Tuesday, March 25, 2008

Oleh-oleh Dari Perjalanan Haji 1424H (22)

22. Subuh Pertama Di Masjidil Haram


Hari Kamis subuh. Ini adalah subuh pertama kami berada di Makkah. Saya terbangun jam setengah empat dan segera bersiap-siap untuk pergi ke mesjid. Batuk saya masih berat tapi syukurlah tidak disertai flu. Tidak lama kemudian terbangun pula istri saya. Kondisi batuk dan flunya justru bertambah parah. Dia bilang dia tidak akan ke mesjid pagi itu karena ingin menyimpan tenaga untuk thawaf ifadha nanti siang. Di antara anak-anak, saat ini hanya si Tengah yang tidak berhalangan, sementara adik dan kakaknya sedang ‘cuti’. Saya tidak membangunkannya. Kasihan kalau dia ikut ke mesjid tidak ada teman (tidak ada ibunya, tidak ada kakak maupun adiknya). Saya berangkat ke mesjid sendirian. Waktu saya keluar pagi itu udara terasa tidak terlalu dingin. Saya mengenakan gamis dengan kaus oblong di dalam dan sorban merah putih menutupi kepala.

Di mesjid saya menuju ke tempat saya biasa shalat lima waktu ketika saya berhaji di tahun sembilan puluh. Saya masuk dari pintu nomor 45, terus ke depan ke bagian mesjid paling depan sebelum pelataran ka’bah. Berbelok ke kanan beberapa puluh langkah. Tepat melihat ke sisi ka’bah yang ada pancuran emas. Tempat ini sangat berkesan bagi saya karena disini dulu saya ikut tadarus dengan sekelompok jamaah mancanegara. Ketika itu mulanya saya melihat sekumpulan jamaah duduk melingkar. Di antara mereka ada seorang tua yang kelihatannya adalah pemimpin kelompok itu. Rupanya mereka sedang bertadarus bergantian membaca al Quran. Masing-masing membaca satu ‘ain. Saya duduk agak ke belakang di antara dua orang jamaah. Ketika jamaah yang di sebelah kiri saya selesai membaca, disodorkannya al Qurannya kepada saya dan meyuruh saya membaca. Saya ikut membaca satu ‘ain. Setelah saya selesai orang tua yang seperti pimpinan itu menepuk-nepuk pundak saya. Sejak itu jadilah saya ikut kelompok tadi yang bertadarus setiap habis shalat subuh, sehabis shalat ashar sampai sesudah isya. Kami menamatkan al Quran rata-rata dalam empat hari.

Sekarang saya berada kembali disini. Saya lakukan shalat malam. Sesudah shalat, saya membaca al Quran menjelang azan subuh berkumandang. Mungkin karena tempat ini terbuka ke depan, dan saya tidak memakai jaket, pelan-pelan terasa udara dingin. Saya melilitkan sorban di kepala untuk mengurangi rasa dingin. Sesudah azan kami shalat qabliyah sambil sebelumnya mengatur barisan. Jamaah sudah semakin penuh. Dan kamipun shalat subuh. Imam shalat subuh adalah Sudeish. Bacaannya sangat jernih dan tartil. Kadang-kadang suaranya melengking tinggi. Indah dan bagus sekali.

Sesudah shalat dan zikir saya masih duduk disitu sambil memandangi ka’bah. Bangunan mulia yang dibangun oleh nabi Allah Ibrahim a.s. beserta puteranya nabi Ismail a.s. entah berapa ribu tahun yang lalu. Hanya Allah SWT saja yang tahu kapan tepatnya kedua nabi Allah itu menyelesaikan bangunan ini. Bangunan yang jadi titik pemersatu arah bagi setiap umat Islam dalam melakukan shalat menyembah Allah SWT. Disini, di mesjid yang mulia ini umat Islam menghadap bangunan ini mengelilinginya dalam shalat seperti yang baru saja kami selesaikan. Dan saya tengah berada disini.

Di pelataran ka’bah jamaah melakukan thawaf ramai sekali. Mengelilingi bangunan mulia ini dengan khusyuk putaran demi putaran. Dalam zikir dan doa. Tidak pernah ada hentinya orang mengerjakan thawaf siang dan malam disini kecuali pada waktu saat shalat berjamaah. Tadinya ada keinginan saya untuk turun kesana, berbaur dengan jamaah yang banyak itu untuk melakukan thawaf. Tapi niat itu saya urungkan karena nanti saya akan menemani istri saya mengerjakan thawaf ifadha. Sementara pagi ini saya merasa badan saya kurang enak karena batuk.

Batuk mengagetkan saya untuk segera bangkit dan meninggalkan mesjid ini. Saya melangkah keluar dan menuju ke pemondokan. Di luar sudah mulai terang karena hari menjelang siang. Di kamar saya dapati istri saya sedang tidur kembali (sesudah shalat subuh). Saya bangunkan mereka dan mengajak mereka untuk pergi sarapan. Si Bungsu memprotes saya karena tidak mengajak kakaknya ke mesjid. ‘Kan dia di Madinah tidak banyak kesempatan ke mesjid. Kenapa disini tidak papa ajak?’ ucapnya. Si Tengah diam saja. Saya berjanji akan mengajaknya besok insya Allah.

Kami pergi sarapan ke ruang makan di lantai 10. Sesudah sarapan saya merasa badan saya kurang enak. Batuk saya masih banyak dan badan saya terasa dingin. Boleh jadi saya masuk angin. Kami hubungi dokter rombongan untuk minta obat. Dia tidak segera datang. Mungkin dia sibuk mengurusi pasien yang lain. Istri saya meraba kening saya dan mengatakan badan saya panas. Dia memberi obat turun panas dari persediaan obat yang kami bawa. Alhamdulillah saya tertidur sesudah itu. Jam sepuluh saya terbangun dengan peluh bercucuran. Badan saya terasa lebih enak sekarang. Saya pergi mandi. Masih lama sebelum waktu zuhur dan saya membaca al Quran meneruskan tadarus. Jam dua belas kurang saya berangkat ke mesjid sendirian. Istri saya mengatakan ingin thawaf sesudah ashar nanti karena sekarang udaranya masih panas. Saya rasa dia benar, siang ini sinar matahari terasa cukup panas.

Waktu shalat ashar saya berangkat ke mesjid bertiga degan istri saya dan si Tengah. Sesudah shalat kami turun ke pelataran ka’bah untuk mengerjakan thawaf. Si Tengah juga ikut menemani. Orang yang thawaf cukup ramai. Kami bergerak pelan sekali. Akhirnya hampir maghrib baru kami menyelesaikan ketujuh putaran. Sa’inya dilanjutkan sesudah maghrib dan selesai menjelang isya. Diakhiri dengan tahallul selesailah pelaksanaan haji istri saya. Tinggal si Sulung yang masih belum menyempurnakan rangkaian ibadah hajinya. Mungkin besok saya harus menemaninya pula untuk melakukan thawaf dan sa’i.

Kami segera pulang ke hotel. Sampai di hotel si Bungsu mengatakan bahwa tadi sore ada adik saya datang (dia pergi haji sendirian) dan juga adik istri saya yang datang dengan suaminya. Walaupun sedikit capek, alhamdulillah saya merasa sehat-sehat saja. Sesudah makan malam saya segera tidur.

*****

No comments: