Wednesday, February 24, 2010

(RENCANA) POLIGAMI

(RENCANA) POLIGAMI

‘Jadi?’ tanya Khairul ketika mereka sudah selesai makan.

‘Apanya yang jadi?’ Arif balik bertanya.

‘Bagaimana rencana kau mau bertambuh?’

‘Kan sudah selesai kita makan. Bertambuh apa juga lagi?’

‘Bukan bertambuh makan…. Bertambuh istri…. Katanya kau akan kawin satu lagi…’

‘Entahlah…. Pening kepalaku…. Macam-macam sekarang syaratnya.’

‘Oh ya? Apa saja syaratnya? Memang dulu tidak banyak syaratnya?’

‘Harus jelas alasan kenapa ingin menikah lagi. Harus ada izin dari istri pertama. Mana ada istri pertama yang mau memberi izin suaminya menikah lagi? Harus ada izin atasan. Entah apa pula urusan atasan kalau awak mau menambah istri. Sementara dia? Berhau-hau dengan istri orang tidak ada masalah.’

‘Tak baik memperkatakan orang. Apa lagi berprasangka buruk….’

‘Memperkatakan orang karena memang harus diperkatakan. Berprasangka buruk kata kau? Kelakuannya bergelanggang mata orang banyak. Sekantor orang tahu. Dan dia seperti bangga dengan apa yang dikerjakannya. Tapi benar juga, itu bukan urusanku. Cuma, urusan awak ini yang kacau.’

‘Sebenarnya apa alasan kau mau menikah lagi?’

‘Itupun tidak perlu kujelaskan kepadamu. Aku yang punya masalah, aku yang tahu keperluanku. Dan menurut hematku menikah satu lagi itu penyelesaiannya. Tapi…. Ternyata repot….’

‘Dimana letak repotnya? Selain alasan-alasan yang kau katakan tadi?’

‘Kalau aku menikah lagi, aku ingin menikah secara resmi. Harus ada surat nikah. Supaya tidak timbul masalah pula di kemudian hari. Tapi justru di situ masalahnya. Ketika aku pergi ke kantor KUA, aku diingatkan tentang semua persyaratan tadi. Tidak boleh ada satupun yang terabaikan. Alias, kalau istri pertama tidak memberikan persetujuan di atas kertas bermeterai, atasan tidak memberikan persetujuan di atas kertas bermeterai, orang KUA tidak mau melayani. Repot kan?’

‘Kepada orang KUA itu…… Tidak kau jelaskan pula apa alasan kau?’

‘Terlanjur kujelaskan. Padahal membuka aib saja. Huh! Malunya aku. Tapi itulah. Mereka bersikukuh dengan persyaratan yang mereka minta.’

‘Ya…. Memang repot kalau begitu. Tapi…. Tidakkah dicoba meminta izin istri secara baik-baik? Siapa tahu istrimu pengertian…’

‘He…he..he.. Kan sudah kubilang. Tidak akan ada istri yang mau mengizinkan suaminya kawin lagi. Apapun alasannya. Termasuk istriku tentu saja…’

‘Kalau begitu banyak-banyak sajalah berzikir….’

‘Maksudmu?’

‘Banyak-banyak mengingat Allah agar keinginan menikah lagi itu bisa terlupakan…’

‘Coba kau jelaskan! Bagaimana sebenarnya pandangan Islam tentang beristri lebih dari satu?’

‘Allah membolehkan. Aku ulangi, membolehkan. Bukan mewajibkan atau menyuruh. Itupun dengan peringatan, sekiranya yang akan beristri lebih dari satu itu mampu berbuat adil. Sekiranya tidak sanggup berlaku adil, cukuplah satu istri saja. Itu ketetapan Allah dalam al Quran.’

‘Apa batasan adil itu?’

‘Adil dalam pembagian nafkah lahir batin kepada masing-masing istri. Dan yang paling berat adalah adil dalam hal kasih sayang.’

‘Kalau seorang laki-laki yang tidak mampu berbuat adil dengan istri-istrinya, adakah sangsinya di dunia?’

‘Entahlah. Aku tidak tahu tentang itu. Tapi aku bisa membayangkan resikonya. Perseteruan di antara sesama istri, ketika yang satu merasa diperlakukan tidak adil.’

‘Adakah keterangan al Quran atau ajaran Nabi SAW tentang keharusan minta izin istri pertama?’

‘Tidak ada.’

‘Coba kau jelaskan pula apa persyaratan agar suatu pernikahan itu syah menurut ketetapan agama Islam.’

‘Ada lima rukunnya. Harus ada calon pengantin laki-laki. Ada calon pengantin perempuan. Ada wali nikah. Ada saksi sekurang-kurangnya dua orang laki-laki dewasa. Dan yang terakhir ada ijab kabul. Sudah, itu saja.’

‘Hanya itu?’

‘Ya, hanya itu.’

‘Tidak perlu ada surat menyurat? Tidak perlu ditulis dan ditanda-tangani oleh para saksi yang hadir itu? Aku dengar untuk masalah hutang piutang ada perintah di dalam al Quran agar ditulis dan juga disaksikan oleh beberapa orang saksi. Apakah pernikahan tidak seperti itu?’

‘Tidak ada. Kalau hutang piutang memang ada perintah Allah seperti itu. Tapi untuk pernikahan tidak ada. Artinya begitu kelima persyaratan tadi itu terpenuhi, pernikahan itu sudah syah. Dan sesudah itu disunahkan menyelenggarakan walimahan. Perjamuan pernikahan. Berhelat atau berpesta semampunya. Tujuannya untuk memberi tahu karib kerabat bahwa kedua pengantin sudah syah menjadi suami istri.’

‘Sekarang orang menyebut-nyebut istilah nikah sirri. Tahukah kau apa maksud nikah sirri itu?’

‘Sirr itu artinya secara diam-diam. Mungkin pernikahan yang dilakukan secara diam-diam. Entah pulalah.’

‘Aku dengar juga begitu. Seorang laki-laki, yang tidak mau istri pertamanya tahu, menikah secara diam-diam. Apakah pernikahan seperti itu syah menurut Islam? Bagaimana pendapatmu?’

‘Kalau secara hukum Islam, selama kelima rukun tadi itu terpenuhi, pernikahan itu sudah syah.’

‘Jadi istilah nikah sirri itu tidak tepat kalau begitu?’

‘Aku rasa tidak tepat. Aku rasa istilah itu tidak dikenal di negara berpenduduk Muslim lainnya.’

‘Keterlaluan kalau begitu….’

‘Maksudmu?’

‘Keterlaluan ketika pemerintah menambah-nambah aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah.’

‘Aku tidak mau berkomentar.’

‘Kabarnya, nanti para pelaku nikah sirri itu akan dituntut secara hukum dan akan dimasukkan ke penjara.’

‘Kasihan kalau begitu. Kasihan masyarakat di daerah-daerah tertentu yang tidak memiliki surat nikah. Pada hal mereka sudah menikah secara Islam.’

‘Memangnya ada?’

‘Pasti ada. Di kampung-kampung masih banyak masyarakat yang menjalankan pernikahan secara hukum agama saja tanpa mencatatkannya ke penjabat KUA.’

‘Apakah benar bahwa penjabat KUA berwenang menetapkan persyaratan bagi orang yang akan menikah?’

‘Penjabat KUA itu kan pegawai pemerintah. Mereka menjalankan perintah.’

‘Bukankah sebenarnya tugas mereka itu hanya untuk mencatat pernikahan saja.’

‘Mungkin awalnya demikian. Tapi sesudah pemerintah memberikan tugas tambahan, dengan mendata status calon pengantin akhirnya ditugaskan pemerintah pula untuk menjaring dan mencegah agar orang tidak menikah secara tidak terdaftar.’

‘Seandainya mereka yang sudah menikah berpuluh tahun yang lalu, tapi tidak punya surat nikah, apa yang harus mereka perbuat? Apakah menerima saja seandainya nanti dimasukkan ke penjara?’

‘Pertanyaanmu sangat sulit. Aku tidak sanggup menjawabnya.’

‘Apakah dulu orang-orang tua kita mencatatkan pula pernikahan mereka ke KUA?’

‘Peraturan pemerintah atau undang-undang perkawinan itu baru ada sejak tahun 1974. Sebelum itu tidak ada ketetapan seperti itu. Aku tidak yakin bahwa orang-orang tua kita mempunyai surat nikah seperti kita sekarang.’

‘Tentu nanti orang-orang tua kita juga terancam dipenjarakan?’

‘Entahlah.’

Arif terdiam cukup lama. Mungkin dia sedang berpikir keras.

‘Kau….?’ Arif memulai lagi.

‘Kenapa?’ tanya Khairul.

‘Kau sendiri tidak terpikir untuk menikah lagi?’

‘Tidak…. Kenapa?’

‘Kau takut tidak sanggup mengurus persyaratan KUA atau karena alasan lain?’

‘Aku tidak memerlukannya. Bagiku satu istri sudah cukup. Aku tidak punya masalah dengan satu istri.’

‘Seandainya kau punya masalah?’

‘Buat apa masalah diandai-andai?’

‘Aku ingin tahu pendapatmu yang sejujurnya.’

‘Itu adalah pendapatku sejujurnya.’

‘Menurut pemahaman kau, kenapa Allah mengizinkan laki-laki itu beristri sampai empat, meski dengan syarat adil sekalipun?’

‘Karena Allah tahu. Karena Allah Maha Tahu dengan naluri dan keperluan masing-masing hamba Nya. Allah Maha Tahu bahwa ada di antara hambanya itu memang tidak merasa cukup dengan hanya satu orang istri. Dan Allah mengizinkan, karena kalau tidak bisa-bisa orang itu menyeleweng. Malahan melakukan perbuatan yang dilarang Allah. Melakukan perzinaan.’

‘Jadi menurut kau memang ada orang laki-laki yang tidak merasa cukup dengan satu orang istri saja, itu sebabnya Allah izinkan.’

‘Ya.’

‘Bukankah bisa pula seorang wanita merasa tidak cukup terpenuhi hasratnya dengan satu orang suami saja? Dan wanita tidak boleh mempunyai lebih dari satu suami? Bagaimana itu?’

‘Begitu ketetapan Allah. Aku tidak mau mencari-cari alasannya. Aku mendengar dan aku taat dengan ketetapan itu.’

‘Ini pertanyaanku yang terakhir. Seandainya kau jadi aku. Apa yang kau lakukan?’

‘He..he..he.. Bukankah aku tidak mungkin jadi kau? Tapi baiklah. Tadi sudah kukatakan. Banyak-banyak berzikir dan memohon kepada Allah agar hasrat ingin beristri lagi itu bisa dilupakan.’

‘Kalau tidak bisa?’

‘Kalau tidak bisa menikah lagi saja. Cari calon pengantin wanita. Yang ada walinya untuk menikahkan. Cari saksi satu orang lagi. Aku bersedia jadi saksi yang pertama. Lakukan ijab kabul. Kau akan resmi jadi suami istri di mata Allah. Setelah itu berusaha keraslah untuk berlaku adil.’

‘Bagaimana dengan urusan dengan pemerintah?’

‘Hadapi apa adanya.’

‘Huh…. Itu yang berat.’


*****

No comments: