kami lalu berdoa sesudah shalat. Saya yang lebih dulu selesai, memperhatikan istri saya, si Sulung dan si Bungsu berdoa dengan air mata bercucuran. Tentulah mereka punya kepentingan yang berbeda dan punya permintaan masing-masing kepada Allah SWT.

Sesudah itu kami mencari-cari tempat minum zam-zam karena sudah tidak ada lagi sumur yang turun ke bawah di pelataran Ka’bah. Mungkin karena agak pangling, kami tidak menemukan tempat minum. Kami langsung saja menuju ke bukit Shafa untuk segera memulai sa’i. Disinipun jamaah ramai sekali meski sedikit kurang dari yang thawaf. Kami dapat menyelesaikan sa’i beberapa menit sebelum masuk waktu shalat zuhur. Dan seterusnya bertahalul. Hari itu saya hanya menggunting beberapa helai rambut.

Masjidil Haram benar-benar sangat padat dengan jamaah. Maklumlah tinggal tiga hari lagi menjelang wukuf. Hampir seluruh jamaah haji saat ini berkumpul di Makkah dan sekitarnya menunggu saat wukuf. Kami yang sesudah memotong rambut bertahalul, berada di sebelah luar pintu mesjid di daerah Marwa, tidak dapat lagi masuk kedalam karena sudah penuh sesak dengan jamaah. Akhirnya kami mengambil tempat terpencar-pencar di emperan di luar pintu mesjid itu. Istri dan anak-anak, saya suruh agak ke belakang. Tidak berapa lama kemudian berkumandang azan zuhur. Saya hanya kebagian tempat sangat sempit untuk sujud di selang-seling berbaurnya jamaah laki-laki dan wanita. Waktu saya sedang shalat qabliyah, ada jamaah wanita yang berdiri di depan saya, disuruh pindah oleh seorang jamaah dari Tunisia.

Di Masjidil Haram hampir tidak mungkin mengatur shaf laki-laki hanya untuk laki-laki di depan dan shaf wanita di belakang. Laki-laki dan wanita terpaksa harus bercampur baur. Ini disebabkan karena baik thawaf maupun sa’i baru berhenti ketika azan berkumandang. Dan tidak mungkin bagi jamaah wanita untuk pindah jauh-jauh ke belakang pada saat mereka berhenti sementara thawaf atau sa’i. Namun demikian sebisanya diusahakan juga agar kelompok beberapa orang laki-laki terpisah dengan kelompok beberapa orang wanita.

Sesudah shalat zuhur kami menuju ke bawah ‘Jam Gadang’. Benar sekali, satu persatu anggota rombongan berdatangan. Setelah semua lengkap kami menuju ke tempat tadi kami di turunkan dari bus. Berjalan kaki menyeberangi jalan di terowongan yang sedang macet-macetnya oleh berjubelnya kendaraan. Kami menemukan bus yang tadi mengantar, yang rupanya memang sudah dihubungi penyelenggara. Bus yang berdiri sebentar menaikkan kami itu didatangi polisi sambil memukul-mukul bus itu dengan tongkat karet menyuruh maju agar tidak menghalangi lalu lintas di belakang kami.

Sebelum ashar kami sampai di pemondokan. Si Tengah alhamdulillah aman-aman saja. Dia merasa sudah bersih sekarang. Syukurlah, saya bilang. Dengan demikian insya Allah besok dia bisa melaksanakan thawaf dan sa’i, satu-satunya hari yang tinggal karena hari berikutnya, Jumat tanggal 8 Zulhijjah kami akan berangkat ke Mina mengawali prosesi haji.

Saya cepat-cepat mandi dan memakai pakaian biasa karena mau pergi shalat ashar ke mesjid Abu Bakar. Hanya bapak-bapak saja yang pergi shalat ke mesjid itu karena kelihatannya memang tidak ada jamaah wanita ikut shalat disana.



*****

No comments: