Monday, February 7, 2011

OH JODOH

OH JODOH

Sore itu Sutan Sinaro datang ke rumah Sutan Bagindo dengan wajah ditekuk. Dengan kening berkerut dan muka terlihat tegang. Sutan Bagindo menyambutnya dengan terheran-heran. Tapi dia masih berusaha untuk sedikit berseloroh.

‘Ada apa yang terjadi ini, Naro? Kok seperti langit sudah mau runtuh saja,’ Sutan Bagindo mengawali perbincangan.

‘Memang seperti langit mau runtuh, Gindo. Malu. Entah kemana malu akan kusurukkan kalau hal ini benar-benar sampai terjadi,’ jawab Sutan Sinaro

‘Apa maksudnya?’

‘Kan itulah, Gindo. Makanya aku ingin minta sifat. Minta petuah Gindo. Karena Gindo lebih faham tentang agama dariku.’

‘Oooo…. jadi masalah yang bersangkut paut dengan agama? Cobalah teruskan!’

‘Tolonglah Gindo curai-paparkan. Bagaimana hukumnya pernikahan antara dua orang yang tidak seagama…..’

‘Antara orang Islam dengan orang beragama lain maksudnya?’

‘Iyalah….. Antara orang Islam dengan orang Nashrani. Antara wanita Islam dengan laki-laki Nashrani tepatnya.’

‘Wah….. kalau itu jelas tidak boleh. Dilarang Allah. Simaklah ayat al Quran surah al Baqarah ayat 221; ‘Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya hamba wanita yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang musyrik kepada wanita mukmin sebelum mereka beriman. Seorang hamba yang mukmin lebih baik dari pada seorang musyrik walaupun dia menarik hatimu…..’ Begitu perintah dan peringatan Allah. Sangat-sangat jelas. Tidak ada keraguan sedikitpun lagi.’

‘Tapi…… Apakah orang Nashrani itu orang musyrik? Siapa saja yang dimaksud dengan orang musyrik itu?’

‘Orang yang menyembah Tuhan selain Allah. Orang yang mengakui adanya Tuhan selain Allah. Mereka itulah yang disebut orang-orang musyrik. Musyrik itu artinya adalah mempersekutukan. Mempersekutukan Allah.’

‘Jadi? Orang Nashrani itu termasuk musyrik? Karena ada pula yang mengatakan orang Nashrani itu Ahli Kitab. Bagaimana itu?’

‘Menurut keterangan dari al Quran, mereka mempercayai bahwa Nabi Isa itu adalah anak Tuhan. Bahagian dari Tuhan. Jadi selain Allah mereka juga mempunyai Tuhan yang lain. Menurut pandangan Islam itu syirik namanya.’

‘Apa yang dimaksud dengan Ahli Kitab?’

‘Mereka-mereka yang pernah mendapat kitab petunjuk dari Allah. Nabi-nabi mereka menerima kitab dari Allah. Pengikut Nabi Musa adalah Ahli Kitab. Begitupun pengikut Nabi Isa adalah Ahli Kitab. Yaitu para pengikut Nabi Musa atau Nabi Isa yang mengikuti syariat yang dibawa oleh nabi-nabi itu. Syariat atau ketetapan dari Allah agar mereka mengesakan Allah, beribadah semata-mata hanya kepada Allah dan tidak menyembah kepada yang selain Allah.’

‘Jadi….. Orang-orang Nashrani sekarang? Bagaimana kedudukan mereka?’

‘Mereka tidak menjalankan syariat Nabi Isa. Mereka bahkan menganggap bahwa Nabi Isa itu adalah anak Tuhan. Atau bahagian dari Tuhan. Atau sepertiga dari Tuhan. Atau apa sajalah, yang sama sekali tidak pernah diajarkan oleh Nabi Isa.’

‘Bukankah mereka mempunyai kitab suci? Mereka mempunyai Injil?’

‘Ya. Tapi sekali lagi, mereka tidak mengesakan Allah. Tidak mentauhidkan Allah. Mereka tidak mengikuti Injil seperti yang diturunkan kepada Nabi Isa.’

‘Jadi….. Orang Nashrani yang sekarang itu tidak lagi dianggap Ahli Kitab dan menikah dengan mereka itu terlarang?’

‘Ya. Tapi….. Ngomong-ngomong siapa yang akan kawin berbeda agama.’

‘Itulah Gindo. Kemenakanku. Si Rita. Berkenalan dengan seorang Nashrani. Lalu merasa suka sama suka. Mereka ingin menikah. Adikku sudah melarang. Tapi sumando kita itu, mas Sugondo menganggap itu tidak ada halangan. Cobalah baca di al Quran ada ayat mengatakan makanan orang ahli kitab itu halal kita makan. Menikah dengan ahli kitab itu juga boleh. Apa memang iya ada ayat seperti itu, Gindo?’

‘Ayat yang mengatakan bahwa makanan Ahli Kitab halal bagi kita serta menikah dengan wanita Ahli Kitab juga diperbolehkan ada pada surah kelima, surah al Maidah ayat 5. Tetapi sekali lagi pengertian Ahli Kitab itu sangat jelas, sebagai orang yang beragama sesuai dengan tuntunan alkitab atau kitab suci.’

‘Orang-orang Nashrani…… tidak menjalankan agamanya sesuai dengan isi alkitab? Apakah Gindo yakin dengan penjelasan ini?’

‘Sudah aku jelaskan tadi, kan? Agama yang dibawa Nabi Isa, adalah agama yang menyuruh pengikutnya mengimani Allah Yang Tunggal untuk disembah. Allah tidak pernah mengutus nabi yang manapun dan menyuruh agar Dia disembah bersama-sama dengan Tuhan lain. Allah sangat murka dengan anggapan, perkataan, keyakinan bahwa ada sekutu baginya. Allah Maha Suci dari apa yang mereka sifatkan, bahwa Allah memerlukan sekutu.’

‘Jadi, apa yang terjadi atas kitab suci mereka. Kitab Injil yang mereka baca sekarang ini?’

‘Kitab itu tidak asli lagi? Dalam ketidak-asliannya itupun, tidak ada keterangan atau perintah agar pengikutnya menyembah Nabi Isa tertulis dalam kitab itu.’

Sutan Sinaro mengangguk-angguk. Tapi wajahnya tetap saja muram.

‘Jadi bagaimanalah caranya aku menjelaskan….,’ kata Sutan Sinaro lirih.

‘Sudahkah Naro ikut menasihati kemenakan itu?’

‘Belum…. Aku diminta si Ema, ibunya untuk mencoba memberi pencerahan kepada suami dan anaknya.’

‘Sampaikanlah seperti itu kalau begitu! Apa lagi yang jadi masalah?’

‘Yang membuat pusing adalah pendapat suaminya yang mengatakan hal itu tidak masalah, karena sudah jodoh, begitu katanya. Ini yang agak berat. Dia sudah berencana akan menyuruh anak gadisnya itu pergi menikah ke Australia.’

‘Banyak sebenarnya masalah dari apa yang diungkapkannya itu. Cobalah tengok tentang keyakinan bahwa mereka sudah jodoh. Itu adalah keyakinan yang sangat naïf. Kalaulah dia tahu sedikit tentang agama islam, tentang resiko yang akan dihadapi oleh pasangan berbeda agama itu di dunia ini saja, seperti bagaimana nanti dengan anak-anak mereka, agama siapa yang akan diikuti anak-anak mereka. Tentang resiko, bahwa sangat mungkin anak perempuannya itu nanti lambat laun justru akan terpengaruh dan akhirnya murtad. Keluar dari agama Islam.

Di samping itu, seharusnya dia mengerti bahwa pernikahan seperti itu tidak diizinkan di negara kita. Tapi dia masih juga nekad, menyuruh pergi meresmikan perkawinan anaknya itu ke luar negeri. Hukum luar negeri tidak akan berlaku di negeri ini. Artinya di sini tetap saja dia itu resminya belum menikah.

Kalau dia faham bahwa pernikahan itu adalah sesuatu yang suci di sisi Allah. Sepasang manusia menjadi halal sesudah mereka dinikahkan. Tetapi mereka tidak halal kalau belum dinikahkan. Di sini jelas sekali makna dari kehalalan itu harus disesuaikan dengan ajaran Allah. Dengan ajaran al Quran. Karena hakikat dari pernikahan itu adalah untuk saling melindungi dari ancaman api neraka kelak di akhirat. ‘Peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksaan api neraka.’ Begitu firman Allah.’

‘Jadi menurut Gindo tidak tepat bahwa mereka, kemenakanku itu dikatakan berjodoh dengan laki-laki yang tidak seagama itu?’

‘Jelas tidak tepat. Bukankah dia masih bisa mendapatkan jodoh yang lain? Bukankah dengan laki-laki yang sekarang ini sementara ini dia belum terikat oleh jalinan apa-apa? Belum tentu itu jodohnya. Belum boleh dikatakan bahwa dia berjodoh dengan orang itu.’

‘Atau? Menurut Gindo? Masih mungkinkah…….?’

‘Masih mungkinkah mereka tidak berjodoh?’

‘Allah Yang Maha Tahu. Kalau Allah berkehendak bisa saja mereka dipisahkan. Kalau keduanya nekad juga melangsungkan apa yang mereka niatkan bisa pula mereka berjodoh. Tapi sekali lagi, saat ini kedua kemungkinan itu ada. Terpulang kepada keinginan mereka. Hanya saja, kalau mereka melanjutkan, artinya mereka melakukan yang dilarang Allah.’

‘Jadi…… maksudnya…. Harus ada ikhtiar sebelum jodoh itu ditetapkan Allah?’

‘Tepat sekali.’

‘Akan aku coba menerangkan seperti ini kepada iparku dan kemenakanku itu. Mudah-mudahan mereka bisa memahaminya.’

‘Aku iringi dengan doa.’

*****

No comments: