Wednesday, November 5, 2008

SANG AMANAH (47)

(47)

Sore itu Anto bercerita sama mami bahwa dia sudah bertemu dengan pak Umar. Bahwa pak Umar bersyukur kalau mami sudah banyak kemajuan. Pak Umar tidak tahu kapan harus mengakhiri diet dengan terapi jus. Tapi dia akan menanyakan kepada saudaranya tentang itu. Tentu saja Anto tidak lupa menyampaikan bahwa pak Umar berjanji akan datang ke rumah hari Minggu mendatang. Mami sangat senang mendengar cerita Anto.

Sesudah makan malam kembali hal itu jadi bahasan bersama-sama papi. Papipun senang mendengar pak Umar berjanji akan datang hari Minggu. Mereka sekeluarga berdiskusi tentang pak Umar.

‘Entah dengan apa akan dibalas jasa pak Umar itu. Mami sangat berhutang budi bahkan berhutang nyawa rasanya kepadanya,’ kata mami dengan penuh perasaan.

‘Orang seperti pak Umar itu pasti ikhlas, mi. Pasti dia tidak mengharapkan apa-apa dengan memberi tahu mami cara pengobatan itu,’ kata Anto pula.

‘Tapi mami sangat ingin memberikan sesuatu kepadanya sebagai ungkapan rasa terima kasih. Bagi mami, pak Umar itu benar-benar seorang penolong yang sangat berjasa. Mami waktu itu sudah sangat frustrasi sebelum dia memberi tahukan cara pengobatan dengan terapi jus itu,’ tambah mami pula.

‘Kamu benar, Ning. Sangat pantas kalau kita berikan sesuatu sebagai tanda ungkapan terima kasih kita kepadanya. Tapi apa kira-kira yang akan kita berikan?’ tanya papi pula.

Mereka bertiga sama-sama memikirkan hadiah apa yang pantas dibelikan untuk pak Umar. Yang lebih baik tentu hadiah berupa barang. Akan lebih baik lagi kalau hadiah itu barang yang bermanfaat bagi pak Umar. Akan jauh lebih baik lagi kalau sesuatu itu bermanfaat bagi pak Umar sekeluarga. Supaya kebahagian mereka sekeluarga seperti hari-hari belakangan ini bisa dibagi dengan keluarga pak Umar. Akhirnya papi menemukan suatu pemikiran yang sangat menarik.

‘Papi mau membelikan pak Umar mobil sebagai rasa terima kasih kita kepadanya. Sebagai rasa syukur kita karena kesehatan mami. Bagaimana pendapatmu Ning?’ tanya papi ke mami.

‘Saya rasa sangat pantas mas. Saya benar-benar merasa berhutang nyawa kepada pak Umar itu. Saya sangat setuju kalau kita belikan dia sebuah mobil, tapi kita harus berhati-hati betul jangan sampai menyinggung perasaannya,’ jawab mami.

‘Mudah-mudahan dia mau dan senang menerimanya,’ ungkap papi.

‘Anto rasa ide yang sangat baik, pi. Papi mau belikan mobil apa?’

‘Bagaimana kalau Kijang baru. Bagaimana pendapatmu, To?’ tanya papi.

‘Bagus sekali, pi. Tentu saja papi harus benar-benar ikhlas memberikannya,’ jawab Anto pula.

‘Iya dong. Masak nggak ikhlas. Nah, sekarang…. apakah kita langsung belikan saja atau kita tanyakan dulu ke pak Umar apakah dia punya pilihan ….warna…..misalnya?’ tanya papi pula.

‘Bagus juga sih ditanyakan dulu, paling tidak kita pancing nanti kalau pak Umar datang hari Minggu dengan menanyakan apakah kira-kira dia lebih menyukai jenis Kijang atau jenis apa,’ usul mami pula.

‘Benar, pi. Meski kayaknya Kijang pilihan yang tepat, akan lebih baik memang kalau kita tanya dulu selera pak Umar,’ tambah Anto.

‘Kalau menurut pendapat kamu sendiri Kijang yang mana To?’

‘Anto bilang sih, Kijang yang terbaik dan terbaru sekalian, pi. Jadi di samping menyenangkan, untuk jangka waktu lama pak Umar tidak akan dipusingkan oleh masalah perawatannya. Itu kalau pendapat Anto, pi.’

‘Papi rasa kamu benar. Papi kok malahan rasanya ingin langsung membelikannya dan hari Minggu langsung kita serahkan. Bukankah yang demikian akan merupakan suatu kejutan bagi pak Umar?’

‘Emang bisa langsung dapat begitu, mas? Apa mungkin dealernya saat ini punya ‘stock’ mobil begitu? Kan cuman tiga hari lagi hari Minggu. Kalau saya pikir sih mendingan kita tanyakan dulu kira-kira mobil jenis apa yang lebih diminati pak Umar,’ usul mami.

‘Saya justru khawatir pak Umar tidak akan mau mengatakan mobil seperti apa yang jadi pilihannya. Karena hadiah, kita bisa menyiapkan dan menyerahkan langsung. Tentu dia tidak akan mengatakan, ‘ah sayang, saya nggak suka warna ini’. Seandainya dia nanti ternyata tidak menyukai warnanya kita bisa menyuruh tukar dengan yang disukainya,’ kata papi pula.

‘Mungkin bagusnya begini pi. Kita tetap harus tanyakan dulu. Karena tentunya papi akan membelikan atas nama pak Umar. Dengan demikian kita memerlukan data-data pribadi pak Umar seperti KTP misalnya untuk pembelian itu. Tapi bisa saja papi pinjam dulu mobilnya ke ‘dealer’nya untuk diperlihatkan ke pak Umarnya hari Minggu nanti,’ Anto mengusulkan jalan lain.

‘Benar juga yang kamu katakan. Besok papi akan telepon ‘dealer’ mobil itu dan menanyakan kalau kita boleh meminjam sebuah Kijang terbaru jenis yang terbaik untuk hari Minggu. Bagaimana pendapat kamu tentang warnanya?’ tanya papi pula.

‘Biru kayaknya bagus pi. Kijang sih, kelihatan gagah kalau yang warna biru,’ jawab Anto.

Semua sepakat dengan ide itu. Membelikan sebuah mobil Kijang yang paling baik dan baru sebagai hadiah. Sebagai ungkapan syukur dan terima kasih. Hadiah itu sangat pantas untuk pak Umar. Karena jasanya memberikan keyakinan kepada mami untuk berusaha dengan suatu cara pengobatan bagi penyakit mami yang sudah sangat parah. Padahal sebelum itu, semua….. termasuk papi, mami sendiri, Anto, kakek, nenek di Tebet sudah hampir putus asa. Sehabis dioperasi tempohari sakit mami bukannya jadi sembuh tapi malah bertambah parah. Sehingga mami sehari-hari menjalani hidupnya di tempat tidur dalam keadaan lemah tak berdaya. Lalu dengan terapi jus yang ditunjukkan pak Umar. Bersama dengan umbi ‘tapak dewa’. Dan yang paling penting sesudah semua usaha itu adalah doa semua orang. Papi yakin betul bahwa pak Umar telah dengan tulus dan ikhlas mendoakan kesehatan mami. Dan rasa-rasanya, doa seorang yang saleh seperti dia itu tentu lebih cepat didengarkan Tuhan. Dan hasilnya, suatu kesembuhan mukjizat sebagai kurnia Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pengasih. Mami bertambah baik dari sehari ke sehari hingga akhirnya boleh dikatakan sudah pulih betul. Bukankah sangat pantas mengucapkan rasa terima kasih untuk semua kebaikan itu dengan menghadiahkan sesuatu yang berharga kepada pak Umar? Sebuah mobil tentulah akan sangat berarti baginya dan bagi keluarganya. Meskipun sebenarnya ungkapan rasa syukur yang mendalam yang tengah mereka nikmati sekeluarga agaknya tidak akan setara dengan harga sebuah mobil.

Besoknya papi langsung menghubungi Auto 2000 menanyakan apakah ada ‘stock’ Kijang Krista yang paling baru. Dan setelah mendapat jawaban bahwa mobil jenis itu memang ada satu unit di ‘show room’ mereka di Auto 2000 Kali Malang dan bisa langsung diserahkan asal pembayarannya diselesaikan segera. Papi senang bukan main. Papi segera datang ke ‘show room’ itu untuk melihatnya langsung. Kebetulan warnanya biru metalik. Papi langsung memastikan transaksi itu dan minta agar surat-suratnya segera di uruskan. Namun pengurusan surat-surat mobil itu memerlukan data pribadi si pembeli yang namanya akan dicantumkan nantinya baik dalam buku BPKB maupun pada STNK kendaraan. Papi minta waktu sampai hari Senin untuk melengkapi data-data pemilik mobil itu. Dan mobil itu bisa segera diantarkan ke rumah.

Semua ikut tertarik mengamati Kijang Krista baru itu. Mami, Adrianto dan bahkan bik Inah. Mobil yang akan diserahkan kepada pak Umar pada waktu dia datang berkunjung hari Minggu lusa. Mudah-mudahan mobil itu akan disukainya dan akan membawakan kebahagian bagi pak Umar sekeluarga. Mudah-mudahan pak Umar, istrinya dan anak-anaknya akan berbahagia menerima hadiah mobil ini. Semua merasa tidak sabar menunggu hari Minggu. Hari kedatangan pak Umar. Dan hari lambang kebahagiaan itu akan diserahkan.


*****

Hari Minggu. Tidak ada yang tahu jam berapa pak Umar akan datang. Mungkin siang atau mungkin juga sore hari. Papi agak menyayangkan karena Anto tidak menanyakan jam berapa pak Umar akan datang. Tapi memang sulit juga mau bertanya sampai rinci begitu. Pokoknya kalau dia katakan dia akan datang hari Minggu tentu dia bisa saja hadir setiap saat hari itu, mungkin mulai jam sembilan pagi. Jadi…ya…ditunggu saja.

Ternyata pak Umar datang jam sepuluh pagi bersama istrinya ibu Fatimah. Mereka datang mengendarai Vespa. Pak Umar sedikitpun tidak canggung datang bertamu ke rumah gedung mewah milik keluarga pak Suryanto dengan mengendarai Vespanya. Memang tidak ada urusannya untuk canggung. Mang Karta, tukang kebun di rumah itu, mula-mula tidak mengenali siapa yang datang dan hampir tidak mau membukakan pintu pagar. Bik Inah yang pertama sekali mengetahui kedatangan pak Umar karena melihatnya dari dalam rumah. Dia segera keluar dan menyuruh mang Karta membukakan pintu pagar itu. Sebelum keluar, bik Inah memberi tahu mami bahwa pak Umar sudah datang. Mami dan papi segera keluar menyambut kedatangan mereka. Mereka bersalam-salaman. Pak Umar memperkenalkan istrinya, ibu Fatimah. Mereka ngobrol berbasa basi sebentar dan kemudian semua duduk di ruang tamu. Antopun ikut menyambut kedatangan pak Umar dan istrinya itu.

Pak Umar sangat kaget melihat keadaan mami yang benar-benar tidak terlihat sakit sedikitpun. Berbeda jauh sekali dengan keadaan mami waktu pak Umar datang ke rumah ini lebih sebulan yang lalu. Waktu itu mami sangat menderita.

‘Subhanallah, walhamdulillah. Betul-betul kurnia Allah Yang Maha Kaya. Ibu begitu sehat saya lihat sekarang,’ kata pak Umar menyatakan kekagumannya.

‘Benar pak. Tuhan benar-benar melimpahi saya dengan kasih sayang Nya. Saya sangat bersyukur. Alhamdulillah. Bagaikan mimpi rasanya. Seolah-olah saya diberi kesempatan untuk hidup yang kedua kalinya,’ jawab mami pula.

‘Ibu tidak mengalami gangguan apa-apa selama menjalani terapi jus itu? Tidak ada masalah dengan istirahat tidur? Atau dengan pencernaan misalnya?’ tanya pak Umar.

‘Alhamdulillah tidak ada pak. Saya bisa tidur nyenyak setiap malam. Begitu juga dengan pencernaan. Tidak ada gangguan sama sekali,’ jawab mami.

‘Saya jadi ingin tahu, pola makan yang bagaimana yang ibu terapkan, sehingga kelihatannya hasilnya sangat baik begitu?’ tanya pak Umar lagi.

‘Saya minum jus apel satu gelas setiap pagi ditambah dua potong roti tawar. Roti tawar tidak dicampur apa-apa. Jam sembilan, kalau saya merasa lapar saya makan pisang satu buah. Siang saya makan pisang dua buah dan saya minum jus lagi, apel atau jeruk. Sore saya minum jus wortel. Malam kembali saya makan pisang. Sejak seminggu ini, malam saya makan nasi lima enam sendok dengan sayur bening. Itulah menu saya sehari-hari,’ jawab mami.

‘Ibu tidak suka tahu atau tempe?’ tanya ibu Fatimah.

‘Suka, sih. Tapi biasanya saya suka tahu atau tempe digoreng. Sedang sementara ini saya juga tidak memakan goreng-gorengan. Saya tidak mau memakan sesuatu yang saya khawatirkan akan menambah kolesterol.’

‘Kelihatannya diet ibu sangat ketat sekali,’ komentar ibu Fatimah pula.

‘Apakah ibu sudah memeriksakan kembali ke dokter? Maksud saya untuk memastikan kesehatan ibu?’ tanya pak Umar pula.

‘Belum, pak. Saya tidak memikirkannya. Saya benar-benar sedang menikmati kesembuhan ini. Saya merasakannya. Dan rasanya saya ini sudah kembali normal. Sudah sehat sama sekali. Tapi saya rasa bapak betul. Sebaiknya saya periksakan lagi ke dokter untuk mengetahui keadaan kesehatan saya,’ jawab mami pula.

‘Paling tidak untuk menambah keyakinan kita bahwa ibu benar sudah sembuh. Terus terang saya juga yakin bahwa sesungguhnya ibu sudah sehat dan pulih seratus persen. Tapi tentu akan lebih baik kalau dugaan itu bisa kita dapatkan kepastiannya,’ tambah pak Umar pula.

‘Memang sebaiknya diperiksakan, Ning. Dengan demikian kita semakin yakin bahwa kamu sudah benar-benar pulih. Walaupun kalau dilihat, seperti kata pak Umar, seperti kata semua orang yang melihat keadaan kamu sekarang, rasanya tidak sedikitpun ada tanda-tanda penyakit dulu itu masih tinggal,’ papi ikut menambahkan.

No comments: