Tuesday, December 23, 2008

SANG AMANAH (103)

(103)

Sesudah pelajaran di kelas dua D selesai, pak Hardjono bergegas ke kantor guru. Dia ingin bertemu pak Umar. Di ruangan guru ada pak Muslih sedang ngobrol dengan pak Sofyan dan pak Situmorang. Ketiga orang guru itu juga baru selesai mengajar. Pak Hardjono langsung menuju kantor pak Umar yang pintunya terbuka dan memberi salam.

‘Assalamu’alaikum,’

‘Wa’alaikumussalam. Apa kabar pak Hardjono?’ jawab pak Umar.

‘Baik-baik saja pak. Bagaimana keadaan Suwagito pak?’ pak Hardjono balik bertanya.

Pak Umar menjelaskan keadaan Gito secara ringkas.

‘Harusnya saat ini sedang bersiap-siap untuk dioperasi. Sepertinya itu satu-satunya harapan. Sejak kejadian kemarin sampai tadi saya tinggalkan dia tetap tidak sadarkan diri,’ ujar pak Umar mengakhiri ceritanya.

‘Kita tolong dengan doa pak,’ ujar pak Hardjono.

‘Benar, kita tolong dengan doa. Mudah-mudahan Allah menyembuhkan anak itu,’ pak Umar menimpali.

‘Tapi saya ada berita lain, pak. Yang ingin saya sampaikan,’ ujar pak Hardjono pula.

‘Berita apa pak Hardjono?’ tanya pak Umar.

Pak Hardjono menunjukkan koran yang ditinggalkan pak Darmaji tadi pagi dan menceritakan apa yang terjadi dari awal sampai akhir. Pak Umar mendengarkan cerita pak Hardjono itu tanpa berkedip.

‘Begitu ceritanya, pak. Dan ini potongan kupon undian berhadiah itu, dengan nama bapak tertulis di sini,’ ujar pak Hardjono mengakhiri ceritanya sambil menyerahkan kertas potongan undian itu ke pak Umar.

Pak Umar memperhatikan potongan kupon itu sambil mengangguk-angguk. Beberapa saat kedua orang itu terdiam. Sampai akhirnya pak Umar kembali bersuara.

‘Semua ini berada di bawah pengaturan Allah. Mudah-mudahan hadiah undian ini tidak guyon. Kalau benar, betapa akan bahagianya. Betapa akan bahagianya,’ ujar pak Umar mengulang kata-katanya.

Pak Hardjono sangat senang. Syukurlah kalau pak Umar mau menerima hadiah ini. Orang sebaik pak Umar sangat wajar mendapatkan hadiah seperti itu. Begitu yang terpikirkan oleh pak Hardjono.

‘Apakah pak Hardjono sudah menanyakan ke produser film foto berwarna itu kalau berita itu benar?’ tanya pak Umar.

‘Belum, pak,’ jawab pak Hardjono.

‘Kalau begitu, bagaimana kalau kita tanyakan sekarang? Adakah nomor telpon yang bisa dihubungi tertulis di pengumuman itu?’ tanya pak Umar.

‘Di sini ada nomor telpon perusahaan itu. Mungkin bisa kita hubungi,’ jawab pak Hardjono, sambil memberikan nomor telepon itu.

Pak Umar memutar nomor tersebut. Setelah tersambung, dia menanyakan masalah hadiah undian seperti yang terbaca dikoran. Petugas operator di seberang sana menyambungkannya ke bahagian yang mengurusi hadiah-hadiah itu.

‘Begini, pak. Saya ingin menanyakan tentang hadiah undian yang diumumkan di koran hari ini. Pertanyaan pertama, apakah pengumuman itu sungguhan?’
-

‘Saya Umar Hamzah. Saya kepala sekolah SMU 369,’ jawab pak Umar setelah dari seberang sana menanyakan identitas pak Umar.

Beberapa saat kemudian.

‘Oh jadi benaran. Bagaimana caranya saya mengambil hadiahnya itu?’ tanya pak Umar.
-

‘Baik. Baiklah. Jadi saya ulangi, saya harus membawa potongan kupon, kartu identitas atau KTP dan keterangan bahwa saya adalah kepala sekolah SMU 369. Apakah kartu pegawai saya memadai?’
-

‘Ya, baik. Baiklah. Baik. Dan pajak kemenangan sebesar dua puluh persen harga mobil, serta biaya balik nama jadi tanggungan saya.’
-

‘Baik, cukup jelas. Ya..ya.. saya faham. Dan hadiahnya bisa saya ambil setiap saat mulai sekarang? Ya..ya.. baik. Baik dan terima kasih.’

Pak Umar bangkit dari kursinya lalu sujud di lantai. Dia sujud syukur.

‘Pak Hardjono, bisakah kita adakan rapat mendadak siang ini?’ tanya pak Umar sesudah itu.

Pak Hardjono agak heran sebelum menjawab.

‘Saya rasa bisa, pak,’ jawabnya

‘Baik, kalau begitu. Tolong pak Hardjono umumkan kita akan mengadakan rapat sesudah jam pelajaran terakhir ,’ ujar pak Umar.

‘Untuk masalah apa pak? Undangan rapatnya untuk membahas masalah apa?’ tanya pak Hardjono.

‘Masalah musibah yang menimpa Suwagito kemarin,’ jawab pak Umar.

‘Baik kalau begitu pak. Segera saya siapkan. Saya permisi dulu kalau begitu,’ ujar pak Hardjono.

‘Baik , sampai nanti pak Hardjono.’

‘Assalamu’alaikum.’

‘Wa’alaikumsalam.’

Pak Hardjono segera keluar. Aneh juga pak Umar. Dia tidak mengatakan apa-apa lagi tentang hadiah tadi itu. Atau barangkali dia akan mengumumkannya nanti pada waktu rapat? Tapi tadi kelihatan bahwa pak Umar senang dengan hadiah itu. Tidak akan ada yang tidak akan ikut senang kalau pak Umar bisa menerima hadiah itu dan berbahagia dengan hadiah itu. Pak Hardjono yakin benar tentang hal itu. Dia sendiri, yang hanya tahu secara kebetulan pagi tadi, sangat antusias pak Umar akan menerimanya dengan gembira.


*****


Jam dua rapat itu dimulai. Persis sebelum rapat dibuka, pak Umar mendapat telpon dari rumah sakit Keluarga Sejahtera, memberitahukan bahwa operasi sudah berhasil dengan baik. Dr. Gunardi yang memimpin operasi itu yang menelpon. Gumpalan darah yang sudah membeku sebanyak lima cc berhasil dikeluarkan. Sekarang tinggal menunggu reaksi setelah pengaruh obat bius hilang. Apakah Gito akan sadar atau tidak. Diperkirakan reaksi itu akan berakhir sekitar jam empat sore nanti. Pak Umar mencatat semua informasi itu dengan jelas.

Setelah itu mereka memulai rapat.

‘Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,’

(Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh).

‘Bapak-bapak dan ibu-ibu yang saya hormati,

Pertama-tama saya laporkan keadaan Suwagito, yang mengalami musibah kecelakaan lalu-lintas kemarin siang. Anak itu mula-mula kemarin dibawa ke rumah sakit Harmoni. Dokter di rumah sakit itu merujuk ke rumah sakit Keluarga Sejahtera di Jatinegara, karena anak itu harus dioperasi, karena dia mengalami pendarahan dalam kepala akibat benturan. Sebelum anak itu dipindahkan, saya berdiskusi dulu dengan orang tuanya, yang kemarin siang dijemput oleh Arif Rahman. Orang tua Suwagito itu, seorang sopir taksi, setuju anaknya dipindahkan. Ringkasnya kemarin sore, Suwagito dibawa ke Keluarga Sejahtera Jatinegara. Timbul masalah pertama, rupanya harus ada uang jaminan empat juta rupiah. Pak Slamet, orang tua anak itu tidak sanggup membayar uang jaminan itu. Sebelumnya dia bilang dia akan menjual rumah tempat tinggalnya untuk biaya perawatan anaknya itu. Tapi mana mungkin menjual rumah secara instan. Saya mengambil inisiatif, berunding dengan direktur rumah sakit. Saya minta tangguh membayar uang jaminan itu sampai hari ini. Alhamdulillah, setelah diskusi cukup panjang dia mau menerima janji saya untuk menunda pembayaran uang jaminan itu. Dan alhamdulillah, tadi pagi uang itu sudah dilunasi.

Timbul tantangan kedua. Anak itu harus dioperasi. Karena menurut dokter, gumpalan darah beku di kepalanya itu menghalangi peredaran darah ke otak. Sementara mengharapkan aliran darah untuk menghanyutkan gumpalan darah itu terlalu beresiko, paling tidak terlalu lama, sehingga dikhawatirkan gangguan aliran darah ke otak itu bisa berubah jadi lebih serius. Itu yang diceritakan dokter itu kepada saya, wallahu a’lam. Tapi saya cenderung percaya. Untuk bapak-bapak dan ibu-ibu ketahui, sampai tadi pagi saya di rumah sakit itu, Suwagito belum sadar-sadar.

Tadi pagi saya bertemu kembali dengan direktur rumah sakit itu Dia memberi tahu saya biaya operasi, berikut obat dan perawatan. Biaya normal sekitar dua puluh juta. Tapi oleh direktur itu diberi keringanan, biaya rumah sakit akan diberikan cuma-cuma. Tapi tetap saja biaya itu nanti akan berkisar sekitar dua belas sampai lima belas juta rupiah atau mungkin lebih.

Hal ini saya sampaikan kepada pak Slamet, ayah Suwagito. Diapun ingin anaknya dioperasi. Sekali lagi diulanginya bahwa dia akan menjual rumahnya untuk biaya operasi itu. Dengan demikian kami, saya dan pak Slamet, memberi tahukan persetujuan untuk dilaksanakannya operasi. Masih ada tambahan kebaikan dari direktur rumah sakit itu. Dia tidak meminta uang jaminan, bahkan biaya itu boleh dibayar sampai sebulan kemudian, paling lama. Pak Slamet menyanggupi. Dan Suwagitopun di operasi. Persis sebelum kita mulai rapat, saya ditelpon oleh dokter yang mengoperasinya, mengatakan bahwa operasi itu berjalan lancar. Mereka mengeluarkan lima cc darah beku yang menyumbat di kepala anak itu. Tinggal sekarang menunggu hilangnya reaksi obat bius. Diharapkan jam empat sore ini sudah akan ada hasilnya.

Jadi demikian laporan mengenai kondisi keadaan murid kita Suwagito.

Yang kedua, saya tadi dikejutkan oleh pak Hardjono. Kejutan yang mengatakan bahwa saya tercantum sebagai pemenang hadiah kupon undian dari sebuah produser film foto berwarna. Pengumuman itu ada di koran yang terbit hari ini. Pak Hardjono menceritakan bahwa, murid kita Arif Rahman, rupanya secara iseng barangkali, mengisi kupon undian itu ketika dia bersama rekannya Hardi mencetak foto-foto waktu kompetisi pertandingan basket beberapa bulan yang lalu. Dia menuliskan nama saya pada kupon yang akan diundi waktu itu. Ternyata terpilih. Ternyata nama saya muncul sebagai salah satu yang beruntung. Dan saya, di depan pak Hardjono tadi menelpon kantor penyelenggara undian berhadiah itu untuk menanyakan kepastian berita di koran itu. Ternyata betul. Ternyata betul-betul saya adalah salah satu pemenang. Alhamdulillah, ini betul-betul kekuasaan Allah. Betul-betul Allah memudahkan segala-galanya dengan cara yang tidak di duga-duga. Tidak pernah saya termimpi-mimpi mau memenangkan sebuah undian berhadiah mobil. Tapi tiba-tiba saja nama saya muncul sebagai pemenang.

Menurut informasi yang saya dapat dari penyelenggara tadi itu, hadiah itu bisa diambil setiap saat. Cukup dengan membawa sobekan kupon, seperti ini (pak Umar menunjukkan sobekan itu), surat keterangan sebagai bukti bahwa saya benar kepala sekolah di sini. Dan yang diluar itu, saya harus membayar pajak undian sebesar 20% dari harga mobil hadiah. Ditambah lagi dengan biaya balik nama di kantor polisi.

Saya benar-benar bersyukur dengan limpahan kurnia Allah ini. Saya tadi langsung sujud syukur. Kenapa saya sampaikan pula hal ini? Karena saya ingin menanyakan, siapa tahu, ada di antara bapak-bapak dan ibu-ibu berminat untuk mengambil mobil itu. Maksud saya untuk membelinya. Siapa tahu barangkali kenal seseorang yang mau membeli mobil hadiah itu. Itulah yang perlu saya sampaikan. Mohon maaf kalau untuk itu, saya menahan bapak-bapak dan ibu-ibu untuk tinggal di sekolah,’ pak Umar mengakhiri uraiannya yang panjang lebar itu.

No comments: