Thursday, March 13, 2008

Oleh-oleh Dari Perjalanan Haji 1424H (5)

5. Ke Raudhah


Subuh berikutnya saya bangun jam empat kurang, pada saat alarm HP berbunyi. Saya segera bersiap-siap dan setelah itu membangunkan istri dan si Sulung untuk bersiap-siap pula. Pagi inipun kami pergi bertiga ke mesjid. Si Bungsu disuruh tinggal menemani kakaknya seperti kemarin. Waktu sampai di mesjid azan pertama berkumandang. Ternyata berangkat ke mesjid hampir setengah jam lebih lambat dari kemarin tidak banyak bedanya. Saya masih bisa masuk ke ‘ring’ dua dibawah tenda seperti kemarin subuh. Hal ini dikarenakan tidak semua jamaah mengisi shaf paling depan terlebih dahulu. Banyak juga jamaah yang datang langsung duduk di shaf bagian belakang mesjid. Bahkan tadinya saya ingin mencoba masuk ke bagian depan melalui babussalaam, tapi melihat jamaah berdesak-desak di pintu masuk niat itu saya batalkan.

Saya mengerjakan shalat malam dan shalat witir dengan santai dan sesudah itu masih sempat membaca al Quran beberapa halaman sebelum azan subuh berkumandang.

Imam membaca surah Ar Rahman dalam shalat subuh pagi ini. Penekanan suaranya setiap membaca ‘fabiayyiaa laa i rabbikumaa tukatztzibaan’ benar-benar mengundang sesenggukan dan haru. Wahai diri... maka nikmat tuhan mu manakah yang (masih juga) engkau dustakan?

Sesudah zikir sehabis shalat subuh saya langsung pulang. Nanti sekitar jam sembilan saya akan kembali dan pada waktu itu saya akan masuk ke Raudhah insya Allah. Saya memang tidak memaksakan untuk masuk kesana sesudah shalat subuh karena berkeyakinan sekali bahwa sesudah shalat subuh tidak ada lagi shalat sebelum matahari sempurna terbit sesuai hadits Rasulullah SAW, sedangkan masuk ke Raudhah itu sunahnya adalah dengan melakukan shalat dua rakaat lalu berdoa. Saya ingat waktu kami berdiskusi tentang tidak ada shalat sesudah shalat subuh itu di tahun sembilan puluh, persis dekat Raudhah. Seorang jamaah dari Indonesia yang saya tidak kenal nyeletuk menganjurkan saya keluar dulu lalu masuk dan mengerjakan shalat tahiyatul masjid di Raudhah. Saya tidak menerima saran itu ketika itu, karena itu rasanya main akal-akalan. Kalau tidak ada shalat sesudah subuh ya sudah, lebih baik ditunggu saja menjelang waktu dhuha.

Teman saya yang kritis memprotes lagi, kok shalat jenazah sesudah shalat subuh ikut? Saya menjawab agak sekenanya karena saya memang belum mendapat jawaban yang pas untuk itu, ‘Shalat jenazah sesudah subuh itu, kita lakukan dengan kekeliruan secara kolektif. Sebagian besar jamaah melakukannya dan tujuannya agar jenazah tidak dibiarkan menunggu untuk segera dikebumikan. Saya rasa itu pertimbangannya, jadi hukumnya agak berbeda.’ Wallahu a’lam.

Sesuai dengan yang saya rencanakan, sekitar jam sembilan saya kembali ke mesjid. Masuk dari babussalaam. Suasananya agak sepi. Saya shalat sunat tahiyatul masjid dulu di belakang tempat imam berdiri. Lalu berusaha masuk ke Raudhah. Di dalam penuh sesak dengan jamaah. Tempatnya jadi agak kecil karena pagi-pagi begini sebagian disediakan untuk jamaah wanita dan antara kedua tempat dibatasi dengan tabir pemisah yang tinggi. Suaranya juga lumayan heboh di kedua belah sisi.

Bermacam-macam cara jamaah shalat dan bedoa di tengah ruangan yang sempit karena dijejali banyak sekali manusia ini. Banyak sekali yang berdoa dengan bercucuran air mata. Barangkali disinilah semua dosa dimintakan ampunan, segala kesulitan diadukan dan segala harapan dipanjatkan kepada Allah Yang Maha Pengasih Yang Maha Penyayang. Semua jamaah, dari segala macam negeri asal, bersimpuh disini, meratap dan bermohon. Dengan keyakinan bahwa ditempat ini doa-doa itu insya Allah diijabah oleh Allah Rabbul ‘Aalamiin.

Saya mencari tempat dekat tiang dan menunggu seorang jamaah yang sedang shalat sambil mencoba melindunginya agar orang tidak melintas di depannya. Pekerjaan yang tidak mudah, karena dalam suasana begini orang melintas saja dengan semaunya di depan orang yang sedang shalat. Setelah orang itu selesai shalat dan berdoa, saya mengambil tempatnya untuk shalat. Sama saja, sekarang orang melintas di depan saya. Setelah selesai shalat dua rakaat saya berdoa. Doa yang ringkas seperti umumnya doa yang selalu saya ulang-ulang. Agar Allah mengampuni dosa-dosa saya, agar Allah mengampuni dosa kedua ibu bapa saya, agar Allah menerima amalan-amalan saya yang tidak seberapa, agar Allah memaafkan kekurangan-kekurangannya, agar Allah menolong kami untuk menyelesaikan ibadah haji dengan sebaik-baiknya. Tentu saja masih ada tambahan doa yang lain. Yang khusus untuk anak-anak saya, yang khusus untuk yang menitip untuk didoakan dan sebagainya. Karena orang lain juga antri untuk masuk dan shalat disana, saya cepat-cepat bangkit dan pindah ke depan ke dekat tempat imam. Disana saya tuntaskan dan saya ulangi lagi doa-doa tadi.

Lalu saya shalat lagi dua rakaat, shalat dhuha. Dan melanjutkan bacaan al Quran. Target saya adalah menamatkan al Quran selama hari-hari pelaksanaan haji ini. Kira-kira jam sepuluh, karena mata saya sudah terasa capek, saya pulang ke pemondokan. Melangkah kesebelah kiri mesjid, melintas di depan makam Rasulullah SAW untuk mengucapkan salam. Dan mengucapkan salam pula kepada Abu Bakar dan Umar.

Di pemondokan saya dapati istri dan anak-anak dengan kesibukannya masing-masing. Yang sibuk mencuci, yang sibuk mengaji, yang sibuk tidur. Kami berbincang-bincang sebentar. Dan setelah itu saya melanjutkan lagi tadarus sesanggupnya. Menjelang berangkat kembali ke mesjid untuk shalat zuhur.



*****

No comments: